Mohon tunggu...
Donna Dwinita Adelia
Donna Dwinita Adelia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Love to hide behind words

Ibu dua anak yang suka buang sampah lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Piring-piring Cantik nan Sakti

26 Mei 2020   09:02 Diperbarui: 26 Mei 2020   09:29 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.instagram.com/pt.luckyindahkeramik1

Setelah rampung dengan prosesi sungkeman, mulailah acara yang selalu ditunggu. Apalagi kalau bukan bertukar cerita seru sembari menikmati hidangan yang sudah tersaji di depan mata. Kulihat dari kejauhan, piring-piring cantik itu mulai beraksi. Satu demi satu paman, bibi dan saudara-saudara sepupuku bergantian mengambil piring dan mengisinya sekehendak hati. Di mataku, piring-piring cantik itu tampak sedang bersuka cita. Mereka tampak sangat menikmati berbagai hidangan yang dituangkan padanya.

Sejenak kemudian perutku mulai mengirim sinyal minta diisi. Aku segera bergabung dengan para sepupu yang masih sibuk mengisi piring-piringnya. Aku mengambil satu piring yang masih bersih. Sebagai pembuka, aku memilih menu ketupat komplit dengan lauknya. Setelah puas dengan isi piringku, aku pun beralih mencari tempat duduk yang nyaman untuk menikmatinya. Sekilas kulihat beberapa pamanku sudah selesai menikmati hidangannya. Aku rasakan detak jantungku berdebar sedikit lebih cepat. Inilah waktunya. Beberapa saat lagi adalah momen yang menentukan apakah piring-piring cantik itu akan menunjukkan kesaktiannya kembali atau tidak.

Seorang tanteku tampak sudah selesai bersantap dan sedang berjalan menuju dapur. Ketika melewati pamanku yang notabene adalah suaminya, beliau sekaligus mengambil piring paman yang juga sudah rampung menikmati hidangannya. Sesampainya di dapur, tanteku segera mencuci bersih piring-piringnya dan meletakkannya di rak piring yang tersedia. Aku pun bernapas lega. Sepertinya kekhawatiranku kali ini tidak beralasan. T

etapi rupanya aku terlalu cepat bersenang hati. Tak berapa lama kemudian kulihat pamanku yang lain berjalan ke arah dapur diikuti dengan anak-anaknya. Mataku seketika menatap nanar ketika pamanku dengan tenangnya meletakkan piring kotornya begitu saja di dalam bak cuci tanpa merasa perlu untuk mencucinya. Tindakan serupa dilakukan pula oleh para kerabat dan saudara yang lain. Dalam sekejap aku bisa melihat tumpukan menggunung piring-piring kotor di dapur.

Seketika itu juga kumerasa kehilangan tenaga. Aku merasa kalah dengan kesaktian piring-piring cantik itu. Aku bahkan bisa mendengar mereka seakan tertawa mengejekku dari bak cucian di dapur. Sekali lagi, piring-piring cantik itu kembali beraksi menunjukkan kesaktiannya. Kesaktian yang mudah sekali muncul dengan bantuan karakter manusia seperti pamanku. 

Karakter manusia yang cenderung tidak peduli untuk sekedar membereskan hal remeh yang seharusnya menjadi tanggung jawab masing-masing. Satu saja piring kotor tergeletak di bak cuci akan dengan mudah mengundang teman-temannya yang lain untuk bergabung bersamanya. Satu tindakan dari pamanku akan mengundang tindakan serupa yang akan dilakukan oleh lainnya.

Lebih hebatnya lagi, kesaktian yang ditunjukkan oleh piring-piring itu juga dapat menular pada yang perkakas yang lain. Seperti sekarang yang terjadi di depan mataku. Seorang sepupuku baru saja mengambil sebuah mug yang masih bersih setelah sebelumnya dia juga sudah mengambil gelas yang digunakannya untuk minum dan entah sekarang tergeletak di mana. Hal yang sama juga terjadi pada air mineral kemasan yang disediakan nenekku. Seringkali aku mendapati gelas-gelas air mineral yang baru berkurang sedikit isinya tergeletak begitu saja dan para kerabatku lebih memilih untuk mengambil air kemasan yang baru daripada menghabiskan miliknya yang masih banyak tersisa airnya.

Seluruh yang hadir di sini adalah kerabat dekatku. Semua tahu dan mengerti bahwa nenek hanya hidup berdua dengan ibuku tanpa adanya Asisten Rumah Tangga. Hal ini juga berarti beliau berdua membereskan semua pekerjaan domestik secara mandiri tanpa bantuan orang lain. 

Entah apa yang terbersit di benaknya ketika mereka secara bersama dan kompak memantik kesaktian piring-piring cantik itu. Tak berhenti sampai situ kemudian menularkannya pada para gelas dan perkakas lainnya. Apakah mereka memang berniat menambah beban pekerjaan untuk nenek dan ibu ? Atau mungkin ada alasan lain di baliknya ? Sayangnya aku juga tak pernah ambil pusing untuk mengejar lebih lanjut. Walaupun kemudian seringkali aku tak mampu menahan diri untuk ngomel sendiri sekedar untuk melampiaskan kejengkelanku.

Hari mulai beranjak siang. Kesaktian piring-piring cantik itu makin menjadi-jadi tanpa ada seorang pun yang berniat menghentikannya. Dengan gontai aku membawa piring bekas makanku menuju bak cuci yang tampak lelah dengan isinya yang sangat sarat. Perlahan kutumpukkan piringku untuk bergabung dengan lainnya. Kulihat satu piring ayam jago tampak begitu tersiksa. Ayamnya tak tampak jago lagi, justru lengket sana sini teraniaya oleh kuah opor dan sambal. Di sisi kanannya, ayam jago lainnya tampak kusut dan merana tertimpa kuah telur petis yang sangat lengket dan bau. Mantra yang kurapalkan pada mereka tadi pagi ternyata percuma saja.

Sementara itu canda dan tawa terus bergulir diiringi menipisnya jumlah kudapan. Tak terasa waktu berlalu ketika kemudian jam dinding nenek kembali berdentang. Kali ini tiga kali dentangan yang kudengar menunjukkan pukul 3 sore. Tiba saatnya satu persatu kerabatku undur diri. Setengah jam kemudian semua sudah berpamitan dan kembali meninggalkanku seorang diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun