"Indonesia telah kuat dalam impelementasi penanggulangan sampah, bukan sekedar komitmen. Saatnya mantapkan perilaku bersih sampah sebagai budaya. Manage your trash better!" - Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Popularitas Sampah di Wajah Indonesia Â
Bukan lautan, hanya kolam susu menjadi epitome betapa indah dan kaya alam Indonesia bagi setiap jiwa. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, kolam susu tersebut sudah tak lagi terngiang. Terlebih karena fakta bahwa tim peneliti di Amerika Serikat dan Australia yang dipimpin oleh Jenna Jambeck, seorang insinyur lingkungan di Universitas Georgia, menyimpulkan bahwa China dan Indonesia adalah sumber utama sampah yang menyumbat jalur laut global (McCarthy, 2018).Â
Duka Indonesia kian memuncak saat seekor paus mati terdampar sebab menelan 5,9 kilogram sampah pada November 2018 lalu. Kenyataan ini telah menggiring candaan sarkastik tentang lautan Indonesia, yaitu Bukan lautan, hanya kolam sampah. Tentu saja fakta ini terasa kontradiktif dengan upaya Indonesia menjadi poros maritim dunia.
Beragam inovasi telah banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani kasus ini, diantaranya target untuk menurunkan 70% sampah plastik tahun 2025 yang dituangkan dalam komitmen Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Sampah Plastik di Laut. Salah satu pemicu tertinggi jumlah sampah yang terbuang di laut Indonesia yaitu adanya aktivitas manusia di daratan yaitu hingga 80% (Muslimin, 2018).
Lain cerita dengan sampah yang terbuang di laut, masyarakat juga belum mengerti tentang pemanfaatan sampah di daratan sehingga langkah yang dilakukan yaitu dengan membakarnya.Â
Padahal, pembakaran sampah justru akan menjadi pemicu penyakit pernapasan, karena 29% asap hasil pembakaran sampah mengandung partikel logam yang dapat menembus langsung ke dalam paru-paru.Â
Sungguh disayangkan, masih banyak masyarakat yang belum menyadari hal tersebut sehingga tetap menghancurkan sampah dengan cara membakarnya di pekarangan rumah.
Berkaca dari bahaya pembuangan sampah di laut maupun pembakaran sampah di daratan, pemerintah telah menggandeng beragam lapisan masyarakat untuk advokasi budaya bersih dari sampah yang terkonsep dalam 3R (Reuse, Reduce, Recycle).Â
Implementasi dari konsep 3R tersebut diantaranya dengan menggunakan botol maupun wadah makanan pribadi untuk mengurangi penggunaan plastik, menghindari penggunaan sendok garpu sekali pakai, membawa tas pribadi ketika berbelanja, mendaur ulang sampah menjadi kerajinan, dan salah satu yang jadi primadona yaitu mengembangkan bank sampah.
Berkah Bank Sampah: Dorong Potensi Berbisnis DigitalÂ
Salah satu solusi yang gencar digagas pemerintah dan diminati banyak orang yaitu dengan pengembangan bank sampah. Melalui bank ini, setiap orang yang mengumpulkan sampah (nasabah) akan mendapat buku rekening dan sejumlah saldo dari tiap sampah yang dikumpulkan. Artinya, semakin banyak sampah yang ditabung, semakin banyak pula poin/saldo yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan. Briliant!
Di sisi lain, perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan layanan digital juga kian memuncak. Terbukti, jumlah pengguna internet di Indonesia per akhir tahun 2017 yaitu lebih dari 143,26 juta atau 54,68% dari total penduduk Indonesia (Kominfo, 2018).Â
Dengan data tersebut, muncul ide-ide kreatif dalam menciptakan peluang bisnis berbasis digital yang menggunakan sarana internet untuk menyelesaikan masalah sampah dalam negeri.Â
Peluang bisnis digital dari sampah yang sedang banyak digagas pemuda kreatif Indonesia yaitu dengan mendirikan perusahaan rintisan atau Startup mulai dari pemilahan, pengepulan, penjualan, pemanfaatan, bahkan penjualan kreasi dari sampah. Secara rinci, bisnis digital pengelolaan sampah ini dibagi menjadi basis web dan basis aplikasi.
Pertama, platform website peduli sampah telah berkembang secara masif sebagai inovasi futuristik. Web tersebut diantaranya SampahMuda.com, Litterasi.com, MallSampah.com, Mulung.co, Limbahagia.com, dan masih banyak lagi. Startup tersebut memiliki ciri khas khusus untuk menanggulangi sampah. SampahMuda.com misalnya, adalah platform digital pengelolaan sampah yang menghubungkan para pengepul, pengelola dan industri daur ulang sampah.Â
Kini, Sampahmuda.com telah berhasil mengelola sampah sebanyak 42 ton di enam desa dan tujuh pabrik di Jawa Tengah. Menariknya, dari bisnis tersebut SampahMuda berhasil membayar pelanggannya hingga Rp. 29,1 juta (Arahmi, 2017).Â
Berbeda dengan Litterasi.com, setiap orang yang mengumpulkan sampah akan mendapat poin dan dapat ditukar dengan buku bacaan. Litterasi hadir dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan bebas sampah dan meningkatkan minat baca masyarakat.Â
Satu lagi yang tak kalah melejit, yaitu Limbahagia.com yang telah berkibar di pasar internasional sebagai pengekspor biji/cacahan plastik untuk diolah di berbagai negara, termasuk di Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan ke Tiongkok dengan omzet ratusan juta rupiah.Â
Limbahagia membuka kesempatan bagi investor untuk turut mengolah limbah plastik menjadi nilai jual tinggi. Berbagai platform digital pengolahan sampah tersebut membuktikan bahwa pemuda Indonesia berani berubah menciptakan lingkungan bebas sampah.
Jenis bank sampah digital kedua yaitu berbasis aplikasi mobile. Dengan angka pengguna smartphone di Indonesia yang mencapai lebih dari 100 juta pengguna, bisnis digital pengelolaan sampah melalui aplikasi mobile pun semakin meluas, diantaranya BankSampah.id, Simalu, Kepul, Dompet Sampah, Obabas, Angkuts, Gringgo, serta puluhan aplikasi bank sampah yang tersebar di berbagai daerah. Dengan aplikasi tersebut, mengepul, memilah, mengolah, maupun menjual sampah menjadi jauh lebih mudah dan cepat.Â
Bukan hanya itu, poin maupun saldo yang terkumpul juga bisa ditukar dengan voucher pulsa, pembayaran listrik, PDAM, BPJS, saldo ojek online, beli buku, beli suvenir, dan masih banyak lagi. Sebagai contoh, BankSampah.id menjadi aplikasi bagi kita jika ingin membuka usaha bank sampah.Â
Di aplikasi ini pula, nasabah bisa menggunakan aplikasi bernama mySmash (Sistem Online Manajemen Sampah) yang telah terintegrasi dengan bank sampah seluruh Indonesia dan bekerja sama dengan puluhan merchant untuk transaksi.Â
Menariknya, nasabah tak perlu repot antar sampah karena akan dijemput oleh pengepul secara langsung. Semakin banyak sampah yang terkumpul, semakin banyak pula aksi daur ulang sampah menjadi barang yang lebih berguna.
Bisnis digital pengelolaan sampah tersebut hadir agar masyarakat Indonesia tak perlu bimbang untuk mengolah sampah karena bingung, malas atau malu menuju bank sampah. Platform ini juga mengajarkan gaya hidup bersih dan peduli lingkungan dengan cara yang lebih mudah yaitu hanya melalui gawai.Â
Melalui inovasi web dan aplikasi ala 3R, para pegiat startup tersebut bukan hanya berkontribusi terhadap kepedulian lingkungan, namun juga memberi edukasi kepada masyarakat serta menciptakan lapangan kerja baru; baik untuk developer, pengepul, pengelola, pengrajin kreatif, pedagang, dan masih banyak lagi. Inilah bukti bahwa mereka adalah orang-orang yang tak hanya berani 'nyampah' namun juga berani berubah untuk masa depan yang lebih baik.
Perkawinan Teknologi & Sampah Demi Masa Depan Indonesia
Meskipun masih belum masif digunakan, pelan namun pasti platform pengelolaan sampah berbasis web dan aplikasi ini akan menjadi turning point atasi masalah sampah dalam negeri.Â
Beragam kesuksesan dari platform digital tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepedulian tinggi dan antusiasme untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih namun juga membawa keuntungan.Â
Dengan kemajuan teknologi yang dikawinkan dengan sampah, akhirnya berhasil mendorong inovasi, kreativitas, lapangan pekerjaan, edukasi, serta kepedulian masyarakat terhadap sampah. Perkawinan brilian inilah wujud kontribusi ciptakan Indonesia Bebas Sampah 2025.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H