Perkembangan teknologi itu ibarat roda yang terus berputar, dinamis dan selalu berpindah tempat. Secanggih-canggihnya roda, untuk dapat menggerakkannya dibutuhkan mesin, atau manusia untuk membuatnya berputar dan bergerak. Sama halnya seperti teknologi, untuk membuatnya berkembang, dibutuhkan orang-orang yang revolusioner yang membuat teknologi terus berkembang.
Di era 80 hingga 90an saya mengenal teknologi yang sangat booming saat itu yakni Microsoft dengan MS Dos dan Windows 98 nya yang terkenal, bahkan era tersebut dapat dikatakan sebagai eranya Microsoft. Bagaimana dengan mencari informasi tugas kuliah? selain melalui koran yang kemudian saya jadikan kliping, di era tersebut ada mesin pencari bernama Alta Vista, namun mesin pencari tersebut tidak memuat informasi secara rinci dan rapih sehingga sulit mencari informasi atau data yang diinginkan.
Namun pepatah roda itu bulat dan akan terus berputar benar adanya, seiring dengan berkembangnya zaman dan makin banyaknya “pemain” baru di dalam dunia teknologi maka era Microsoft bahkan Alta Vista (tanyakan saja anak sekarang, pasti tidak ada yang tahu) mulai bergeser. Saat ini kita mengenal satu nama perusahaan teknologi yang terkenal yaitu Google.Inc.
Saya merupakan salah satu penggemar perusahaan teknologi buatan Sergey Brin dan Larry Page ini yang awalnya merupakan sebuah mesin pencari yang kemudian berkembang pesat menjadi penguasa teknologi. Mengapa saya katakan sebagai penguasa teknologi? Karena argumen saya saat ini adalah sudah banyak masyarakat yang menggunakan perangkat yang Google ciptakan.
Ketika mengirim pesan, kita menggunakan e-maildengan akun Gmail,ponsel canggih yang anda gunakan, saya jamin sebagian besar menggunakan OS Android yang notabene buatan Google, video musik, olahraga yang anda streamingmelalui Youtube, dan ketika anda dan saya ingin mencari informasi maka kita akan membuka mesin pencari yang kita sebut “Mbah Google”.
Secara tidak kita sadari bahwa saat ini Google hampir menjadi sebagian dari aktivitas di dalam hidup kita sehari- harinya. Tidak ada perusahaan lain, yang dapat melakukan hal ini sebaik Google, bahkan Apple.Inc apalagi Alta Vista pun tidak. Maka tidak mengherankan apabila Google meraup keuntungan US$23,4 miliar pada tahun 2015.
Dengan memiliki banyak cabang serta basis yang kuat di berbagai negara termasuk di Indonesia maka sah-sah saja Google mendapatkan pendapatan yang fantastis. Kemudian akan timbul sebuah pertanyaan, bagaimana Google membayar pajaknya di Indonesia? Bukannya mereka banyak mendapatkan keuntungan dari penggunaan produk-produk mereka di Indonesia? Awal tahun ini banyak sekali pertanyaan yang berkembang seputar pajak Google, hal ini dikarenakan sebagai perusahaan besar, Google tidak memiliki cabang di Indonesia.
Lalu bagaimana mereka membayar pajak mereka? Kasus pajak Google atau perusahaan teknologi lain sebut saja Facebook atau Twitter di Indonesia bukan menjadi hal baru lagi. Wacana untuk menjadikan Google sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sudah bukan merupakan hal baru lagi. Lalu mengapa harus BUT?
Mungkin sebagian orang awam belum mengetahui apa itu BUT. Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia [...] badan yang tidak didirikan di Indonesia untuk menjalakan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia (Mardiasmo, 2011). BUT ini dapat berupa kantor cabang, ataupun tempat kedudukan manajamen.
Untuk negara Asia, Google menempatkan kantor cabangnya di Singapura, Jepang, India, dan Tiongkok. Oleh karena itu, biaya operasional Google di Indonesia akan masuk pajak BUT di Singapura. Pasti anda bertanya-tanya mengapa Google yang sudah memilih kantor di Indonesia perlu di BUT kan?
Mudah saja alasannya, hal ini disebabkan kantor Google yang ada di Indonesia hanya berupa kantor perwakilan saja which istidak akan kena pajak. Hal ini tentu bertolak belakang dengan praktik di lapangan dimana Google telah menjalakan operasionalnya di Indonesia dan telah mendapatkan banyak keuntungan dari aktivitasnya tersebut, maka sudah sepantasnya mereka di kenakan pajak apalagi kantornya sudah dijalankan lebih dari 183 hari di Indonesia. Pintar bukan Google itu? Kemudian munculah pokok pertanyaan lain di benak saya bagaimana dengan objek penghasilan dari Google apabila di bentuk secara BUT?
Apabila Google di bentuk secara BUT maka objek pajak penghasilannya adalah berupa harta yang dimiliki atau dikuasai. Sederhananya apabila Google menyediakan jasa iklan di Indonesia yang akan di tayangkan di Youtube melalui cabang mereka di Indonesia maka laba atas iklan tersebut akan menjadi pajak penghasilan atas Wajib Pajak BUT.
Saya juga berandai-andai apabila Google memiliki kantor manajemen di Indonesia dengan cara independen dimana mereka berinvestasi di Indonesia dengan nama Google Indonesia, maka penggunaan merek dagang Google tersebut memiliki hubungan efektif dengan Google.Inc di Amerika Serikat. Oleh karena itu dapat saja kita simpulkan bahwa penghasilan Google Indonesia dapat diperhitungkan sebagai penghasilan BUT.
Oke kita mengetahui bahwa dengan BUT, Google dapat dikenakan pajak atas aktivitas operasional mereka di Indonesia, jadi sekarang bagaimana dengan perlakuan pajaknya? Sesuai peraturan, maka Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia akan dikenakan PPH pasal 26 sebesar 20%.
Mungkin terdengar sederhana secara teoritis untuk Google membangun sebuah kantor cabang di Indonesia. Saya yakin semua buku teori mengenai pajak akan mengatakan hal yang sama diatas Namun tentunya untuk dapat mewujudkannya melibatkan banyak perhitungan dan analisis. Dan sebagai seorang mahasiswa yang cukup tertarik dengan pengetahuan mengenai pemungutan cukaiini maka, saya bisa memahami mengapa Indonesia melalui Menteri Komunikasi Rudiantara bersikeras Google harus di BUT kan.
Alasan pundi-pundi pemasukkan melalui pajak dari perusahaan internet ini akan menambah kas negara kita selain dari penjualan rokok yang sudah menjadi rahasia umum sebagai pemasukkan utama pajak kita. Maka dengan pendapatan yang dapat mencapai lebih dari US$ 1000 perdetiknya, dapat kita bayangkan berapa pajak yang dapat ditarik bukan?
Namun ada alasan lain selain pajak, bukannya dengan BUT kan Google maka perusahaan startuplokal di Indonesia bisa ikut terkena imbas untuk dapat berkembang lebih jauh. Jadi dari BUT ini memiliki manfaat yang besar bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H