Mohon tunggu...
Doni setiawan
Doni setiawan Mohon Tunggu... -

saya lahir di wonogiri dan di besarkan di wonogiri saya sekarang sekolah di salah satu SMA negeri di wonogiri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hinggap Mencengkeram Hinggap Menunggu

17 Desember 2012   19:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tentang Peribahasa

Hinggap mencengkeram hinggap menunggu.

Kalimat di atas adalah sebuah peribahasa. Anda tahu artinya? Artinya sesuaikanlah diri dengan lingkungan yang baru. Kalau yang satu ini saya yakin Anda pasti tahu: Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak.

Jujur, untuk peribahasa pertama saya pun tidak tahu. Bukan hanya tidak tahu artinya, melainkan juga tidak tahu kalau ada peribahasa itu.

Sekilas tentang peribahasa. Dulu, selain puisi, prosa, dan drama, terdapat satu bentuk yang tidak dapat digolongkan ketiganya. Bentuknya ringkas tapi bukan puisi karena tak mementingkan rima dan tipografi. Mengandung amanat tapi bukan prosa karena tidak menggunakan narasi. Penggunaannya lebih banyak dalam percakapan tapi bukan dialog seperti dalam drama. Itulah peribahasa.

Peribahasa ditujukan untuk menyatakan secara tidak langsung suatu keadaan seseorang atau suatu hal. Ini tentu berkaitan dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang enggan berterus terang saat memberikan kritikan. Peribahasa menurut jenisnya dibagi menjadi lima: pepatah, tamsil, idiom, perumpamaan, dan pameo. Kesemuanya, dalam wajahnya yang samar, menghadirkan nasihat, ajaran hidup, kritikan, dll.

Saya yakin, ada satu masa saat peribahasa berjaya. Tiap-tiap daerah memiliki ragam sendiri sesuai dengan bahasa ibu, kultur, dan ragam tuturnya. Dan itu pasti dulu sekali. Untuk saat ini saya jarang menemukan penggunaan peribahasa, terutama dalam wacana tutur.

Beberapa peribahasa populer, termasuk di dalamnya idiom-idiom, memang masih akrab. Namun, yang tidak populer seperti yang pertama tadi saat ini hanya bisa ditemukan di buku-buku sari kata dan sejenisnya. Lalu ke mana hilangnya peribahasa?

Sebelum menjawab ke mana, saya coba jawab dulu pertanyaan mengapa. Mengapa peribahasa menghilang? Ada dua faktor yang menurut saya berperan besar dalam drama hilangnya peribahasa.

Pertama, awal lunturnya penggunaan peribahasa adalah saat peribahasa-peribahasa dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Niatnya baik, tapi akibatnya tidak sebaik yang diniatkan. Peribahasa muncul menyesuaikan kultur tempatnya lahir, tumbuh, dan berkembang. Dalam proses alih bahasa, ada kata-kata/isyarat-isyarat dan kultur yang tidak mampu diterjemahkan utuh. Dampaknya, masyarakat dari daerah lain menerimanya mentah. Belum tentu digunakan dalam keseharian karena tidak akrab, tidak ada kesepahaman. Tidak ada rasa memiliki karena tidak merasa ikut melahirkan.

Kedua, karena peribahasa memang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Masuknya teknologi yang memudahkan komunikasi berimbas pada pola komunikasi masyarakat. Ambil contoh SMS. Short Message Service menuntut penggunanya menyampaikan gagasan secara ringkas dan padat. Kata-kata dimutilasi agar gagasan segunung yang ingin disampaikan dapat diwadahi dalam satu kali pengiriman pesan. Saat kata-kata sudah kehilangan vokalnya, maka tidak ada tempat lagi untuk peribahasa.

Kembali ke pertanyaan awal, ke mana hilangnya peribahasa? Jawab saya, peribahasa sedang menuju ke kematiannya. Ibarat badan sudah sekarat. Kalau toh spiritnya masih ada, spirit itu membutuhkan badan baru. Yang sesuai dan berterima dengan pola komunikasi masyarakat saat ini. Apa, seperti apa badan itu? Itulah PR besar bagi semua yang peduli. Tabik.

Lyla Nur Ratri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun