Perdana menteri Etopia, Abiy Ahmed (43 tahun) menorehkan tinta emas dalam penganugerahan hadiah nobel perdamaian di Oslo, Norwegia. Sang perdana menteri berhasil meraih nobel perdamaian 2019 berkat usaha dan perannya mengakhiri perang yang terjadi antara Etopia dan Eritrea selama 20 tahun.
Keberhasilan Abiy Ahmed ini terjadi setelah menyingkirkan 100 kandidat termasuk kandidat kuat seperti aktivis lingkungan hidup Greta Thunberg (16 tahun) dan pemimpin New Zealand, Jacinda Ardern.
Usaha perdamaian Abiy Ahmed terjadi di Juni 2018. Abiy Ahmed setuju menerima dan mengakui kontrol Eritrea di wilayah perbatasan yang menjadi sumber konflik antara Etopia dan Eritrea. Keputusan itu kemudian menciptakan perdamaian di kedua belah negara.
Seperti yang dikutip dalam CNN.com (11/10/19), Abiy Ahmed menuliskan ungkapan terima kasih di tweeternya atas pengakuan yang diterimanya itu. Dia juga menyampaikan terima kasihnya kepada siapa saja yang berkomitmen dan bekerja untuk perdamaian.
Abiy Ahmed dipandang sebagai pemimpin modern Afrika. Dia berasal dari suku Oromo. Suku Oromo adalah suku terbesar di Etopia. Meski demikian, sebelum kehadiran Abiy Ahmed sebagai perdana menteri, suku Oromo kurang berperan dalam situasi perpolitikan di Etopia.
Abiy Ahmed memulai karir politiknya saat bergabung dengan organisasi demokrat dari orang-orang Oromo. Karir politiknya bertumbuh saat dia terpilih sebagai pemimpin partai Ethiopian People's Revolutionary Democratic front. Kemenangannya sebagai pemimpin partai ini mengantarkannya juga pada posisi sebagai perdana menteri Etopia.
Pada awal kepemimpinannya di tahun 2018, Abiy Ahmed langsung melakukan gebrakan. Seperti misal, dia membebaskan tahanan politik dan jurnalis. Pembebasan mereka ini mengakhiri kuasa rejim sebelumnya yang anti pada jurnalis dan politikus yang kritis. Tidak sampai di situ, Abiy Ahmed juga menutup penjara di mana tahanan politik dan jurnalis itu ditahan dan disiksa.
Selain itu, Abiy Ahmed merangkul pihak oposisi. Mereka dirangkul guna bersama-sama Abiy Ahmed berdiskusi tentang reformasi di Etopia. Singkatnya, dalam masa kepemimpinan Abiy Ahmed, dia menekankan pada sektor keamanan dan keadilan di Etopia.
Reformasi yang dilakukan Abiy Ahmed juga nampak saat dia menekankan kesetaraan jender. Dia menetapkan setengah dari kabinetnya diisi oleh kaum perempuan. Bahkan untuk pertama kalinya, parlemen di Etopia menetapkan perempuan pertama sebagai presiden, atas nama Sahle-Work Zewde.
Abiy Ahmed berhasil menghadirkan perdamaian. Perdamaian itu bisa terjadi kalau ada kesetaraan dan keadilan. Lebih jauh, perdamaian itu bisa terjadi kalau setiap orang dirangkul meski mereka dari pihak oposisi yang kritis dalam mengeritik kebijakan politiknya sebagai seorang perdana menteri.
Meski demikian, tidak sedikit yang menilai kalau pemberian nobel perdamaian ini terlalu dini. Abiy Ahmed baru duduk di pemerintahan pada tahun lalu. Masih banyak hal yang perlu dibenahi seperti soal korupsi dan konflik antara etnik dan suku di Etopia.
Menanggapi hal itu, seperti yang dilansir dalam vox.com (11/11/19), Â komite dalam bidang nobel mengatakan kalau pemberian hadiah nobel kepada Abiy merupakan bentuk dukungan atas apa yang telah dicapainya. Dan hadiah itu juga bisa menjadi pengingatan ke seluruh dunia kalau masih ada pekerjaan yang belum diselasaikan di Etopia.
Pelajaran Abiy Ahmed bagi kita, Warganet
Internet sebenarnya mempunyai pengaruh besar dalam membawa pesan perdamaian. Ada pelbagai macam platform yang bisa kita pakai untuk mengirim pesan perdamaian. Bahkan kemampuan internet menjangkau batas-batas geografi.
Persoalannya, tidak sedikit orang yang menggunakan media sosial sebagai instrumen untuk menghancurkan pihak lain, yang mana itu bisa berujung pada konflik. Bahkan media sosial juga dijadikan alat untuk membumbui persoalan tertentu sehingga persoalan itu menjadi panas.
Apalagi yang membumbui persoalan itu adalah seorang yang terpandang, berpredikat tinggi dan mempunyai banyak followers. Kalau tidak dikontrol, pesan yang ditulis akan menjadi opini yang mempengaruhi pola laku dan pikir warganet.
Contohnya saja, kasus penusukan Bpk. Wiranto. Sedihnya, dalam kasus ini tidak sedikit orang yang menuduh kalau kasus didramatisir. Bahkan ada yang menciptakan opini kalau kasus itu adalah settingan belaka.
Yang menciptakan opini sesat itu pun berasal dari kalangan yang mempunyai wadah untuk menciptakan perdamaian di Indonesia. Bukannya melihat kasus itu sebagai hilangnya perdamaian, malah mereka menciptakan opini lain untuk memperkeruh suasana. Alhasil, perdamaian yang sudah suram menjadi tambah suram karena opini sesat yang dimainkan di media sosial.
Keberhasilan Abiy Ahmed yang mendapat pengakuan sebagai peraih nobel menjadi pelajaran untuk kita semua. Abiy Ahmed, dengan kekuasaannya, berhasil mengakhiri konflik panjang antara Etopia dan Eritrea. Kesuksesannya ini adalah pesan bagi kita untuk menjaga perdamain dan menjauhkan lingkungan kita dari konflik.
Menjaga perdamaian itu bisa dilakukan dengan menjadi buzzer yang membawa pesan damai daripada sebagai penghasut dan penfitnah. Kita tidak boleh menganggap gampang opini yang kita cipta di media sosial. Opini yang kita buat itu mesti mencerahkan publik dan bukannya menghancurkan komunitas sosial.
Marilah kita belajar dari Abiy Ahmed untuk menjaga perdamaian. Kita bisa menjaga perdamaian lewat menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H