Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist - Konsultan Pemeliharaan Ikan Koi

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebiasaan Mencatut Nama dalam Bernegosiasi

4 Desember 2015   15:04 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:04 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kancah politik tanah air kembali memanas terkait peristiwa pencatutan nama pejabat negara yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Melalui rekaman pembicaraan di dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh para petinggi Freeport Indonesia itu, Setya Novanto ditengarai telah melanggar Kode Etik Anggota Dewan.

Menurut pengamatan saya, terdapat 2 (dua) hal pelanggaran prinsip yang dilakukan oleh Novanto, yang menjadi polemik di tengah masyarakat kita yaitu  pertama adalah Setya Novanto sebagai anggota Legislatif seharusnya  tidak perlu terlibat atau mencampuri urusan eksekutif. Sebab perihal perpanjangan kontrak Freeport di Papua yang diperbincangkan mereka itu adalah berada  dalam wilayah tugas dari Kementerian ESDM.

Yang kedua adalah adanya sebagian pembicaraan  yang mengatasnamakan kepentingan orang lain, apalagi menyebut nama para pejabat, atau yang lazim di sebut mencatut  nama orang.

Mengenai berhak tidaknya seorang ketua DPR bertemu dan membicarakan persoalan perpanjangan kontrak Freeport tersebut, saat ini telah menjadi perdebatan seru berbagai kalangan dan di berbagai media termasuk media sosal. Pendapat pro kontra silih berganti mewarnai setiap halaman muka pada semua media cetak dan elektronik yang ada.

Melalui artikel ini, saya tidak tertarik untuk membahas tentang berhak atau tidaknya Setya Novanto melakukan pertemuan informal dengan para petinggi Freeport itu, sebab sesungguhnya yang terpenting adalah apa yang dibicarakan oleh mereka.

Bila saya boleh mengambil asumsi, bahwa Setya Novanto dengan pertimbangan tertentu juga berhak bertemu oleh siapapun juga apalagi untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut kepetingan umum, maka kiranya apa yang dilakukan oleh Setya Novanto tersebut adalah hal yang wajar saja.

Anda tentu bertanya, mangapa saya menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Setya Novanti tersebut adalah wajar-wajar saja atau bahkan itu adalah hal yang biasa saja terjadi dalam proses negosiasi, sebab saya menggunakan pendekatan praktis bukan idealis.

Maksud saya begini, kebenaran yang ada di atas bumi ini sangatlah relatif. Pada satu sisi, sebagian pihak menyatakan itu salah, tapi ada pihak lainnya berpendapat bahwa dalam satu kondisi, hal itu benar dan memang harus begitu pelaksanaannya.

Mengenai persoalan tuduhan pencatutan nama para pejabat yang dilakukan oleh Setya Novanto juga termasuk pada wilayah kebenaran yang relatif itu. Bila dipandang dari sisi etika dan hukum, tentu akan semakin jelas bahwa memang Novanto dalam hal ini jelas bersalah.

Tapi saya ingin mengajak anda untuk berisikap netral dan bisa memaklumi sebuah kondisi yang terjadi. Bila saja saat pertemuan tersebut Setya Novanto mengetahui, bila pembicaraannya sedang direkam, tentu dia tak akan mau membicarakan hal-hal yang mengangkut nama para pejabat lainnya, bukan? Setya Novanto bukanlah makhluk bodoh.

Inilah yang saya namakan ‘sandiwara politik’. Semua politikus itu sesungguhnya sedang bersandiwara. Mereka bisa megambil peran tertentu dengan memakai topeng yang berbeda-beda. Tergantung apa tujuannya, dengan siapa bicara dan dimana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun