Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist - Konsultan Pemeliharaan Ikan Koi

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jargon "2019 Ganti Presiden", Bukti Rendahnya Mutu Demokrasi

29 Maret 2018   21:55 Diperbarui: 24 Agustus 2018   12:50 6707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sudah berapa lama negeri ini dibilang negara demokratis. Tapi yang jelas sampai detik ini saya belum melihat adanya mental demokrasi yang sehat di sebagian besar rakyat di republik ini.

Tak lama lagi, kita semua akan kembali berpesta politik sehubungan dengan PilPres yang akan digelar tahun 2019. Banyak yang sudah mulai curi2 start, tak sedikit pula yang bikin strategi untuk menggalang masa dengan cara tak sehat.

Saya sedikit terusik dengan adanya jargon # 2019 GANTI PRESIDEN. Bagi saya, jargon ini kedengarannya sungguh aneh. Mengapa? Sebab yang namanya Pemilu apalagi PILPRES tentu dalam rangka memilih seorang Presiden beserta Wakilnya. Siapa CaPres dan CaWaPres yang akan dipilih, tentu saja harus menyebutkan nama. Si A kek, Si B kek atau siapa sajalah, tapi yang jelas harus menyebut nama Calon yang didukungnya.

Lalu, ada apa dengan jargon # 2019 GANTI PRESIDEN? Apa maksudnya dan apa perlunya membuat strategi politik semacam itu?

Bukankah itu hanya sebatas menggiring opini publik agar menyimpulkan bahwa Presiden Incumbent  harus diganti, dan tak peduli siapapun penggantinya? Ini kampanye macam apa? Lalu jika ditelusuri lebih jauh, kalau memang Presiden Incumbent mau diganti, siapa penggantinya? Apakah lalu tak peduli lagi siapapun yang akan jadi Presiden asalkan bisa menggantikan Presiden incumbent? Mau jadi apa republik ini kalau caranya begini?

Sesungguhnya apa sih yang diinginkan oleh sekelompok orang yang membuat jargon # 2019 GANTI PRESIDEN itu? Sebegitu bencinyakah mereka kepada Presiden Incumbent, sehingga harus menggantinya tanpa peduli siapa yang jadi pengganti?

Ataukah mereka berdasarkan logika,  jika nanti pada PILPRES 2019 hanya ada 2 calon, yaitu Jokowi dan taruhlah nama Prabowo yang di usung mereka, apakah secara tidak langsung mereka menginginkan Prabowo yang akan jadi Presiden sebagai pengganti Jokowi. Okelah jika itu yang mereka inginkan, tapi jangan gunakan jargon seperti itu dong. Itu namanya membodohi publik !

Lazimnya dalam suatu acara PILPRES di negara manapun di belahan dunia ini, sudah tentu mengusung satu nama sebagai calon. Dan selanjutnya, rakyat akan mendukung calon tersebut pada masa kampanye dan berakhir di kotak suara dengan mencoblos nama calon yang mereka dukung. Itu yang normal terjadi. Tapi kalau cara kampanye dengan mengusung jargon #2019 GANTI PRESIDEN itu namanya kampanye yang aneh dan sangat tidak sehat.

Saya jadi teringat tentang jargon "YANG PENTING BUKAN AHOK"  pada musim kampanye PILKADA DKI beberapa waktu silam. Ini juga cara-cara demokrasi yang sangat sangat tidak logis dan cenderung kental dengan nuansa kebencian terhadap seseorang.

Jika  mau berpikir secara rasional, memilih calon Presiden tentu harus jelas siapa dan bagaimana kapasitas dan rekam jejaknya.  Seberapa kemampuannya jika benar-benar terpilih sebagai Presiden. Tak bisa sembarangan memilih Presiden, apalagi dengan jargon "ASAL JANGAN SI A" Itu sama saja menggunakan segala cara agar tercapai keinginannya sendiri atau kelompoknya.

Saya semakin heran ketika melihat siapa saja yang mendukung jargon #2019 GANTI PRESIDEN. Bahkan ada orang-orang dari kalangan intelektual, juga mendukung jargon ini. Apakah mereka tidak sadar dengan apa yang mereka perbuat, ataukah memang mereka sengaja atau bahkan menciptakan strategi busuk untuk menggiring opini publik demi kepentingan politik mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun