Mohon tunggu...
Puisi Pilihan

Mengulas Tokoh Minke, Contoh Pria Sejati

25 Februari 2016   20:37 Diperbarui: 4 April 2017   17:18 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siapa itu Minke? Ya mungkin tidak banyak orang tahu nama tersebut. Minke adalah salah satu tokoh dari tetralogi novel Bumi Manusia karya dari Om Pramoedya Ananta Toer. Tetralogi ini menceritakan kehidupan sosial di Indonesia pada zaman kolonial. Om Pramoedya dengan penggambarannya dapat membuat para pembaca masuk ke zaman tersebut. Mulai dari penggambaran tokoh hingga penggambaran suasana yang sedang terjadi saat itu. Pada tetralogi ini juga menceritakan strata kehidupan di masyarakat mulai dari golongan orang Eropa totok, peranakan orang Eropa atau dikenal dengan sebutan Indo, dan golongan pribumi yang merupakan golongan terendah pada zaman kolonial Belanda.

Saya akan mengulas atau membahas tentang tokoh Minke dalam novel pertama yaitu Bumi Manusia. Minke diceritakan adalah seorang pemuda pribumi yang hidup pada zaman kolonial. Sebagai selayaknya pemuda, Minke merupakan seseorang yang philogynik atau boleh dikatakan suka merayu atau pintar mengambil hati orang, termasuk hati para wanita. Kepintarannya-pun dapat dilihat dengan bagaimana ia mendapatkan Annelies, seorang dara indo yang langsung  jatuh hati saat bertemu dengannya. Tidak hanya mendapatkan hati dara tersebut Minke juga mendapatkan dukungan ibunya.

Pertemuan Minke dengan Annelies juga merupakan sebuah kebetulan. Intinya Minke hanya ikut bepergian dengan teman sekolahnya yang bernama Robert Suurhof, dengan iming-iming di sana ada seorang dara yang amat cantik dan jika Minke berhasil menaklukkan dara tersebut, ia akan mendapat pengakuan dari temannya bahwa Minke adalah seorang philogynik sejati.

Sesampainya di sana, Robert meninggalkan Minke sendiri dan kemudian Minke di hampiri oleh dara yang bernama Annelies. Jujur pada bagian ini saya penasaran sekali seperti apa rupanya Annelies itu, yang digambarkan kecantikkannya mengalahkan Ratu Wilhelmina pada zamannya. Bayangkan, betapa enaknya menjadi Minke, mendapatkan gadis yang cantiknya menandingi kecantikan Ratu Wilhelmina dan mendapatkan dukungan ibu dari gadis tersebut hanya karena coba-coba.

Bagian yang membuat kaum pria iri pada Minke tidak hanya sampai disitu. Setelah beberapa jam bermain disana, Minke dapat mendaratkan kecupan manis di pipi Annelies. Menang banyak!!!  Nyai Ontosoroh atau ibunya Annelies tidak marah ketika tahu bahwa anaknya dicium oleh seorang pria dan malah pada saat Minke ingin pulang, disuruhnya Minke untuk mencium anaknya lagi di depan matanya. Rezeki Nomplok!!!

Semenjak hari itu Annelies menjadi tergila-gila pada Minke dan memang tidak disebutkan dalam novel mereka berpacaran, tetapi mereka saling mencintai (hubungan tanpa status kalau anak zaman sekarang bilang, yang penting aku suka kamu suka). Annelies sampai sakit bila tidak berada di dekatnya Minke. Boleh dibilang Minke sudah berhasil menaklukkan hati Annelies. Sukses menunjukkan bahwa ia adalah pria hebat, pria sejati di depan mata Robert Suurhof, temannya.

Selain Minke pandai dalam memikat hati, Minke juga setia kepada Annelies. Setia terbukti dari suatu bagian novel diceritakan banyak orang tua yang menginginkan anaknya menikah dengan Minke karena Minke anak dari seorang bupati dan juga karena Minke seorang yang terpelajar. Semua surat undangan untuk datang melamar ditolak dengan sopan oleh Minke dengan surat juga. Ini juga membuktikan bahwa Minke selain setia, ia juga sopan dan tidak sombong. Minke masih mau membalas satu persatu surat undangan tersebut. Jika Minke sombong, sudah diabaikan saja surat-surat tersebut.

Minke juga merupakan pemuda yang rajin, rajin belajar di sekolah dan juga rajin dalam mencari penghasilan baginya sendiri. Di sekolah Minke seorang siswa yang teladan dan merupakan murid yang berprestasi di sekolah. Minke juga sering membuat karya tulis sastra yang dimuat di koran harian. Minke sangat memaksimalkan potensi yang ada dalam diri dia mulai dari belajar dengan sungguh-sungguh hingga ke pekerjaannya.

Minke juga orang yang ramah dan bersahabat, dapat dilihat dari banyaknya teman dan sahabat yang ia punya. Tidak jarang juga ia membantu sahabatnya, salah satu contoh, Jean Marais, seorang pelukis dari Perancis. Minke membantunya dalam menjual dan mencari peminat lukisan yang di buat Marais. Minke juga membantu Marais dalam menjaga dan merawat anaknya, May Marais. Tidak jarang juga mereka bertukar pikiran prihal masalah yang mereka hadapi masing-masing.

Selain sifat-sifat yang baiknya, Minke juga memiliki sifat buruk, contohnya keras kepala. Ia akan tetap berkukuh pada pendirian dan keinginannya meskipun beresiko atau berbahaya. Contohnya pada saat iya mendapat surat dari Nyai Ontosoroh yang menyuruhnya datang ke rumah untuk menemani bersama Annelies. Rumah yang keburukkannya dibicarakan oleh masyarakat itu-pun tetap didatangi olehnya. Ia tidak memperdulikan apa yang akan dibicarakan masyarakat tentangnya. Ada juga contoh lain yaitu pada saat ayahnya marah dan tidak akan diakui anak lagi. Tetapi Minke malah tidak mau mengalah dan membalasnya dengan acuh “Jika ia tidak mau menganggap aku ini anaknya lagi, biarlah. Biar aku mengabdi kepada seorang ibu saja.”.

Pada sebuah bagian dari novel diceritakan Minke sedang tidur bersama Annelies dan pada saat itu juga Minke mengetahui bahwa Annelies sudah tidak perawan lagi. Dan dari penjelasan Annelies, kakaknya-lah yang melakukan hal keji tersebut.  Minke yang mengetahui hal tersebut tetap menyayangi Annelies. Disini kita belajar 2 hal, Minke melanggar norma sosial dan norma agama yaitu melakukan hubungan intim di luar nikah, dan yang kedua adalah cinta Minke tulus kepada Annelies, bukan “Mencintai Karena” tapi “Mencintai Meskipun”.

Masih banyak pelajaran-pelajaran yang dapat kita petik dari tetralogi Bumi Manusia. Tidak hanya dari tokoh Minke, ada tokoh inspiratif lain di dalamnya. Artikel ini akan saya tutup dengan sebuah quote dari novel ini : “Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana;biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput (Bumi Manusia, h.119)” – Pramoedya Ananta Toer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun