Mohon tunggu...
Dony Dahana Wirawan
Dony Dahana Wirawan Mohon Tunggu... -

Beraktifitas sebagai peneliti dan dosen. Berdomisili di Osaka, Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Catatan Subyektif Kasus Bank Century

22 Januari 2010   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:20 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kerugian dari dampak sistemik adalah 100 triliun, dana bailout yang sebesar Rp 6.7 triliun masih dibawah angka maksimal sehingga bisa kita bisa anggap layak. Jika kerugian dampak sistemik adalah Rp 50 triliun, dana bailout melebihi angka maksimal dan harus dikatakan tidak layak. Jika kita menghitung berapa jumlah kerugian dampak sistemik yang diperlukan supaya dana bailout Rp 6.7 triliun dikatakan layak, kita dapatkan Y > Rp 60.3 triliun.

Apa yang ingin saya tunjukan disini adalah wajar tidaknya angka Rp 6.7 triliun tergantung pada besarnya kerugian dampak sistemik Y (dan kemungkinan terjadinya dampak itu tentunya). Tapi sekali lagi, tidak ada seorang pun yang tahu berapa besarkah kerugian yang akan kita alami dari dampak sistemik. Sri Mulyani mengatakan bisa ratusan triliun. Sebagai seorang WNI (meski tidak membayar pajak), saya ingin tahu pertimbangan apa yang dipakai untuk membuat estimasi ini. Dan sekali lagi, sayangnya tidak ada seorang pun dari anggota Pansus yang bisa mengorek informasi ini.
Apa yang sudah dan akan dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan performance BC?
Pertanyaan ini tidak kalah pentingnya dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya tapi luput dari perhatian kita selama ini. Salah satu alasan bailout adalah apabila BC diselamatkan dan performancenya bisa ditingkatkan maka nilai Bank ini akan melebihi Rp 6.7 triliun. Tapi realisasinya tidaklah semudah mengatakannya. Untuk membangun kembali Bank itu tidak cukup dengan menyuntikan dana atau sekedar merubah namanya. Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ketika kepercayaan terhadap pasar uang menurun dan persaingan yang semakin ketat. Butuh kerja keras di segala bidang, bukan saja dalam hal pengelolaan asset tapi juga perbaikan pelayanan kepada nasabah, management yang bersih, pengembangan produk baru, dan lain-lain. Pertanyaan seperti inilah yang seharusnya mendapatkan porsi waktu yang cukup lama dalam sidang Pansus. Lebih jauh lagi, upaya-upaya pencegahan apa saja yang dilakukan pemerintah dan BI supaya kejadian yang sama tidak terulang. Hal ini perlu dijelaskan kepada publik.
Apakah Pansus kasus BC memang diperlukan?
Saya sendiri beranggapan bahwa pembentukan pansus adalah perlu. Sudah menjadi hak rakyat sebagai pembayar pajak untuk meminta penjelasan atau pertanggungjawaban pemerintah atas penggunaan uang negara. Apalagi uang yang dipakai kali ini tidaklah kecil. Bisa-bisa negara kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan 7500 Doktor baru lulusan LN secara percuma.

Tapi dalam pelaksanaannya, sepertinya anggota Pansus lupa bahwa sistem pemerintahan kita adalah presindentil yang menyatakan bahwa menteri bertanggujawab terhadap presiden. Yang bertanggung jawab atas setiap keputusan anggota kabinet adalah presiden. Jadi yang seharusnya diperiksa bukanlah Sri Mulyani dan beberapa orang lain melainkan Presiden SBY. Pemanggilan Boediono sebagai Gubernur BI waktu itu sudah tepat karena BI adalah lembaga independent. Akankah Presiden SBY dipanggil oleh anggota Pansus yang di dalamnya ada beberapa orang Partai Demokrat?. Silahkan anda jawab sendiri.
Hasil apakah yang bisa kita harapkan dari Pansus?
Saya termasuk yang pesimis terhadap jawaban atas pertanyaan ini. Saya tidak yakin Pansus bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi rakyat Indonesia. Bukan tidak mungkin malah merugikan kita kalau misalnya biaya untuk mengadakan sidang-sidang itu memakan biaya yang mahal. Alasannya jelas kalau kita perhatikan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan. Banyak yang tidak relevan, kalau tidak kita katakan tak bermutu. Sulit untuk dikatakan kalau pertanyaan-pertanyaan mereka bisa menarik jawaban atas apa yang ingin diketahui masyarakat. Sebagai contoh, ada pertanyaan apakah Boediono menangis dalam suatu rapat, apakah Sri Mulyani pernah mengatakan kata "Robert" dalam suatu rapat, apakah tanda tangan Marsilam dalam daftar hadir adalah asli. Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak berguna.
Seorang teman saya memberi komentar dalam status saya di FB bahwa ada kemungkinan akhir dari sidang pansus ini adalah tawar menawar politik. Parpol-parpol yang mengirimkan anggotanya di Pansus akan berusaha meminta lebih banyak jatah kursi di pemerintahan dengan temuan mereka dalam sidang sebagai senjata. Di lain pihak pemerintah (baca PD) juga dalam posisi kuat karena bisa mereshuffle kabinet kapan saja. Tentu saja hal ini sangat tidak kita harapkan. Terlalu menjijikan kalau ini sampai terjadi.

*Catatan:(1) Kondisi ekonomi bisa dilihat dari panjangnya rambut wanita. Kalau secara rata-rata panjangnya bertambah, ini artinya banyak wanita yang mengurangi pengeluarannya untuk memotong rambut karena khawatir kondisi ekonomi akan semakin memburuk. (2) Setiap kepakan sayap kupu-kupu di hutan amazon bisa menyebabkan tornado yang bisa merusak perekonomian Amerika. (boleh percaya boleh enggak ;D )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun