Mohon tunggu...
Donny Hermaswangi
Donny Hermaswangi Mohon Tunggu... -

Petualang, Penikmat Sepakbola, Penggila Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Lelucon Para Jendral dan Era Baru Persepakbolaan

9 Juli 2010   20:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:58 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah di negeri di sebelah selatan benua hitam sana, berkumpulah para jendral yang baru saja gagal dalam menjalankan misi mereka di negeri tersebut. Di sana terdapat Brigadir Jendral Prancis, Brigadir Jendral Inggris, Mayor Jendral Argentina, Mayor Jendral Uruguay, Letnan Jendral Jerman, Jendral Italia, dan Jendral Besar Brazil. Mereka berkumpul dan bercerita soal kegagalan mereka dalam Operasi Vuvuzela.

Brigjend Prancis memulai berkisah tentang kegagalan mereka "Memalukan, sungguh memalukan operasi kali ini. Terlebih kali ini keutuhan kali ini tak sesolid seperti dulu karena faktor sang komandan peleton yang terlalu kolot dan terlalu percaya pada astrologi dalam memilih para legionaire kami." Pasukan Brigjend Prancis memang terlihat payah kali ini, keutuhan pasukan yang tak solid membuat mereka terlihat sebagai pecundang sejati pada operasi kali ini. "Namun tak soal, kami memiliki satu bintang di dada kiri kami." lanjutnya membesarkan hati.

Awalnya Jendral Italia tak mau bicara banyak pada temu jendral kali ini, namun berhubung mereka adalah penguasa dalam operasi empat tahunan edisi sebelumnya maka mau tak mau sang Jendral harus memberi pertanggungjawabannya. "Biar bagaimanapun hasil dari operasi kali ini memalukan saya yang berbintang empat dan penguasa operasi sebelumnya. Pasukan kami terlalu uzur kali ini dan sang komandan kompi keras kepala untuk meregenerasi mereka. Namun sangat susah mencari pasukan pengganti di Italia sana, pasukan muda kami tidak diberi kesempatan di peletonnya masing-masing. Memang ada peleton kami yang menguasai operasi di Eropa, namun peleton ini lebih banyak memakai pasukan asing, jadilah kami kesulitan mencari para serdadu-serdau muda yang tangguh dan terash mentalnya." keluh Jendral Italia yang malang ini, karena harus tersisih setelah kalah pada pertempuran terakhir.

Tongkat pembicaraan kemudian diambil alih oleh Brigjend Inggris. "Pasukan kami boleh dijuluki singa namun saat mulai operasi kali ini kami tak mampu mengeluarkan keteguhan hati seorang singa sesungguhnya. Padahal pasukan kami ditempa di batalyon paling glamor se-Eropa." beber Brigjend Inggris. "Namun sangat keji serangan  kilat pasukan Letjend Jerman, dibuat pontang-panting kami. Seandainya serangan udara pilot RAF kami, Letnan Satu Lampard, mengenai obyek vital pasukan Letjend Jerman mungkin kami bisa terus melaju." sambungnya. Letda Rooney, sang jago tembak asal peleton Manchester, pun tak mampu menunjukkan tajinya. "Toh, kami sudah mempunyai satu bintang di dada kiri kami." sambungnya lagi.

Mayor Jendral Argentina juga menuding serangan kilat Letjend Jerman "Kejam dan keji serangan kilat nan brutal itu. Serangan pertama dimulai tiga menit setelah pernyataan perang dikeluarkan, setelah itu tidak ada yang bisa kami lakukan lagi." Pasukan Mayjend Argentina berisi serdau-serdau yang luar biasa seramnya. Di sana berdiri Kapten Messi yang merupakan serdadu terbaik dunia tahun lalu. Kemudian ada Lettu Higuain dan Lettu Tevez yang tengah naik daun di peletonnya masing-masing. Namun apa daya, kejinya serangan kilat panzer-panzer Jerman membuat mereka menghentikan langkah mereka lebih cepat.

Tiba-tiba Jendral Besar Brazil mulai memaki setelah mendengar keluh kesah para jendral lain. "Sialan!" makinya. "Habis sudah riwayat saya! Sesepuh di Brazil sana sudah memaki-maki soal pendekatan dan taktik perang saya. Sudah saya rubah cara berperang kami yang biasanya dengan carfa yang lebih taktis dan praktis, namun nyatanya kelanjutan operasi kami kali ini hanya sampai di misi kelima. Keteledoran serdadu kami telah menghukum kami di misi terakhir kemarin, seandainya ia tidak memotong jalur serangan lawan, seandainya dia mengawasi garis pertahanan dengan benar, seandainya dia tidak berbuat indisipliner terhadap serdadu lawan, maka kami dapat melangkah lebih jauh lagi." kata sang jendral Besar. Serdadu yang dimaksud sang jendral tentulah Kopral Melo. "Operasi berikutnya kami tak boleh gagal lagi, kami mengenal medannya dengan benar. Lima bintang ini bisa bertambah satu lagi empat tahun lagi dan entah akan dipanggil apa saya dengan enam bintang nanti" lanjutnya.

Letjend Jerman yang pasukannya gilang-gemilang di lima misi sebelumnya gilang-gemilang, rona wajahnya bermuka netral, tidak bahagia maupun bersedih. Wajarlah karena pasukan mereka sebelumnya tidaklah terlalu diunggulkan, setelah kemenangan gemilang melawan pasukan Inggris dan pasukan Argentina, mereka seperti kehabisan amunisi ketika melawan tentara pimpinan Letkol Spanyol. "Panzer kami mogok, sang pilot Pratu Muller, terpaksa absen kali ini. Alhasil serangan kami dari flank kanan lumpuh, dan parahnya kelumpuhan ini menjalara ke semua lini kami. Namun kami tetap membusungkan dada dan menegakkan kepala walau harus tersisih, karena sebelumnya para legionaire kami sebelumnya tidak terlalu diunggulkan." Amunisi panzer-panzer ini memang seolah habis pasca membombardir pertahanan Inggris dan Argentina, dan terlihat kehabisan akal menghadapi taktik perang perwira progresif yang dipimpin Letnan Kolonel Spanyol.

Namun ada satu Jendral yang terlihat sumringah di antara para dewan jendral yang berkumpul saat itu, dialah Mayjend Uruguay. "Bagaimana wajah saya tidak terlihat sesenang seperti ini. Prajurit-prajurit saya telah melebihi ekspetasi publik. Sudah lama pasukan kami dipandang sebelah mata, namun kini dada kami bisa membusung lebih depan daripada pasukan Letjend Jerman. Coba lihat bagaimana patriotiknya Kopral Suarez yang rela mati demi kemenangan negerinya." Pasukan pimpinan Mayjend Uruguay mengalami thriller dalam peperangan melawan pasukan Ghana dan ini tidak ditemui oleh pasukan-pasukan lain.

Ada satu kesamaan yang diyakini para jendral ini, mungkin memang sekarang waktu yang tepat untuk sebuah era baru dalam jajaran mereka kali ini. Taktis pragmatis dari para perwira menengah progresif yang ditampilkan pasukan pimpinan Kolonel Belanda dan Letnan Kolonel Spanyol ternyata jauh lebih efektif dan mematikan. Kolonel Belanda dengan berani mengubah taktik yang biasa dijalankan para pemimpin pasukan Belanda sebelumnya, yang menekankan cara menyerang dan bertahan secara bersamaan, walau kadang-kadang garis pertahanan mereka suka bocor sehingga musuh dapat menyerang mereka dan membuat mereka terluka sedikit parah.

Pasukan pimpinan Letkol Spanyol jauh lebih taktis lagi dalam menjalankan taktik perangnya. Mereka tidak royal mengeluarkan pelurunya di awal-awal pertempuran, tidak seperti yang dilakukan pasukan Jerman. Setelah pertarungan memasuki waktu-waktu krusial, maka dilakukanlah serangan ke titik vital pertahanan lawan hingga mereka tak mampu lagi melawan. Terkesan jauh lebih kejam daripada yang dilakukan oleh pasukan Jerman, namun banyak yang tak terkesan oleh peperangan seperti ini. Musuh dikepung sedemikian rupa hingga mereka lengah dan lelah, lalu dor! dan sang musuh tak mampu lagi melawan karena kepungan mereka. Pasukan Jendral besar Brazil pun hendak mencoba taktik sang Letkol ini, namun dengan berperang seperti ini seolah mengkhianati gaya berperang mereka sesungguhnya. Ketika pasukan Brazil hendak berperang dengan cara yang mendarah daging dalam diri mereka, akhirnya mereka harus tenggelam oleh 'keeleganan' taktik perwira progresif lainnya yakni pasukan Kolonel Belanda.

Cara berperang lebih efektif memang menjadi tren baru saat ini, namun jika kemenangan dan kebanggaan yang hendak dicari, maka bermain efektiflah sesekali namun jangan sekali-sekali melupakan cara berperang sesungguhnya, di mana saling menyerang adalah suatu keindahan. Era baru persepakbolaan memang sedang datang, salah satu dari dua kolonel in akan menjadi seorang jendral setelah 11 Juli nanti. Satu bintang akan disematkan di dada kiri mereka. Siapa yang jadi pemenang pertempuran terakhir dari Operasi Vuvuzela kali ini. Tentunya tim yang bermain efektif sekalipun belum tentu menang, kadang keberuntungan haruslah tetap diperlukan kala mencari keefektifan tidaklah gampang. Tanyakan saja pada Paul si gurita peramal jika anda masih tak percaya. (deha)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun