Mohon tunggu...
Politik

Kapan Gelar Perkara Kasus Korupsi Pajak BCA?

5 Agustus 2016   16:05 Diperbarui: 5 Agustus 2016   16:15 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memperhatikan kasus korupsi pajak BCA yang hingga kini tak ada kabarnya, membuat penulis semakin penasaran saja. Sebenarnya kapan titik akhir penyelesaian kasus korupsi pajak BCA ini? Masih ingatkah janji KPK untuk menyelesaikan 6 kasus besar? Ya, salah satunya kasus korupsi pajak BCA yang menjerat Hadi Poernomo mantan Dirjen Pajak. Tapi bagaimanakah jalan KPK untuk menyelesaikan masalah tersebut?

Bulan lalu, banyak sekali informasi terbaru tentang korupsi pajak BCA. Ada berita yang menarik perhatian penulis dari sisi KPK yang merupakan lembaga anti rasuah tersebut. Konon, KPK akan melakukan gelar perkara dalam dugaan kasus korupsi yang melibatkan mantan Dirjen Pajak tersebut pasca lebaran kemarin yang sehubungan dengan Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali terhadap kasus tersebut. Gelar perkara ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil) pajak penghasilan BCA tahun 1999 lalu.

Sebelumnya, 16 Juni 2016 lalu, majelis hakim agung yang diketuai Salman Luthan dengan anggota Sri Wahyuni dan M.S. Lumme menolak PK KPK terkait dengan putusan praperadilan hakim tunggal Haswandi di Pengandilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangi gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka. Hal ini, dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusai yang menyatakan jaksa tidak boleh mengajukan PK lewat uji materi pasal 263 Ayat 1 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mahkamah Konstitusi menyatakan jaksa penuntut umum tidak bisa mengajukan permohonan PK, kecuali terpidana atau ahli waris.

Pada tanggal 26 Mei 2015, hakim Haswandi yang merupakan ketua PN Jakarta Selatan menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik KPK sesuai dengan Pasal 43 dan Pasal 46 UU KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik dan penyidik di instansi sebelumnya, baik itu Polri maupun kejaksaan. Penyelidik kasus Hadi Poernomo tersebut yaitu Dadi Mulyadi dan dua penyelidik lainnya, bukan merupakan penyelidik sebelum diangkat menjadi penyelidik KPK. So, dalam hal ini, KPK menduga Hadi Poernomo menyalahgunakan kewenangan dengan bersembunyi di balik kebijakan pajak saat menjabat Dirjen Pajak 2002-2004.

Penyalahgunaan terkait adanya surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan senilai Rp. 5,7 T kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.  Namun, pasca penelaahan, diterbtkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh kepada Dirjen Pajak yang berisi bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran, Hadi Poernomo memerintahkan kepada Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan yaitu yang semula menyatakan ditolak diganti menjadi diterima seluruh keberatan pajak. Hal ini tak cukup waktu bagi Direktur PPh untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda tersebut.

Kemudian, KPK saat ini tengah sedang merencanakan opsi lain dalam penyelesaikan kasus korupsi pajak BCA. pasalnya, KPK berencana untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk segera menyelesaikan kasus korupsi pajak BCA ini yang sudah 2 tahun belum dapat terselesaikan. Mudah-mudahan dengan rencana seperti itu, KPK bisa menyelesaikan kasus korupsi pajak BCA ini juga dapat membuka mega kasus BLBI.

Sumber:

https://tirto.id/20160302-34/kpk-target-selesaikan-enam-kasus-besar-21982

http://www.liputan66.com/news/read/2185887/kpk-periksa-hadi-poernomo-sebagai-tersangka

http://www.antaranews.com/berita/571138/kpk-gelar-perkara-hadi-poernomo-usai-penolakan-pk-ma

http://m.solopos.com/2016/06/28/kasus-pajak-bca-pk-ditolak-ma-kpk-pertimbangkan-keluarkan-sprindik-baru-hadi-poernomo-733379

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun