[caption caption="Foto Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat sedang menunggu di kantor KPK. (Foto: TRIBUN NEWS / HERUDIN)"][/caption]Semangat Pagi!Pernah pakai aplikasi Grab? Aplikasi yang menyediakan jasa ojek, taksi, dan jemput-antar mobil (Grab Car) ini akrab bagi warga di Jakarta dan sekitarnya dewasa ini. Termasuk aku pun mulai menjadi pelanggan setia layanan Grab Car. Hal yang menarik ketika menggunakan layanan Grab Car, adalah saat berbasa-basi dengan pengemudinya.
Sebenarnya basa-basi ini dilakukan semata-mata untuk mencairkan suasana dalam perjalanan. Terlebih lagi ketika berbasa-basi mengenai topik yang seru dan kekinian. Seperti yang aku lakukan saat berbincang dengan pengemudi Grab Car ketika menembus kemacetan Jakarta di Hari Minggu yang lalu.
Meski statusnya pada hari itu adalah pengemudi Grab Car, namun bapak pengemudi yang kita sebut saja Bapak Miswan (bukan nama sebenarnya) ini memiliki pandangan yang kritis soal pemerintahan di negara ini, khususnya Jakarta. Topik yang kita bicarakan menjurus pada kepemimpinan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaya Purnama. Namun demikian, Bapak Miswan fokus pada hal etika kepemimpinan gubernur fenomenal tersebut.
Menurut Bapak Miswan, kepemimpinan Ahok dapat dilihat dari dua hal yaitu kebijakan yang dihasilkan serta etika dan tanggung jawab dalam memimpin anak buahnya. Jika menilik kebijakan yang dihasilkan oleh gubernur ini, Bapak Miswan memang satu pandangan. Karena menurutnya untuk hal kebijakan, banyak inovasi-inovasi kebijakan yang dibuat Ahok bertujuan untuk kebaikan Jakarta.
Meski demikian, Bapak Miswan ini menyayangkan etika dan tanggung jawab Ahok dalam memimpin anak buahnya.
“Cuma ya itu Mas, etikanya Ahok yang saya tidak suka. Masa di depan umum dia marahin anak buahnya. Kalau memang ada kesalahan, di depan umum dia yang mengaku salah dan bertanggung jawab. Tapi pas internal mereka, Ahok boleh deh marah ke anak buahnya,” ungkap Bapak Miswan itu.
Dari situ, Bapak Miswan menyoroti bahwa sebagai pemimpin, Ahok kurang cakap dalam hal mengakomodasi sikap dan perilakunya di hadapan umum terhadap anak buahnya. Terlebih lagi pada satu kasus, Ahok pernah menyalahkan atau cenderung mencurigai anak buahnya melakukan kesalahan. Dan itu dilakukan di depan media yang dalam hal ini media sebagai ‘mata dan telinga’ publik Jakarta secara khusus dan Indonesia secara umum.
Efeknya adalah publik melihat kalau anak buah Ahok bekerja dengan tidak serius. Dampak lebih lanjut adalah pola pikiran publik Jakarta terpola oleh realitas bahwa pejabat-pejabat daerah –di DKI Jakarta- adalah orang yang bekerja tidak dengan baik.
Maka dari itu, Bapak Miswan mengutarakan pandangannya mengenai etika kepemimpinan. Bahwa seorang pemimpin ketika berhubungan dengan publik, sebaiknya membawa diri kalau tim yang dibawa oleh pemimpin itu memang solid. Serta pemimpin sebaiknya memiliki tanggung jawab bahwa segala kesalahan yang terjadi adalah dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Bukan melemparkan dan menyalahkan kesalahan tersebut pada orang lain atau anak buahnya sendiri.
Bapak Miswan bercerita demikian bukan semata-mata ia seorang pengemudi Grab Car. Lebih lanjut pembicaraanku dengan beliau, rupanya Bapak Miswan adalah seorang Konsultan sebuah Event Organizer (EO) di salah satu EO ternama di Indonesia yang cukup sering menangani acara-acara besar di tingkat nasional. Ia terbiasa untuk mengorganisasikan tim dan melalui dinamika-dinamika kepemimpinan yang terjadi dalam timnya.