Mohon tunggu...
Doni Cahyadi
Doni Cahyadi Mohon Tunggu... -

Seorang manusia biasa yang berharap bisa memberikan sesuatu yang luar biasa dalam kehidupan yang hanya sekali ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beri Aku Seteguk Air dari Cangkirmu

2 Januari 2013   05:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Maghrib telah beranjak menuju Isya. Remang rembulan serasa bebas dari gangguan awan dan mendung yang beberapa malam terakhir menghetikan pementasannya di pelataran langit. Dua orang berdialog singkat di tengah perpisahannya setelah hampir 2,5 jam mereka menghadiri pertemuan rutin sebulan sekali untuk melaporkan segala perkembangan dakwahnya yang sudah dilaksanakan diwilayahnya masing-masing.

"Rasanya kok ukhuwah kita semakin kering ya, Akh !", seorang yang lebih tua memulai pembicaraan.

"Seakan-akan dakwah ini hanya di pikul oleh sebagian kecil orang, padahal wilayah kita merupakan wilayah paling banyak kadernya. Lihat saja setiap ada kegiatan, yang nampak hanya wajah-wajah itu saja. Lalu yang lain kemana ? ", yang lebih muda hanya bisa mendengarkan.

"Dulu tidak seperti ini, Akh. Dulu, setiap ada ikhwah atau keluarganya yang sakit, kita berombongan untuk menjenguknya. Ketika ada ikhwah yang terbelit kesulitan, kita ramai-ramai menanggungnya. Ketika ada yang membutuhkan bantuan, tak segan-segan kita singsingkan lengan baju ataupun rogoh saku kita untuk mereka. Sekarang, rasanya kok kering ya Akh ! Sedih ! Miris !", lagi-lagi yang lebih muda hanya bisa mendengarkan.

" Sering saya itu ngobrol sama istri, "kok di wilayah kita adem ayem saja ya, Bi. Gak seramai dulu". Istri saya saja juga merasakan hal yang sama. Lihat saja di setiap pertemuan kita, laporan yang ada justru tidak menambah semangat kita untuk lebih berdiri tegak. Tapi semakin membuat surut langkah kaki kita",

"Antum tahu, Akh. Ketika ada program-program dari pusat, rasanya aneh kalau para kader kita tidak segera menyambutnya. Kadang saya itu juga ikut-ikutan males akhirnya. Semangat melemah. Lalu kalau bukan kita, siapa lagi ?!",

"Pingin rasanya kita ngumpul bersama, mabit bersama untuk membicarakan semua ini. Bisa jadi ada kader yang selama ini tidak nampak wajahnya karena mempunyai beragam permasalahan.", yang lebih muda masih mendengarkan. Dengan senyum mirisnya.

"Bisa jadi ada masalah di keluarganya. Istrinya sakit, anak-anaknya yang harus sudah masuk sekolah sementara tidak ada biaya, bapak-ibunya yang sudah renta tidak ada yang mengurusnya, adiknya yang bikin kerusuhan. Atau barangkali masalah pekerjaannya, dia tidak cocok dengan tempat kerjanya, dia belum punya pekerjaan tetap, punya masalah dengan bosnya, masalah dengan bisnisnya, bisnisnya terlilit hutang atau barangkali tempat kerja yang mengekang aktifitas dakwahnya. Barangkali pula ia punya masalah dengan rumah kontrakannya yang harus segera pindah sementara ia tak punya cukup uang untuk memperpanjangnya, atau tagihan kredit yang membengkak. Dan segudang permasalahan kehidupan."

"Dimana ukhuwah kita, ya Akh ?!"

Miris rasanya. Saat dunia yang semakin mendekati ajalnya, justru semakin membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang terlena.

Teringat jelas sebuah pesan dari Ustadz kita, Ustadz Rahmat Abdullah (Semoga Allah merahmatinya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun