Hari ini saya sengaja membuka berita-berita politik karena cukup penasaran dengan perkembangan peta koalisi dalam Pemilu nanti. Eh, tiba-tiba saya menemukan artikel menarik tentang sosok bapak Jusuf Kalla (JK). Nah, di sini saya mau share aja ke agan-agan mudah-mudahan info yang ane dapet bermanfaat ☺
berikut linknya
Ada sebuah kabar menarik mengenai peta cawapres untuk Jokowi. Secara tiba-tiba, nama Jusuf Kalla dan Abraham Samad kembali masuk dalam calon pendamping Jokowi di Pilpres 2014. Padahal, nama Abraham Samad dan Jusuf Kalla sudah dicoret jauh-jauh hari.
Dalam sumber tersebut mengatakan, nama Abraham Samad kembali masuk setelah terkuaknya kasus pajak BCA Rp 375 miliar yang mengarah pada PDIP. Internal PDIP memahami bahwa dibukanya kasus tersebut oleh Abraham Samad merupakan bentuk pembalasan.
Pembalasan atas apa? Atas pencoretan nama Abraham Samad dari calon pendamping Jokowi. Abraham Samad sebagai Ketua KPK menggunakan kuasanya mempercepat pembukaan kasus pajak BCA untuk kepentingan politiknya. Semua juga tahu kalau Djarum dan Salim Group merupakan pendana besar di belakang Jokowi. Tentu saja, dengan membuka kasus pajak BCA, Abraham Samad ingin menunjukkan kekuatannya pada PDIP. Singkat kata, kasus pajak BCA adalah sebuah peringatan dari Abraham Samad kepada PDIP jika berani mencoret namanya dari daftar cawapres Jokowi. Dimengerti.
Lalu bagaimana dengan masuknya nama JK ke bursa cawapres Jokowi lagi?
Menurut saya tulisan di atas logika kronologis kejadian mulai dari kasus Aceh, Poso hingga ke Jokowi cukup jelas. Mulai dari konflik GAM tahun 2005 JK dikenal sebagai sosok penengah “perdamaian”.
Menurut Sekjen CAPDI Mushahid Sayed (Pakistan), alasan mengangkat kembali Jusuf Kalla adalah mengusahakan perdamaian Aceh dan Poso. Seperti kita tahu, Jusuf Kalla menjadi tokoh penengah dalam ‘perdamaian’ Aceh dan Poso.
Benarkah Jusuf Kalla tokoh perdamaian? Seperti apa sih yang dimaksud perdamaian itu? Apakah sekedar mendamaikan dua pihak yang berseteru? Ataukah juga melibatkan transaksi dagang raksasa dalam perdamaian itu?
Mari kita analisa bersama.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bermula pada tahun 1976. Kebanyakan tentu mengira perjuangan GAM adalah bentuk perjuangan kemanusiaan membela harkat dan martabat Aceh. Sedikit yang menyadari kalau ada kepentingan perebutan Gas Lhokseumawe di balik konflik GAM dan pemerintah RI.
Kalau sempat, baca buku ‘Understanding Civil War’ karya Paul Collier dan Nicholas Sambanis terbitan World Bank. Salah satu ulasan utamanya adalah soal konflik Aceh antara GAM dengan pemerintah RI. Hasil penyelidikan tim intelijen World Bank terhadap konflik Aceh, ada kepentingan perebutan gas Lhokseumawe. (Baca lengkap kronologisnya di link yang saya berikan di atas)
Bagaimanakah profil konflik Poso dan bentuk perdamaiannya?
Konflik Poso memuncak sebanyak 2 kali. Pada Desember 1998 dan Mei 2006. Bukan kebetulan pula, kedua konflik ini terjadi pada masa jabatan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjen TNI Bandjela Paliudju. Bandjela Paliuju menjabat Gubernur Sulteng pada 1996 – 2001 (Periode I) dan 2006 – 2011 (Periode II).
Poso merupakan bagian dari Sulawesi Tengah yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari minyak bumi, gas, emas hingga nikel. Bandjela Paliudju merupakan sosok yang berpihak kepada kepentingan masyarakat Sulteng. (Baca lengkap kronologisnya di link yang saya berikan di atas)
Pertanyaannya, kenapa Bandjela Paliudju sampai harus digoyang oleh dua kali kerusuhan pada dua kali masa jabatannya? Adakah kepentingan modal raksasa yang akan diuntungkan dengan goyangnya atau jatuhnya Bandjela Paliudju? Di tengah konflik tersebut, Jusuf Kalla yang waktu itu menjabat Wakil Presiden menjadi penengah. Dengan kata lain, Jusuf Kalla menjadi gawang dari raksasa asing dan kepentingan PLTA Bukaka di Poso untuk negosiasi dengan Bandjela Paliudju.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan 2 penawaran pada Bandjela Paliudju : Dijatuhkan atau Fasilitasi Kepentingan Industri. Bandjela Paliudju saat itu terdesak oleh adanya konflik agama yang parah di Poso. Tak hanya sekali, tapi dalam dua masa jabatannya sebagai Gubernur Sulteng. Apabila memilih dijatuhkan, Bandjela Paliudju akan disandera sebagai otak di belakang konflik Poso I dan II. Landasannya sederhana, dua kali konflik Poso pada masa jabatan Bandjela Paliudju sebagai Gubernur Sulteng.
Apabila dalam setiap konflik besar ada kepentingan modal raksasa, maka perdamaiannya pun tak lain transaksi dagang dan politik. ‘Perdamaian Aceh’ dan ‘Perdamaian Poso’ bukanlah sebuah islah sebagaimana dalam konflik mikro. ‘Perdamaian Aceh’ dan ‘Perdamaian Poso’ adalah konflik makro yang melibatkan kepentingan modal raksasa para asing. Maka ‘Perdamaian Aceh’ dan ‘Perdamaian Poso’ yang diklaim Jusuf Kalla tak lain hanyalah sebuah transaksi jual beli aset RI dengan pihak raksasa asing.
Pertanyaannya, jika Jusuf Kalla memiliki kemampuan dan relasi asing sebesar itu, apakah benar ada asing yang mengintervensi PDIP? Apa benar Asing yang mengintervensi PDIP dan Megawati agar memasukkan kembali nama Jusuf Kalla dalam daftar cawapres Jokowi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H