Ungkapan ketidakramahan juga bisa muncul lewat suara kasar dari petugas saat melihat orang melakukan kesalahan. Atau juga saat terjadi ketidakberesan, kemarahan menjadi cara untuk membenarkan masalah atau melepaskan kekecawaan.
Tak elak sikap seperti ini memantik ketidaknyaman. Saya yakin saat kedua kalinya kita masuk ke tempat yang sama di mana kita pernah mengalami ketidaknyaman di tempat itu, kita pasti merasa enggan dan kikuk untuk masuk.
Bahkan kita bisa berpikir ribuan kali untuk mengunjungi dan masuk ke tempat yang sama. Bisa jadi, kita membatalkan layanan jasa itu hanya karena ketidakramahan dari petugas yang menawarkan jasa tersebut.
Keramahan di atas sebuah pelayanan
Jasa pelayanan yang kita tawarkan akan bernilai kalau yang terlibat di dalamnya berlaku ramah kepada yang membutuhkan. Tetapi kalau tidak ada keramahan, yang terjadi malah jasa pelayanan itu bisa akan mati atau tanpa peminat.
Mungkin kita merasa biasa-biasa saja saat berlaku ramah dengan tersenyum dan mengungkapkan sepata kata salam kepada orang lain. Meski ungkapan keramahan itu cukup sederhana, hal itu bisa menyentuh bagi orang yang mengalaminya.
Bahkan mereka tidak segan untuk datang berulang kali ke tempat yang sama hanya karena pelayanannya yang baik. Pelayanan yang baik itu dibaluti dengan keramahan dari para petugasnya.
Tetapi kalau pelayanannya kurang baik, tawaran kita berupa jasa apa tidak akan bernilai apa-apa. Jadi, kalau mau jasa atau apa pun bentuk pelayanan kita, kita mesti mengedepankan keramahan. Keramahan mesti menjadi kunci masuk bagi orang lain untuk terus merasakan jasa yang kita tawarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H