Mohon tunggu...
Donny Hermaswangi
Donny Hermaswangi Mohon Tunggu... -

Petualang, Penikmat Sepakbola, Penggila Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Panzer Kali Ini Tidak Pakai Diesel Lagi

15 Juni 2010   17:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:31 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat cara bermain anak-anak Jerman asuhan Joachim Loew pada pertandingan awal Piala Dunia 2010 melawan Australia di grup D, seperti melihat pasukan SS Nazi Hitler di masa lampau. Beringas! Mungkin itu kata yang tepat. Bermaterikan pemain-pemain muda dan hanya bermain di liga lokal, tidak membuat mereka minder menghadapi pemain-pemain Australia. Kehilangan Michaek Ballack sebelum turnamen dimulai menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi Loew.

Dalam wawancaranya dengan Der Spiegel sesaat mengumumkan skuad Piala Dunia 2010, Loew berkata "Kehilangan Michael adalah hal besar untuk kami, mengingat kontribusinya selama ini. Namun dengan skuad yang ada sekarangm saya harap permainan anak-anak lebih berkembang". Ballack adalah pemain yang luar biasa besar bagi Jerman, namun terkadang dari Ballack pula sistem permainan Jerman terbaca oleh lawan karena cenderung monoton karena bola akan mengalir ke Ballack terlebih dahulu. Terkadang sang spielmacher terlalu lama memikirkan ke arah mana bola harus ia oper dan membuat lawan terlebih dahulu menjaganya atau memotong jalur passing dari Ballack. Sekarang alur bola Jerman lebih dinamis tanpa sang kapten, sayatan-sayatan dari semua sisi lapangan tampak sangat berbahaya.

Tempat Ballack sejatinya ditutupi oleh Semi Khedira, namun bos sesungguhnya di lapangan tengah Jerman adalah sang wakil kapten Bastian Schweinsteiger. Schweini adalah nyawa Jerman sekarang walaupun kemarin perannya seolah tak terlihat oleh aksi-aksi Mesut Oezil dan Thomas Muller menari-nari di sisi lebar lapangan. Perannya sebagai box-to-box midfielder mengingatkan perpaduan tepat Andreas Moller dan Jupp Heynckes di tim Jerman dahulu, namun lebih cocok jika Schweini dibandingkan dengan legenda Belanda Johan Neeskens. Di kaki Schweini, bola mengalir memanjakan kegesitan Oezil dan Muller seperti yang terjadi pada gol pembuka dan penutup Jerman. "Laksana Blitzkrieg" ujar Lukas Neil, kapten dan bek Australia, menanggapi pertanyaan wartawan tentang duet Oezil dan Muller di sayap Jerman seusai pertandingan yang dilansir dari situs Fifa.com.

Peran pemain lain pun tak kalah hebatnya. Oezil, tak perlu ditanya bagaimana kemampuannya. Legenda sepakboa asal Brazil, Pele, pernah memasukkan namanya ke dalam 25 pesepakbola paling berbakat pada medio 2006 lalu alias waktu ia masih berumur 18 tahun. Muller adalah pemain paling berkembang di tim Jerman saat ini bersama rekannya di timnas dan juga di Muncehn, Holger Batstuber. Muller dan Badstuber adalah contoh dari jalannya regenerasi, baik di timnas dan Munchen. Dua-duanya pemilik medali kejuaraan Eropa U-17 (pada 2008) dan U-21 (pada 2009) di bawah asuhan Mathias Sammer. Miroslav Klose dan Lukas Podolski sedang menunjukkan bahwa diri mereka belum habis setelah melewati musim 2009-2010 yang buruk. Sang kapten dadakan, Phillip Lahm mencoba menutupi tubuh kecilnya dengan stamina luar biasa yang mengingatkan kita pada kapten Inter Milan, Javier Zanetti. Sedangkan segitiga pertahanan Manuel Neuer-Per Mertesacker-Arne Friedrich tampil lugas dalam menjaga pertahanan.

"Karena mereka Jerman!" itulah perkataan Rudi Voeller dalam tulisannya di majalah fourfourtwo medio Mei lalu dan sempat dimuat di tabloid Bola. Ya, karena mereka Jerman maka janganlah heran jika tim ini dapat menembus semifinal nantinya. Di saat orang-orang membicarakan peluang Spanyol, Brazil, atau Argentina yang akan bertarung pada 11 juli nanti, mungkin kini mereka harus menambahkan Jerman sebagai salah satu bahan pembicaraan terlepas hasil mereka melawan Australia kemarin. Akankah anak-anak besutan Joachim Loew ini mampu mendirikan Reich ke-4 di Afrika Selatan kali ini dengan membumi hanguskan lawan-lawannya dengan serangan kilat a la Blitzkrieg. Kini sang Panzer tak lagi menggunakan diesel sebagai bahan bakarnya sehingaa lambat panas, mungkin nuklir adalah bahan bakar yang tepat untuk panzer-panzer muda ini sekarang. (deha)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun