[caption caption="ilustrasi gambar:Â news.metrotvnews.com"][/caption]lelaki itu berjalan menarik gerobak reyot
tersengat terik matahari membakar kulit
butiran peluh deras membasahi kerahÂ
menyusuri langkah di tengah cuaca gerah
di belakang istrinya mengikuti langkah seiring
sesaat ingin berteduh di bawah pohon beringin
kotak sempit menyimpan anaknya terbaring
dalam gerobak setengah tertutup selembar kain
sesaat sibuk mencari alas sekadar untuk duduk
secarik koran bekas diambilnya lalu digelar
anak semata wayang masih lelap meringkuk
sejenak terbangun karna perut menahan lapar
ibunya meraih seikat nasi bungkus sisa tadi pagi
masih ada terselip sepotong ikan asin dan sambal
anak itu disuruhnya makan nasi beraroma basi
tak pernah takut sakit, sebab perutnya kian kebal
lelaki dan istrinya itu kemudian duduk berdampingan
kedua tubuh tersandar di batang pohon melepas lelah
dua manusia itu tampak rukun meski dalam kemiskinan
bertahan hidup di pusat kota ternyata tidaklah mudah
manusia gerobak melawan gelombang setinggi gunung
menembus pusaran kesulitan di jantung metropolitan
pergi dari kampung halaman sekedar mengadu untung
untung tak dapat diraih, terdampar di pinggiran jalan
manusia gerobak adalah pemilik jiwa yang merdeka
pergi mengembara kemana saja yang mereka suka
biar hujan deras menerpa tak menyurut langkahnya
bermandi cahaya terik mentari sudah hal yang biasa
menusia gerobak tetap menyimpan secercah asa
masih adakah kesempatan memperbaiki nasibnya
di tengah hiruk pikuk dan ganasnya kota jakarta
bertahan demi menyambung perjalanan hidupnya
semoga saja tuhan segera memberi petunjuk arah
kemana kaki mereka seharusnya pergi melangkah
bila memang kota jakarta tak punya sikap ramah
lebih baik pulang ke desa menanam padi di sawah
Â
#donibastian - lumbungpuisi.com
HL-26/05/2013
ilustrasi gambar:Â news.metrotvnews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H