Mohon tunggu...
Donna Maura
Donna Maura Mohon Tunggu... Jurnalis - S1 PWK Universitas Jember

191910501076

Selanjutnya

Tutup

Money

Usaha Bodong Lama Tak Membayar Pajak, Baru Ketahuan

12 April 2020   10:25 Diperbarui: 12 April 2020   10:39 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan merupakan salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh sejuta umat di dunia. Liburan merupakan keadaan dimana kita semua bisa terbebas dari kegiatan sehari-hari seperti bekerja dan sekolah. Umumnya liburan terjadi pada saat hari raya besar. 

Contoh nya seperti libur lebaran, libur natal, dll. Untuk kalangan yang masih bersekolah, liburan biasanya terjadi saat kenaikan kelas atau pergantian semester. 

Selain itu, liburan dapat dilakukan hanya dengan sekedar bersantai dirumah menimati waktu senggang.. Liburan pun juga dapat dinikmati dengan berkumpul dengan anggota keluarga serta dapat dinikmati dengan mengunjungi berbagai tempat wisata yang ada.

Ponorogo merupakan daerah yang memiliki berbagai macam daerah wisata yang dapat dikunjungi saat liburan tiba. Contohnya yaitu Wisata gunung beruk, Waduk Bendo Sawoo, Telaga Ngebel, dan Alun-Alun Ponorogo.

Tempat yang sering dikunjungi orang-orang pada saat liburan yaitu Telaga Ngebel. Telaga Ngebel terletak di Kecamatan Ngebel yang berdekatan dengan Kecamatan Jenangan. 

Hal yang membuat para wisatawan tertarik berkunjung ke Ngebel yaitu banyaknya penjual duren pada saat liburan, ada makanan nangka goreng, dan terdapat banyak restoran seafood yang berjajar disepanjang Telaga Ngebel. 

Hawa yang dingin membuat wisatawan betah dengan didampingi minuman hangat yang diminum di pinggir telaga dengan bercengkrama satu sama lain. Tapi, taukah kalian bahwa berjualan di sekitar Telaga Ngebel dikenai pajak dan retribusi? 

Dalam pengolahan suatu tempat wisata, pemerintah Ponorogo menetapkan sejumlah Pajak dan Retribusi bagi penjual yang berjualan tepat didalam lokasi wisata tersebut. Pajak dikenakan kepada restoran-restoran apung yang besar sedangkan pedagang kecil seperti warung-warung hanya dikenakan retribusi.

Pajak berasal dari bahasa latin taxo yang memiliki pengertian iuran ataupun pungutan yang bersifat wajib oleh rakyat kepada Negara yang dilakukan berdasarkan UU. Pembayaran pajak ini tidak langsung memberikan balas jasa kepada wajib pajak, tetapi diberikan balas jasa untuk kepentingan umum. 

Pembayaran pajak juga harus berupa uang bukan barang karena pajak dibayarkan langsung ke pemerintah. Pembayaran pajak juga sudah tercantum jelas di perundang-undangan. Pajak juga memiliki jenis-jenis tersendiri. 

Pajak yang dikelola langsung oleh direktorat jendral pajak yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM),  Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota yaitu Pajak Kendaraan, Bea Balik Nama, Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor, Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah, Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, dan Parkir.

Telaga Ngebel merupakan daerah yang ramai akan penjual. Terdapat banyak restoran apung yang berjajar. Resteroran tersebut menjual berbagai macam makanan seafood. 

Mendirikan suatu usaha restoran di tempat wisata juga harus dikenai pajak oleh pemerintah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten Ponorogo. Tetapi baru-baru ini diketahui adanya kecurangan yang dilakukan para pengelola restoran apung tersebut. Terdapat sejumlah 18 restoran apung di Telaga Ngebel tidak memiliki izin atau bodong. 

Hal itu sangat melanggar peraturan Pemkab Ponorogo. Setelah mendengar kabar tersebut, Pemkab Ponoroo bergegas melakukan razia di kompleks usaha restoran tersebut. 

Razia tersebut dilakukan oleh satpol pp da Inspektorat Pemkab Ponorogo. Setelah diamati usaha tersebut melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Ponorogo.

Selain itu, para pengusaha restoran itu diketahui hanya membayar pajak sebesar Rp. 50.000 per bulan untuk PAD Ponorogo. Hal tersebut sangat disayangkan dan sangat melanggar peraturan perpajakan pemerintah Ponorogo. 

Mereka membayar pajak dengan tidak menyesuaikan perhitungan dari peraturan. Para petugas tersebut mendata semua restoran yang melakukan pelanggaran dan mereka menertibkan papan usaha illegal. Selanjutnya, pelanggaran tersebut akan dilaporkan langsung ke Bupati Ponorogo Ipong Muchlssoni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun