Mohon tunggu...
Donny Setiawan
Donny Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Main game dan menonton Anime

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Deterrence Korea Utara di Semenanjung Korea

12 September 2024   22:33 Diperbarui: 12 September 2024   22:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perspektif Deterrence pada Uji Coba Rudal Dengan Hulu Nuklir Korea Utara di Semenanjung Korea

Ketegangan di Semenanjung Korea yang semakin meningkat akibat perlombaan senjata dan uji coba rudal Korea Utara telah menjadi fokus perhatian internasional. Perkembangan terbaru di wilayah ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang nuklir, tidak hanya di Asia Timur tetapi juga di seluruh dunia. Uji coba rudal yang dilakukan Korea Utara, khususnya dengan hulu ledak nuklir, dipandang oleh banyak pihak sebagai ancaman serius terhadap stabilitas global. Namun, dari perspektif Korea Utara, tindakan tersebut dapat dilihat sebagai langkah Deterrence —usaha pencegahan yang ditujukan untuk melindungi kedaulatan negara dari ancaman invasi atau serangan militer oleh negara lain, terutama dari Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan tersebut, yaitu Korea Selatan dan Jepang.

Latar Belakang Ketegangan di Semenanjung Korea

Sejarah ketegangan di Semenanjung Korea dapat dilacak kembali ke Perang Korea yang terjadi antara 1950 hingga 1953, yang berakhir tanpa perjanjian damai resmi, melainkan hanya sebuah gencatan senjata[1]. Ini berarti, secara teknis, kedua Korea masih berada dalam keadaan perang hingga hari ini. Meskipun terdapat upaya diplomasi dan dialog antar-Korea pada berbagai kesempatan, ketegangan tetap tinggi, terutama karena perbedaan ideologis dan politik yang mendasar. Korea Utara, yang secara resmi dikenal sebagai Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), adalah negara komunis di bawah kepemimpinan dinasti Kim, sementara Korea Selatan (Republik Korea) adalah negara demokrasi yang memiliki hubungan erat dengan Amerika Serikat.

Semenjak akhir Perang Korea, situasi keamanan di Semenanjung Korea sangat dipengaruhi oleh hubungan antara kedua Korea serta intervensi kekuatan besar lainnya seperti Amerika Serikat, China, dan Jepang. Korea Utara merasa terancam oleh kehadiran pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan dan aliansi pertahanan trilateral antara AS, Korea Selatan, dan Jepang. Dalam hal ini, pengembangan senjata nuklir oleh Korea Utara muncul sebagai respons terhadap ancaman eksternal, yang mereka yakini dapat mengancam kelangsungan rezim mereka.

 

Persaingan Senjata di Semenanjung Korea dan Dinamika Regional

Perlombaan senjata di Semenanjung Korea merupakan bagian dari dinamika yang lebih luas di kawasan Asia Timur[2]. Selain konflik antar-Korea, terdapat pula ketegangan antara negara-negara seperti Jepang dan China, serta rivalitas antara Amerika Serikat dan China yang berdampak pada keamanan kawasan. Dengan adanya situasi geopolitik yang kompleks ini, pengembangan kapabilitas nuklir dan rudal balistik Korea Utara menjadi salah satu faktor yang memicu kekhawatiran banyak pihak, baik di dalam maupun di luar kawasan.

Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba rudal dan perangkat nuklir sejak awal 2000-an, yang puncaknya terjadi pada 2017 ketika mereka mengklaim berhasil menguji bom hidrogen. Rudal balistik antar-benua (ICBM) yang diuji Korea Utara disebut-sebut memiliki kemampuan untuk mencapai daratan Amerika Serikat, sebuah pernyataan yang jelas memperlihatkan niat mereka untuk menciptakan Deterrence yang efektif terhadap potensi intervensi militer Amerika. Uji coba tersebut segera memicu reaksi keras dari Amerika Serikat, yang kemudian meningkatkan tekanan melalui sanksi ekonomi dan militer, bekerja sama dengan sekutunya, Korea Selatan dan Jepang.

Namun, perlu dicatat bahwa Korea Utara secara konsisten menyatakan bahwa tujuan pengembangan senjata nuklir mereka adalah untuk Deterrence, bukan agresi. Bagi rezim Kim, ancaman dari Amerika Serikat sangat nyata, mengingat sejarah panjang intervensi militer Amerika di berbagai negara, termasuk di Asia. Dari perspektif Korea Utara, memiliki senjata nuklir adalah satu-satunya cara untuk menghalangi potensi invasi atau upaya menggulingkan rezim melalui kekuatan militer eksternal.

 

Logika Deterrence dalam Hubungan Internasional

Dalam teori hubungan internasional, Deterrence adalah strategi di mana suatu negara menggunakan ancaman pembalasan besar-besaran untuk mencegah musuhnya melakukan serangan pertama[3]. Pada dasarnya, Deterrence bertujuan untuk menjaga status quo dengan memastikan bahwa biaya yang ditanggung oleh negara yang menyerang akan jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Strategi ini telah digunakan oleh berbagai negara besar sejak era Perang Dingin, termasuk Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang membangun persenjataan nuklir besar-besaran untuk mencegah serangan dari satu sama lain. Deterrence nuklir, dengan demikian, merupakan komponen penting dari kebijakan pertahanan negara-negara besar, dan logika yang sama berlaku bagi Korea Utara.

Dalam konteks Semenanjung Korea, Korea Utara melihat kehadiran pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan, bersama dengan kekuatan militer yang canggih di Jepang, sebagai ancaman langsung terhadap keamanan dan kedaulatan mereka. Meskipun ada argumen yang mengatakan bahwa program nuklir Korea Utara melanggar berbagai resolusi PBB dan hukum internasional, dari sudut pandang Korea Utara, mereka melakukan apa yang dianggap sebagai keharusan untuk melindungi diri. Tindakan ini diperkuat oleh pengalaman sejarah mereka, termasuk intervensi Amerika Serikat selama Perang Korea dan perubahan rezim yang dilakukan oleh Amerika Serikat di negara-negara lain, seperti Irak dan Libya.

Keberhasilan Amerika Serikat dalam menggulingkan Saddam Hussein di Irak dan Muammar Gaddafi di Libya menjadi pelajaran penting bagi Korea Utara. Kedua negara tersebut sebelumnya tidak memiliki senjata nuklir dan akhirnya mengalami intervensi militer dari Amerika Serikat, yang berujung pada penggulingan rezim. Dengan demikian, pengembangan senjata nuklir oleh Korea Utara bisa dipahami sebagai upaya untuk mencegah skenario serupa terjadi di Semenanjung Korea. Rezim Kim percaya bahwa tanpa kemampuan nuklir, mereka akan lebih rentan terhadap tekanan militer dan diplomatik dari luar.

 

Kontroversi Global dan Dampaknya pada Asia Tenggara

Meskipun Korea Utara beralasan bahwa tindakan mereka bertujuan untuk Deterrence, uji coba rudal nuklir dan program nuklir mereka telah menimbulkan ketidakstabilan yang serius di kawasan Asia Timur dan sekitarnya[4]. Negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan Jepang sangat khawatir akan potensi serangan nuklir, sementara Amerika Serikat terus mengupayakan langkah-langkah untuk menekan Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya. Namun, upaya internasional untuk menekan Korea Utara melalui sanksi ekonomi dan diplomasi multilateral sejauh ini belum berhasil secara signifikan. Korea Utara tetap teguh pada posisinya, yang dipandang sebagai satu-satunya cara untuk menjaga keberlangsungan rezim dan kedaulatan nasional mereka.

Potensi perang nuklir di Semenanjung Korea juga menjadi perhatian global, termasuk bagi negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia. Meskipun Indonesia tidak secara langsung terlibat dalam ketegangan di Semenanjung Korea, risiko perang nuklir yang terjadi di wilayah tersebut akan membawa dampak yang sangat besar, termasuk potensi eksodus pengungsi, gangguan ekonomi, serta dampak lingkungan yang merusak. Selain itu, ribuan warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di Korea Selatan akan berada dalam bahaya jika konflik meletus.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, perlu mengambil sikap proaktif dalam merespons ketegangan ini. Meskipun Indonesia bukan pemain utama dalam geopolitik Asia Timur, peran diplomasi Indonesia dalam mendukung perdamaian dan stabilitas regional dapat memberikan kontribusi penting. Selain itu, perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang berada di luar negeri harus menjadi prioritas utama, termasuk dalam konteks potensi konflik di Semenanjung Korea.

 

Kesimpulan

Secara keseluruhan, meskipun tindakan Korea Utara dalam mengembangkan dan menguji senjata nuklir sangat kontroversial, hal ini dapat dipahami dari sudut pandang Deterrence. Korea Utara merasa terancam oleh kekuatan militer eksternal, khususnya Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, dan mereka menganggap pengembangan senjata nuklir sebagai langkah yang diperlukan untuk mempertahankan diri. Namun, terlepas dari logika yang digunakan oleh Korea Utara, ketegangan di Semenanjung Korea memiliki potensi untuk menyebabkan ketidakstabilan yang serius, tidak hanya di Asia Timur tetapi juga di seluruh dunia. Oleh karena itu, diplomasi dan upaya untuk menurunkan ketegangan harus menjadi prioritas komunitas internasional, termasuk Indonesia, guna mencegah terjadinya konflik yang lebih besar.

Referensi

[1] Somawan, S. S. (2022). Hubungan Korea Utara dan Korea Selatan dalam isu Internasional. HUBUNGAN KOREA UTARA DAN KOREA SELATAN DALAM ISU INTERNASIONAL.

[2] Grzelczyk, V. (2019). Threading on thin ice? Conflict dynamics on the Korean Peninsula. Asia Europe Journal, 17, 31-45.

[3] Davis, P. K., Wilson, P., Kim, J., & Park, J. (2016). Deterrence and stability for the Korean Peninsula. The Korean Journal of Defense Analysis, 28(1), 1-23.

[4] Davis, P. K., & Bennett, B. W. (2022). Nuclear-use cases for contemplating crisis and conflict on the Korean Peninsula. Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 5(sup1), 24-49.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun