Mohon tunggu...
Donkollâ„¢ Haeruddin
Donkollâ„¢ Haeruddin Mohon Tunggu... -

Tukang angon onta wkwkwkwkkwkwkwk

Selanjutnya

Tutup

Money

TKW Lebih Banyak Diperlakukan Kasar di Negaranya Sendiri

25 November 2010   06:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini karena sebuah tugas,saya diharuskan menemui orang orang arab.Karena mengetahui saya berasal dari Indonesia,mereka tak lupa mengucapkan rasa simpati atas berita tentang TKW kita yang disiksa majikannya.Beberapa diantaranya dengan nada tinggi menyebut pelakunya sebagai hewan dan semoga saja Allah melaknatnya.Secara umum sikap masyarakat saudi memang sangat menyayangkan adanya penyiksaan itu.Bahkan gubenur kota Madinah berjanji akan terus memonitor kasus Sumiati ini sampai tuntas. Dilain pihak,saya sangat mengerti kemarahan sebagian orang Indonesia terhadap pemerintah Saudi.Mereka berbuat itu karena mereka masih ada sebentuk kepedulian terhadap sesama anak bangsa.Bahkan sayapun bisa mengerti juga bila kemarahan mereka sudah sampai pada tahap menggeneralisasi arab atau sudah mengarah pada tindakan SARA,walau saya tak bisa membenarkan hal tersebut. Saya tidak dalam posisi membela masyarakat Saudi walau sudah cukup lama tinggal dinegri ini.Pendapat saya cukup jelas,seret pelaku penyiksaan itu dan jatuhi hukuman yang setimpal.Tapi mari kita mengintropeksi diri kita masing masing.Kekerasan terhadap para tenaga kerja migran kita sudah dimulai ketika berada DINEGARANYA SENDIRI.Umur yang dipalsukan,perjanjian kerja yang tidak fair,tak ada pelatihan samasekali,tak diberikannya wawasan tentang budaya ditempat kerja mereka nanti,pembelajaran bahasa yang hanya setengah setengah dan puluhan masalah lainnya sudah didapat para TKW bahkan ketika berada dinegaranya sendiri.Penyalur jasa tenaga kerja terkesan hanya cari untung semata.Lihatlah penampungan mereka yang pengap,berdesak desakan dan juga rawan pelecehan seksual.Masalah yang tak kalah pentingnya juga adalah penanganan para TKW ketika mereka pulang.Bandara Soekarno Hatta buat para TKW tak ubahnya seperti lorong tak bertuan yang rentan terhadap pemerasan,penipuan dan bahkan tindakan kriminal lainnya.Saya tidak tahu apakah penampungan khusus TKI masih berpungsi sekarang atau tidak,yang saya tahu penampungan itu sama sekali tak memberikan rasa aman buat para pahlawan devisa kita.Sebagai contoh,ketika tahun 2008 saya pulang,saya harus mengeluarkan uang tak kurang dari 500 ribu untuk tujuan jakarta.Hello,itu untuk jakarta yang notabene merupakan daerah terdekat dari bandara.Bayangkan bila TKW yang dari daerah terpencil,berapa mereka harus mengeluarkan dana? Diatas kertas penampungan khusus para TKI memang terlihat bagus,tapi dilapangan menunjukan sebaliknya.Bukan sekali dua kali kita mendengar ada TKI yang dibunuh setelah harta bendanya digasak.Pertanyaan besarnya adalah,bila pemerintah tak mampu menjamin keselamatan para TKI didalam yuridiksinya sendiri,bagaimana mungkin pemerintah berkoar koar sanggup melindungi keselamatan TKI diluar negri? Lucu juga kan? Pemerintah meminta negara lain menjamin keselamatan pekerjanya,sementara dalam negri sendiri pemerintah bahkan tak sanggup memberi rasa aman pada mereka.Sungguh ironis... Saya masih tetap pada opsi bahwa kalau pemerintah tidak bisa menjamin keselamatan buruh migrannya,STOP UNTUK KEMBALI MENGIRIMKAN TENAGA KERJANYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun