Beberapa hari terakhir dunia pemberitaan dihebohkan oleh pemberitaan seorang murid yang menantang gurunya saat ia diingatkan oleh gurunya sedang merokok. Dalam video itu nampak seorang siswa memegang kerah gurunya sambil merokok dan melempar kata-kata yang tidak sopan.Â
Dalam kelas itu nampak begitu ribut dan siswa yang merokok sambil duduk di meja. Kasus tersebut terjadi di salah satu SMP swasta di Kabupaten Gresik. Akhirnya kasus selesai dengan damai karena sang guru memaafkan siswa tersebut.
Baca juga: Peranan Peribahasa dalam Pendidikan Karakter
Kasus ini merupakan tamparan keras bagi pendidikan Indonesia yang notabene saat ini sedang digembor-gemborkan pendidikan karakter yang dinaungi dengan permendikbud No. 20 tahun 2018. Dalam permendikbud No. 20 tahun 2018 pasal 2 disebutkan bahwa PPPK dilaksanakan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan karakter.
Dengan penguatan pendidikan karakter ini diharapkan dapat menanamkan karakter mulia bagi peserta didik melalui pendidikan lingkungan sekolah mengingat saat ini semakin lunturnya nilai-nilai karakter siswa. Kasus tantangan siswa kepada guru adalah contoh nyata merosotnya moral siswa di lingkungan sekolah. Kasus ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Indonesia melainkan banyak juga kasus diluar sana yang tidak terekspos media.
Baca juga: Jika Konten Sudah Dikorbankan, Haruskah Pendidikan Karakter Juga Mengalami Penurunan?
Pendidikan karakter yang ada saat ini selalu dibenturkan pada HAM, ketika seorang guru memarahi muridnya, menghukum atau sejenisnya selalu dibenturkan dengan kasus HAM. Sedangkan ketika siswa berbuat sesuka mereka selalu dimaklumi karena mereka dalam proses belajar. Dahulu guru menjewer muridnya karena memberikan hukuman biasa-biasa saja. Melainkan ketika mereka dewasa mereka bersyukur pada gurunya itu karena telah membimbingnya.
Pergeseran paradigma yang tidak diimbangi antara pendidikan dan punishment membuat pendidikan karakter menjadi pincang. Karena ketika siswa salah mereka dianggap wajar sedangkan jika guru memberi hukuman mereka dianggap melanggar HAM.
Baca juga: Peran Orangtua dalam Membangun Pendidikan Karakter Anak Usia Dini dan Remaja
Kepincangan berikutnya adalah kecuekan orangtua dalam menghadapi perkembangan anak. Seolah orangtua membiarkan anaknya ketika ia salah. Orangtua kurang berperan dalam pembentukan karakter anak. Ketika anaknya yang salah maka sekolah yang harus memperbaiki anak. Seolah orangtua tidak peduli dan sekolah lah yang bertanggungjawab.Â
Kepincangan-kepincangan itu membuat pendidikan karakter tidak bisa berjalan dengan sepenuhnya. Hal ini memerlukan kesadaran antara orangtua, guru dan sekolah untuk bersama-sama untuk saling bekerjasama dalam membangun karakter generasi muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H