Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bahaya Penyakit Hoax dan Virus Copy-Paste

23 Februari 2017   20:29 Diperbarui: 24 Februari 2017   08:00 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia maya di Filipina dikejutkan dengan berita kematian,  Jinkee Pacquiao, istri petinju dan senator, Manny Pacquiao. Sebab kematiannya adalah ditembak pada saat insiden perampokan di sebuah mall. Ini hanyalah berita hoax.

Sayangnya, banyak orang yang terlalu cepat percaya dan meng-copy-paste berita itu tanpa menunggu konfirmasi resmi dari yang bersangkutan. Berita hoax itu pun menjadi santapan publik dan menciptakan reaksi dari jutaan orang di dunia maya.

Begitu cepat pengaruh dunia maya dalam menyebarkan berita hoax dan terasa sangat sulit untuk dikontrol. Dulu, berita-berita hoax menyebar hanya terjadi lewat dari mulut ke mulut, dampaknya tidak terlalu significan. Sekarang ini, berkat kehadiran dan penyebaran internet di masyarakat, berita hoax gampang sekali disebarluaskan dan menjangkiti pola pikir kaum dunia maya. Sekali klik, satu berita hoax bisa dijangkau ribuan bahkan jutaan pasang mata. Sekali dicopy-paste, orang-orang dari pelbagai penjuru dunia menyantap berita hoax tersebut.

Motif Berita Hoax

Pelbagai motif bisa berada di balik berita hoax. Orang mungkin iseng dan hanya mau membuat situasi sosial gempar dan heboh apalagi kalau beritanya tentang orang-orang berpengaruh atau publik figur di masyarakat.

Mungkin orang juga mempunyai motif bisnis. Berita hoax dijadikan senjata untuk menghancurkan lawan bisnis. Salah satu contohnya, berita hoax tentang tuduhan pada martabak (Markobar), bisnis kepunyaan Gibran, salah seorang anak Bapak Presiden Jokowi di Solo. Berita yang tersebar adalah martabaknya mengandung minyak babi.

Berita hoax seperti ini, di satu sisi muncul karena Gibran adalah anak presiden dan tentu menjadi objek sensasi yang luar biasa bagi masyarakat mayoritas Muslim. Tetapi di sisi lain, ini bisa mempengaruhi kompetisi bisnis. Korban berita hoax bisa menghadapi kemunduran dalam bisnis dan penurunan kepercayaan konsumen atas produk yang ditawarkan.

Penyebaran berita hoax juga bisa bermotif politik. Mereka menyebarkan berita hoax agar bisa menghancurkan lawan politik. Perhatikan saja dunia maya di kala musim pemilu. Musim pemilu selalu dihiasi dengan berita hoax tentang calon pemimpin tertentu. Berita hoax diolah bergantung aspek sensitivitas yang ada pada korban.

Seperti misal, aspek primordial. Kalau korbannya berasal dari suku tertentu dan minoritas, maka berita hoax-nya pun dibuat sedemikian agar alasan suku itu bisa menjadi jebakan atau penghalang untuk memilih calon tersebut. Bahaya berita hoax dalam bidang politik adalah pembunuhan karakter dari kandidat yang terlibat di dalam pemilu. Akibat lanjutnya adalah simpati para pendukungnya tergerus dan beralih ke calon lain.

Singkatnya, apa pun motif di balik berita hoax, itu adalah  bentuk pembunuhan karakter dan penghancuran komunitas sosial. Karena itu, bahaya berita hoax mesti dilawan. Penutupan website-website yang lekat dengan berita-berita hoax tidaklah cukup membatasi ruang gerak penyebaran berita hoax. Yang dibutuhkan sekarang adalah pembentukan mentalitas pembaca (konsumen) berita. Dunia pendidikan bisa menjadi instrumen untuk membangun mentalitas anti-berita hoax.

Pendidikan: Ladang untuk latihan melawan berita Hoax

Penyebaran berita hoax terjadi karena orang tidak kritis dan cermat. Hanya sebagai konsumer pasif tanpa berpikir secara kritis pada berita yang dimuat. Juga, ini terjadi karena tidak berusaha mencari sumber-sumber lain yang bisa menjadi referensi untuk menguji kebenaran dari berita-berita yang termuat muncul di dunia maya.  

Kalau dirunut lebih jauh, mentalitas percaya pada berita hoax bisa berawal dari bangku sekolah. Kebiasaan copy paste bahan mata pelajaran atau juga tugas-tugas sekolah dari internet menciptakan mental instan dan menumpulkan daya kritis. Yang penting bahan kuliah tersedia dan tugas-tugas sekolah sudah selesai.

Lebih lanjut, bisa saja ini dipengaruhi oleh keseringan sekolah untuk mengijinkan dan membiarkan untuk melakukan riset berdasar pada data-data di internet tanpa dibarengin dengan pendidikan melek internet. Maksudnya, para murid dibiarkan berselancar di internet demi kepentingan pelajaran, tetapi mereka tidak dituntun bagaimana membaca dan mencerna topik-topik yang disajikan di internet. Seharusnya, para siswa dituntun untuk mengambil topik-topik yang relevan dengan bahan pelajaran.

Karenanya, dampak lanjut dari mentalitas seperti ini adalah adanya pandangan yang menganggap yang tertuang di dunia maya sebagai sesuatu yang layak konsumsi, tanpa berpikir bahwa substansinya belum tentu semuanya benar, akurat dan faktual.

Pendidikan adalah ladang pertama membangun kebiasaan melawan penyakit berita hoax. Penyebaran dan konsumsi buta terhadap berita hoax mesti ditangkisi dengan budaya kritis. Budaya kritis tercipta lewat pembatasan penggunaan internet untuk menyelesaikan tugas dan penulisan karya ilmiah di sekolah (lawan mentalitas Copy-Paste); lewat membangun kebiasaan diri menganalisa berita dan bersikap selektif membaca berita di dunia maya dan pengarahan kepada para siswa bagaimana membaca dan melihat dunia maya.

Berita hoax bisa dilawan dan ditangkisi. Ini bisa terjadi lewat metode pembelajaran di bangku sekolah, dalam mana dunia internet tidak dilihat sebagai sumber ilmu pengetahuan semata-mata, tetapi hanya salah satu dari sekian instrumen di dunia.  

#Marilah lawan Penyakit Hoax

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun