Mohon tunggu...
DONY PURNOMO
DONY PURNOMO Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan Penulis

Aktivitas sehari-hari sebagai guru, suka berwirausaha, dan suka menuliskan buah pikiran dalam coretan-coretan sederhana. kunjungi pula tulisan saya yang lain di http://pinterdw.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Darling, Antara Netral dan Memihak?

1 Februari 2019   17:22 Diperbarui: 1 Februari 2019   17:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah media darling sudah akrab dalam kehidupan kita. Istilah ini menjadi populer pada saat pemerintahan era SBY yang banyak menyoroti kegiatan SBY.  Kemudian berkembang lagi saat Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI. Sehari-hari media dihiasi oleh pemberitaan jokowi mulai dari kegiatan pribadinya hingga blusukannya ke berbagai daerah di Jakarta.

Media darling makin akrab saat BTP menjabat sebagi gubernur DKI Jakarta. Setiap hari pemberitaan juga dihiasi oleh pemberitaan BTP dengan berbagai kegiatannya. Mulai dari kegiatan pribadinya di rumah maupun berbagai kegiatannya melayani masyarakat Jakarta. Pada saat itu BTP menjadi sosok yang digandrungi media hingga akhirnya terhenti saat BTP tersandung kasus penistaan agama.

Media darling biasanya memberitakan seseorang dalam intensitas tinggi dalam pemberitaannya. Tokoh yang diberitakan positif akan menjadi positif didalam pemikiran masyarakat begitu juga sebaliknya. Sehingga media darling ini memiliki peran yang penting dalam membentuk mindset di masyarakat.

Fenomena media darling sebenarnya bukanlah hal yang salah, melainkan perlu penyikapan yang bijaksana dari media yang bersangkutan. Media darling akan menajdi berbahaya ketika yang diberitakan bersifat subyektif untuk memenuhi pesanan-pesanan oknum tertentu untuk kepentingan politik. Mengapa berbahaya? karena para penerima berita seolah menjadi konsumen yang hanya menerima berita tanpa ada kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Bagi masyarakat awam pemberitaan media darling yang tidak netral akan membetuk mindset seolah berita itu benar adanya karena telah dimuat di media. Mereka mempercayai berita begitu saja. Padahal, kenyataannya tidak sepenuhnya benar sehingga masih memerlukan literasi untuk mengklarifikasi kebenaran berita yang dimuat di media.

Sebenarnya berita yang disuguhkan media darling dengan mudah untuk dilacak kebenarannya melalui pemberitaan media lain. Namun, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan literasi dan waktu yang diluangkan untuk menggali informasi dari sumber yang lain. Akibatnya media darling menjadi satu-satunya rujukan berita tanpa melihat berimbang tidaknya isi pemberitaan media.

Seiring perkembangannya media darling yang tidak netral akan berakibat ditinggalkannya media itu karena semakin banyak orang faham dengan informasi yang semakin berkembang pesat dan mudah untuk diakses. Dengan kemampuan literasi ini dan keterbukaan informasi akan bisa membedakan media yang obyektif dan tidak obyektif.

Semoga masyarakat semakin dewasa dan cerdas dalam memilih sumber informasi, sehingga masyarakat semakin kritis dalam menelaah sebuah berita yang disuguhkan oleh media. Sehingga pemahaman yang diperoleh masyarakat menjadi berimbang untuk dapat memutuskan berita yang diterima benar atau salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun