Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bangun Kesadaran Sebelum Menyiapkan Fasilitas Publik

24 Oktober 2019   16:16 Diperbarui: 26 Oktober 2019   11:15 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membuang sampah. (sumpah: thinkstock photo)

Fasilitas apapun yang dibangun dan disiapkan kalau tidak ada kesadaran baik untuk memanfaatkan dan menjaganya, fasilitas itu bisa berakhir mubazir. 

Saya kira tidak sedikit fasilitas yang berada diujung mubazir dan kesia-siaan karena masyarakat tidak tahu dan sadar bagaimana menggunakan fasilitas tersebut.

Ironisnya, instansi tertentu kadang menyediahkan fasilitas tetapi orang lebih menggunakan hal atau tempat lain. Seperti misal, ada tong sampah yang disiapkan di beberapa titik di sebuah kelurahan, tetapi masih saja ada orang yang membuang sampah di got atau juga di luar dari tempat sampah tersebut.

Tulisan ini terinspirasi saat melihat beberapa tong sampah yang ditempatkan di beberapa titik di kelurahan kami. Pertanyaan saya, akankah tong sampah itu dimanfaatkan dengan baik?

Tahun lalu, kota kami masuk dalam kategori salah satu kota terkotor di Indonesia. Kategori ini serentak menimbulkan banyak reaksi. Reaksi-reaksi itu tidak saja hadir di halaman aneka media, tetapi juga mengundang sekelompok grup untuk langsung turun tangan.

Bersama pemerintah setempat, kelompok-kelompok yang terbangun atas dasar keprihatinan yang sama itu langsung bergerak di lapangan. Mereka mulai menjelajah dan membersihkan tempat-tempat strategis seperti pasar dan pertokoan.

Tidak sampai di situ. Dari level kelurahan keluar kebijakan yang mengatur kapan sampah rumah tangga bisa diambil guna dibawah ke pembuangan terakhir. Sampah rumah tangga itu dikumpulkan berdasarkan kategori RT.

Tidak heran, semua keluarga tahu kapan menyimpan sampah mereka di depan rumah. Kalau dulu sampahnya dibakar atau dibuang di salah satu tempat di halaman rumah.

Melihat besarnya Sampah rumah tangga yang terkumpul, satu hal yang perlu disadari kalau sampah akan menjadi salah satu persoalan besar untuk ke depannya. Harapannya semoga saja bukan sekadar mengumpulkan sampah, tetapi juga ada upaya meminimalisir sampah.

Foto by CNN Indonesia
Foto by CNN Indonesia
Tentang upaya meminimalisir sampah, saya teringat pengalaman saat berkunjung ke beberapa toko dan mall di Denpasar, Bali. 

Satu pemandangan umum yang terjadi adalah pihak mall dan toko tidak lagi menyediakan kantung plastik untuk barang belanjaan. Solusinya, pembeli harus membawa tas sendiri atau juga membeli tas ramah lingkungan yang terjual di mall dan pertokoan.

Kebijakan itu patut disambut positif dan mesti menjadi bahan pembelajaran untuk tempat-tempat lainnya di Indonesia. Tentunya Kebijakan itu juga adalah usaha untuk meminimalisir pengunaan plastik.

Kalau upaya ini terus dilakukan dan dipertahankan, bukan tidak mungkin penggunaan kantung plastik bisa turun atau tidak ada sama sekali. Toh, untuk apa beli kantung plastik kalau hal itu dilarang penggunaannya. 

Lebih jauh, kebijakan itu akan membangun kesadaran tentang bahayanya plastik bagi lingkungan.

Mungkin persoalan plastik masih ada karena beberapa item  yang masih menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Seperti misal, bungkusan makanan ringan, bungkusan kopi, dan lain sebagainya. Semoga saja ada ahli yang bisa menggantikan plastik-plastik itu dengan bahan yang gampang didaurulang.

Persoalan Sampah, Soal Kesadaran
Persoalan Sampah ini termasuk persoalan kesadaran. Kesadaran hidup bersih mesti tertanam di benak setiap orang. Kalau setiap orang berpikir untuk menghargai kebersihan pastinya ada upaya untuk tidak membuang sampah sembarang tempat. 

Umumnya setiap kota menyiapkan fasilitas seperti tong sampah agar bisa membuang sampah pada tempatnya.  

Hemat saya, sebuah daerah perkotaan menjadi kotor bukan karena tidak ada tempat sampah atau petugas kebersihan. Persoalannya terletak pada kesadaran dalam membuang sampah pada tempat yang tepat. Soal kesadaran, hemat saya juga, bersentuhan dengan pendidikan.

Kalau setiap orang terus menerus dididik dengan melakukan kebiasaan baik, kita pastinya bisa sadar untuk melakukan hal-hal yang seharusnya baik juga.

Misalnya saja, kalau di sekolah setiap hari para murid dididik dan dilatih untuk membuang sampah pada tempat yang tepat dan tidak sekadar membuang sampah, pasti hasilnya akan terlihat dalam konteks sosial yang lebih luas.

Lebih jauh, kesadaran itu juga menyangkut bagaimana kita bisa memungut sampah yang dibuang oleh orang lain. Hal ini menjadi sulit karena tidak gampang memungut sampah dari orang lain.

Tetapi menjadi tidak sulit saat kita melihat dan belajar dari orang lain. Kita mungkin masih ingat cerita tentang suporter Jepang yang memungut sampah di stadion saat timnas mereka selesai bertanding sepak bola pada Piala dunia tahun lalu.

Mereka tidak melihat sampah itu kepunyaan siapa, tetapi mereka sadar kalau sampah tidaklah baik untuk lingkungan.

Melihat fasilitas tong sampah yang disebarkan pada titik di kelurahan kami, satu pertanyaan yang muncul adalah Akankah masyarakat membuang sampah di tempat yang disediakan itu?

Situasinya akan menjadi sulit saat tidak adanya kesadaran baik yang terbangun di setiap pikiran masyarakat. Tetapi kalau setiap orang sadar untuk membuang sampah, fasilitas itu akan dipandang sebagai kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun