Kompas Com (17/3/2017) memuat berita tentang ketentuan baru dari Departemen Ketenagakerjaan dalam mengurus paspor di tanah air. Di situ diberitakan bahwa paling tidak seseorang mempunyai tabungan Rp 25 juta untuk membuat paspor. Motifnya guna mencegah tenaga kerja Indonesia (TKI)  non prosedural ke luar negeri. Pertanyaannya, apakah langkah itu efektif untuk mencegah laju TKI illegal?
Bisa jadi itu hanya akan menimbulkan deretan masalah baru. Sebut saja, beramai-ramai orang membuat akun bank fiktif. Dengan meminjam atau memakai uang orang lain, seorang calon TKI membuat bank akun baru hanya demi mendapatkan paspor.
Yah, persoalan TKI masih menjadi salah satu benang kusut tanah air. Regulasi ala Depnaker diharapkan benar-benar membatasi alur keluarnya orang Indonesia ke negara orang. Sebenarnya, tidak salahnya menjadi seorang TKI. Siapa saja mempunyai hak untuk berekspresi dan mengembangkan diri di negara orang. Namun yang memprihatinkan kalau kesempatan menjadi TKI hanya dipandang dari sisi ekonomi (finansial). Pergi dan bekerja ke luar negeri hanya didasarkan oleh faktor keuangan. Jika ini yang melatarbelakangi seorang menjadi TKI, Â anggapan lanjut yang muncul adalah hanya di luar kita bisa mendapat penghidupan layak. Sementara di negara sendiri kita tidak bisa mendapatkan keuntungan apa-apa. Kenyataannya tidak seperti itu. Negara kita juga tidak jauh kaya dengan negara orang lain. Mungkin persoalannya adalah peluang dan kesempatan seperti yang ada di negara lain.
Persoalan biasa yang terjadi di balik keberadaan TKI adalah perdangan manusia. Alih-alih dijanjikan untuk bekerja di tempat yang nyaman dan sesuai dengan keahlian calon TKI, malah sang TKI terjebak pada jalan yang salah. Mereka malah menjadi korban human trafficking. Diperlakukan semena-mena oleh majikan di mana mereka tinggal. Â
Mungkin masih segar dalam ingatan kita kisah tentang Siti Aishah yang ditangkap di Malaysia terkait dugaan pembunuhan Kim Jong-Nam, Saudara tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un. Mengapa Siti Aishah berada di negeri Jiran? Terlepas apa benar atau tidak Siti Aishah pelakunya, yang perlu dilihat adalah keberadaan Siti Aisha.
Di tengah simpang siur nasib Siti Aishah, BNP2TKI (Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia) menegaskan kalau Siti Aisha tidak tercatat sebagai TKI resmi. Namun menurut kabar beberapa media, Siti Aisha sebenarnya bekerja di Malaysia. Entah apa pekerjaan Siti Aisyah di Malaysia, namun yang pasti dia adalah TKI. Kalau memang tidak terdaftar seperti yang disampaikan oleh BNP2TKI, maka Siti Aisha masuk TKI illegal. Ini hanyalah salah contoh peliknya persoalan TKI.
Dengan kasus seperti ini, pantas pemerintah berkewajiban mengeluarkan regulasi yang ketat dan teratur bagi warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. Betapa tidak, bila terjadi persoalan TKI di luar negeri, itu bukan hanya masalah pribadi TKI itu, tetapi mempertaruhkan reputasi negara sebagai pengirim.
Namun, bila dirunut lebih jauh persoalan TKI, terlebih yang nonprosedural dan illegal, ini bermuara pada rangkain sebab yang terjadi di tanah air. Kemiskinan salah satunya. Akibat nasib tidak jelas di tanah air, orang berusaha mencari aneka pekerjaan dengan menjadi TKI walau dengan cara dan jalur yang salah. Yang dipentingkan adalah duit bagi keluarga. Kadang keselamatan hidup ikut terabaikan. Lihat saja, sudah berapa banyak saudara/i kita, kaum TKI yang mengorbankan nyawanya di negara orang karena sesuap nasi.
Pada titik ini, pemerintah seharusnya berpikir bahwa rakyat Indonesia ke luar negeri karena ingin mencari pekerjaan dan duit. Mereka ke luar negeri karena di dalam negeri tidak tersedianya peluang kerja yang bisa menopang keluarga mereka. Karena itu, sepantasnya pemerintah juga tidak hanya bermain satu kaki. Dalam arti, pemerintah hanya mencegah keluarnya rakyat ke negara orang. Tetapi negara juga menciptakan solusi lebih lanjut menyikapi keinginan warganya untuk mendapat pekerjaan yang layak di negerinya sendiri. Ciptakan lapangan pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan rakyatnya sendiri.
Dan kita perlu juga membangun pemahaman bahwa kita bisa dapat makan di negara sendiri. Kerap orang memilih bekerja di luar negeri karena berpikir bahwa di sana uang gampang didapatkan. Pola pikir salah ini harus diubah. Kita seharusnya berpikir bahwa entah di dalam negeri maupun di luar negeri, kalau kita berusaha dengan sungguh-sungguh, pasti kita bisa mendapatkan kehidupan layak. Ini bergantung setiap pribadi yang melihat peluang di tanah air. Ingat, Indonesia bukan negar kecil yang tidak mempunyai sumber daya alam yang kaya. Sekarang bergantung bagaimana kita memaksimalkan potensi di negara kita sendiri. Sehingga kelak kita tidak perlu repot-repot ke imigrasi untuk mengurus paspor.
Ketentuan untuk mengurus paspor guna mencegah laju TKI nonprocedural atau pun TKI Illegal hanyalah salah satu solusi untuk mencegah rakyat mengabdi ke luar negeri. Tugas yang lebih besar sebenarnya ada di dalam negeri sendiri. TKI nonprocedural bisa dicegah bila negara tahu formula yang tepat untuk menunjang warganya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H