“......” Prima cuma diam, sambil gigitin botol saos di hadapannya.
Selang beberapa saat, Sukron pun datang membawa pesanan kami. Berhubung sedang makan, kami sejenak menghentikan obrolan kami yang sedang seru. Obrolan seru mengenai masa depan masing-masing. Bagi Sukron, masa depannya tidaklah semenarik anak-anak pada umumnya. Kenapa begitu? Ya, secara blak-blakan,Sukron sudah bilang ke gue, kalau dia gak bisa kuliah dulu, karena belum ada biaya. Namun, di satu sisi, dia layak bangga, karena dia sudah bekerja dari saat kelas 2 SMA. Sebelumnya, dia sudah bekerja di Hotel sejak SMA sebagai waiter di berbagai Hotel besar di Surabaya. Sekarang, Puji Tuhan, dia mendapat pekerjaan yang lebih baik setelah lulus, yakni sales dari salah satu merek Hapeterkenal. Sedangkan gue? Hmm, gue belum jadi apa-apa dan belum tau akan melangkah ke mana. Gue bimbang, bagaikan kapal otok-otok yang ditaruh di dalam baskom. Ya, gue hanya bisa muter-muter di tempat yang sama saja dan belum keluar dari zona nyaman gue.
Kegalauan gue berawal setelah kelulusan SMA, karena gue masih bingung, apakah harus kuliah atau tidak. Di satu sisi, gue ingin kuliah, namun di satu sisi, sosok gue yang pemalas meminta untuk refreshing sejenak selama setahun. Gue memiliki prinsip, bahwa sukses itu gak harus kuliah dan menjadi sarjana kok. Pemahaman itu gue dapatkan, karena gue terinspirasi dari banyak orang sukses yang bukan merupakan seorang sarjana. Contohnya Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Pak Tejo. Siapa itu, Pak Tejo? Beliau adalah pengusaha ayam hias warna-warni yang dijual di depan sekolah-sekolah Dasar.
“Kuliah, gak kuliah itu sama aja, kalau rejekinya bagus ya bagus aja, walaupun cuma lulusan SD sekalipun. Setuju gak, Jenong?” ujar Sukron, sambil meledek Prima yang masih asyik gigitin botol saos.
“Iya Don, kali ini, aku setuju banget sama Sukron. Nasib kita itu ditentuin dari yang di atas loh. Jadi gak usah galau lagi,” kata Prima sok bijak.
“Yaps, bener tuh. Paling penting sih, kalau nanti udah sukses semua, jangan lupa sama teman lama yak,” ujar Sukron, sambil menyeruput sisa es teh di dalam gelasnya.
“Sudah, jangan galau lagi, masih muda kok galau terus, kita pasti sukses dengan jalan hidup kita sendiri-sendiri kok nanti, Don.” Ujar Intan berusaha menghibur gue, sambil melemparkan senyuman manisnya ke arah gue.
Pertemuan singkat malam itu, diakhiri dengan penuh kehangatan dan pengharapan. Ya, kita semua saling berharap dan percaya, bahwa kita semua akan bisa sukses kelak. Senang rasanya, bisa bereuni dengan beberapa teman lama. Gue tidak menyangka, ternyata kita masih bisa tetap akrab, meskipun sudah tidak mengenakan seragam yang sama lagi. Bukan hanya itu saja, kebahagiaan gue malam itu semakin lengkap, ketika mendengar kalimat terakhir dari Sukron, “Tenang, aku yang bayarin makanan mu, Don!”
..........
“Don, besok kita berangkat ke Tangerang, ya!” kata Cik Gong, dengan nada sedikit panik setelah menutup telepon rumah yang diangkatnya.
“Hah?! Besok?! Kok mendadak banget sih,” ujar gue bertanya dengan penuh rasa penasaran, sambil melompat dari atas kasur.