Mohon tunggu...
Donny Setiawan
Donny Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Main game dan menonton Anime

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Deterrence Korea Utara di Semenanjung Korea

12 September 2024   22:33 Diperbarui: 12 September 2024   22:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Logika Deterrence dalam Hubungan Internasional

Dalam teori hubungan internasional, Deterrence adalah strategi di mana suatu negara menggunakan ancaman pembalasan besar-besaran untuk mencegah musuhnya melakukan serangan pertama[3]. Pada dasarnya, Deterrence bertujuan untuk menjaga status quo dengan memastikan bahwa biaya yang ditanggung oleh negara yang menyerang akan jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Strategi ini telah digunakan oleh berbagai negara besar sejak era Perang Dingin, termasuk Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang membangun persenjataan nuklir besar-besaran untuk mencegah serangan dari satu sama lain. Deterrence nuklir, dengan demikian, merupakan komponen penting dari kebijakan pertahanan negara-negara besar, dan logika yang sama berlaku bagi Korea Utara.

Dalam konteks Semenanjung Korea, Korea Utara melihat kehadiran pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan, bersama dengan kekuatan militer yang canggih di Jepang, sebagai ancaman langsung terhadap keamanan dan kedaulatan mereka. Meskipun ada argumen yang mengatakan bahwa program nuklir Korea Utara melanggar berbagai resolusi PBB dan hukum internasional, dari sudut pandang Korea Utara, mereka melakukan apa yang dianggap sebagai keharusan untuk melindungi diri. Tindakan ini diperkuat oleh pengalaman sejarah mereka, termasuk intervensi Amerika Serikat selama Perang Korea dan perubahan rezim yang dilakukan oleh Amerika Serikat di negara-negara lain, seperti Irak dan Libya.

Keberhasilan Amerika Serikat dalam menggulingkan Saddam Hussein di Irak dan Muammar Gaddafi di Libya menjadi pelajaran penting bagi Korea Utara. Kedua negara tersebut sebelumnya tidak memiliki senjata nuklir dan akhirnya mengalami intervensi militer dari Amerika Serikat, yang berujung pada penggulingan rezim. Dengan demikian, pengembangan senjata nuklir oleh Korea Utara bisa dipahami sebagai upaya untuk mencegah skenario serupa terjadi di Semenanjung Korea. Rezim Kim percaya bahwa tanpa kemampuan nuklir, mereka akan lebih rentan terhadap tekanan militer dan diplomatik dari luar.

 

Kontroversi Global dan Dampaknya pada Asia Tenggara

Meskipun Korea Utara beralasan bahwa tindakan mereka bertujuan untuk Deterrence, uji coba rudal nuklir dan program nuklir mereka telah menimbulkan ketidakstabilan yang serius di kawasan Asia Timur dan sekitarnya[4]. Negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan Jepang sangat khawatir akan potensi serangan nuklir, sementara Amerika Serikat terus mengupayakan langkah-langkah untuk menekan Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya. Namun, upaya internasional untuk menekan Korea Utara melalui sanksi ekonomi dan diplomasi multilateral sejauh ini belum berhasil secara signifikan. Korea Utara tetap teguh pada posisinya, yang dipandang sebagai satu-satunya cara untuk menjaga keberlangsungan rezim dan kedaulatan nasional mereka.

Potensi perang nuklir di Semenanjung Korea juga menjadi perhatian global, termasuk bagi negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia. Meskipun Indonesia tidak secara langsung terlibat dalam ketegangan di Semenanjung Korea, risiko perang nuklir yang terjadi di wilayah tersebut akan membawa dampak yang sangat besar, termasuk potensi eksodus pengungsi, gangguan ekonomi, serta dampak lingkungan yang merusak. Selain itu, ribuan warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di Korea Selatan akan berada dalam bahaya jika konflik meletus.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, perlu mengambil sikap proaktif dalam merespons ketegangan ini. Meskipun Indonesia bukan pemain utama dalam geopolitik Asia Timur, peran diplomasi Indonesia dalam mendukung perdamaian dan stabilitas regional dapat memberikan kontribusi penting. Selain itu, perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang berada di luar negeri harus menjadi prioritas utama, termasuk dalam konteks potensi konflik di Semenanjung Korea.

 

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun