Bagi umat Islam, Nabi Muhammad saw adalah Nabi penutup yang membawa risalah berupa agama Islam, maka sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk menjadikan Beliau sebagai teladan (rule model) dalam segenap kehidupannya. Dalam Q.S. Al-Ahzab / 33: 21 dijelaskan bahwa, "sungguh, telah ada pada diri Rasululloh itu suri teladan (uswatun hasanah) yang baik bagimu".Â
Dengan demikian, umat Islam harus mengikuti tata cara dalam  mengatur kehidupannya sesuai dengan hukum Alloh swt, yang dikomunikasikan dan diterjemahkan dalam realita oleh Nabi Muhammad saw, mulai dari urusan ibadah, adab personal dan komunal, kemanusiaan sampai politik dan mengatur negara. Intinya semua gerak-gerik kehidupan umat Islam sudah ada contoh dan teladan dari Nabi Muhammad saw, sehingga tinggal mengikutinya saja.
Nabi Muhammad saw tidak hanya sebagai tokoh dalam bidang agama tetapi juga tokoh yang membawa perubahan kepada peradaban dunia sampai sekarang. Michael H Heart dalam bukunya, "The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History", menempatkan Nabi Muhammad saw pada urutan pertama sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia.Â
Dia menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah satu-satunya sosok yang paling berpengaruh sebagai pemimpin dunia sekaligus akhirat.Â
Dengan berbagai dalil, para sejarawan, peneliti agama dan tradisi wilayah Timur yang berasal dari Barat (Orientalis) sering menjadikan sejarah Nabi Muhammad saw sebagai objek penelitiannya, terlepas apakah penelitian itu bertujuan untuk kepentingan riset keilmuan dan kolonialisasi atau memberi stigma buruk kepada Islam dengan tujuan menghambat penetrasi dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia.Â
Untuk yang terakhir, Thomas Carlyle membongkar tabiat para peniliti Barat terhadap sejarah Nabi Muhammad saw dalam bukunya "His Heroes and Heroworship", menyatakan bahwa kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Nabi Muhammad saw) hanyalah akan mempermalukan diri kita sendiri, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Tentunya setelah merasakan apa yang telah diwariskan Nabi Muhammad saw kepada dunia, khususnya bagi umat Islam, maka momen peringatan Maulid Nabi Muhammad saw terasa relevan di masa sekarang, terutama untuk mengenalkan sejarah (sirah) perjuangan dan nilai-nilai inspiratif kepada generasi muda Islam, agar mereka tidak salah menempatkan idola dalam kehidupannya, karena bagi umat Islam sudah seharusnya idola mereka adalah Nabi Muhammad saw.
Dalam kesempatan ini, kita akan membahas tentang pengertian maulid, sejarah singkat maulid dan hikmah kehidupan yang bisa kita implementasikan dari maulid.
Pengertian Maulid.
Maulid berasal dari bahasa Arab dengan timbangan wa, la, da yang merupakan bentuk masdar mim, isim zaman dan isim makan artinya waktu atau tempat kelahiran.
Dalam pelaksanaannya, peringatan maulid mengalami perluasan makna, yang awalnya hanya memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, tetapi kemudian menjadi seremonial tertentu. Misalnya di Indonesia, kegiatan maulid disertai dengan pembacaan sejarah (bacaan maulid barzanji) kehidupan Nabi Muhammad saw, qasidah berisi selawat kepada Nabi Muhammad saw, mahallul qiyam (syair berupa pujian kepada Nabi Muhammad saw). Pada umumnya, semua kegiatan tersebut dikenal dengan maulidan.
Sejarah Singkat Maulid
Nabi Muhammad saw, dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah atau bertepatan 571 M. Disebut tahun Gajah, karena pada masa tersebut belum ada penamaan tahun dengan pasti, karena biasanya untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting selalu dihubungkan dengan kejadian tertentu, maka pada kelahiran Nabi Muhammad saw sedang terjadi peristiwa penyerbuan pasukan bergajah ke kota Makkah untuk menghancurkan Ka'bah yang dipimpin oleh Abrahah seorang penguasa yang berasal dari Yaman.
Sejak kecil Nabi Muhammad saw sudah ditinggalkan oleh ayah dan ibunya. Pengasuhan Beliau kemudian diambil alih oleh kakek dan pamannya.
Nabi Muhammad saw dikenal sebagai sosok yang santun, jujur dan giat dalam bekerja, maka di usia muda Beliau sudah diajak bersama pamannya untuk berdagang sampai ke negeri Syam (sekarang wilayah Suriah, Libanon, Palestina dan Yordania). Ketika remaja, Beliau menjalankan perdagangannya ditemani rekan bisnisnya hampir ke seluruh kota-kota perdagangan yang ada di jazirah Arab. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya, "Muhammad A Trader", Nabi Muhammad saw telah memimpin ekspedisi perdagangan ke luar negeri yang sudah mengarungi 17 negara pada saat itu.
Nabi Muhammad saw diberikan gelar Al-Amin sebutan bagi orang yang sangat jujur, oleh orang-orang Mekkah sebelum Beliau diangkat menjadi Rasul. Tepat pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama ketika Beliau sedang bertahannus (kontemplasi) di Gua Hira'. Setelah turunnya wahyu, maka Muhammad saw diangkat menjadi Rasul yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Islam ke segenap penjuru dunia. Dalam kurun waktu 23 tahun, Islamisasi terjadi di dua kota penting yang ada di jazirah Arab, yaitu Mekah selama 13 tahun dan Madinah selama 10 tahun.
Nabi Muhammad saw tidak hanya sebagai pemimpin agama, tetapi Beliau juga sebagai pemimpin dalam urusan dunia. Tercatat dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad saw berhasil mencetuskan konstitusi Madinah dan beberapa kali memimpin peperangan penting yang menentukan keberlangsungan (eksistensi) Islam. Nabi Muhammad saw, wafat di hari yang sama dengan kelahirannya, yaitu 12 Rabiul Awwal di kota Madinah bertepatan 632 M, pada usia 63 tahun. Pada masa Nabi Muhammad saw, wilayah kekuasaan Islam masih mencakup city state, yaitu Kota Madinah dan Kota Mekkah. Baru pada masa Khulafaur Rasyidin, negara Islam telah berubah dari city state menjadi a world state, karena pengaruh Islam sudah menyebar sampai ke seluruh penjuru dunia.
Sekilas tentang sejarah Nabi Muhammad saw di atas sangat mengagumkan karena dengan waktu 23 tahun saja maka Islam telah menjadi bagian penting yang mempengaruhi jalannya peradaban dunia sampai sekarang. Dengan hal itu pula, segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw akan selalu menarik untuk dipelajari terutama tentang cara mencintai dan menanamkan keteladanan Beliau bagi generasi Islam yang hidup dalam lintas generasi berikutnya.
Sejarah peringatan maulid pertama kali memang tidak pernah dilakukan pada Nabi Muhammad saw, sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in. Bahkan keempat Imam Mazhab yang populer, seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali tidak memiliki fatwa hukum tentang peringatan maulid yang menandakan peristiwa tersebut tidak pernah terjadi di masanya.
Menurut A.M. Waskito dalam bukunya, "Pro dan Kontra Maulid Nabi", menjelaskan beberapa teori sejarah tentang peringatan maulid pertama kali dilakukan, yaitu: Pertama. Peringatan maulid dilakukan pada masa Dinasti Fatimiyah (Ubaid) di Mesir dengan haluan Syiah Ismailiyah pada sekitar abad 4 - 6 H. Kedua. Peringatan maulid dilaksanakan Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri, Gubernur Irbil di wilayah Irak dengan haluan Ahlu Sunnah. Beliau hidup pada tahun 549 - 630 H. Ketiga. Peringatan maulid dilaksanakan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (567-622 H), penguasa Dinasti Ayyub (di bawah kekuasaan Daulah Abbassiyah). Pada saat itu tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat juang umat Islam untuk melawan pasukan Salib yang berhasil menguasai Palestina.
Menurut Syekh M. Hisyam Kabbani, ada tiga sikap kita dalam peringatan maulid Nabi Muhammad saw, yaitu: Pertama. Peringatan maulid Nabi Muhammad saw dibolehkan jika digunakan untuk mendengarkan kisah keteladanan Nabi Muhammad saw sekaligus membacakan pujian kepadanya. Kedua. Peringatan maulid Nabi Muhammad saw tidak hanya dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tetapi juga dapat dilaksanakan kapan dan di mana saja setiap saat. Tujuannya adalah menumbuhkan perasaan cinta dan keteladanan di dalam diri umat Islam kepada Nabi Muhammad saw. Ketiga. Peringatan maulid Nabi Muhammad saw merupakan cara paling efektif memberikan pendidikan kepada anak tentang keteladanan Nabi Muhammad saw melalui penyampaian kisah.
Sedangkan, menurut Dr. Kholilurrohman dalam bukunya, "Wewangian Semerbak dalam Menjelaskan Tentang Peringatan Maulid", bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad saw yang diisi dengan membaca Alquran dan meneladani sifat-sifat mulia yang dimilikinya merupakan salah satu perkara yang penuh dengan keberkahan.Â
Walaupun tidak semua ulama setuju dengan peringatan maulid Nabi Muhammad saw, karena tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya, tetapi tidak sedikit ulama juga yang membolehkan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Alasannya, walaupun peringatan maulid Nabi Muhammad saw adalah perkara baru.Â
Namun, selama esensi pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Alquran dan Hadis maka urusan tersebut dibolehkan. Mereka memasukkan peringatan maulid Nabi Muhammad saw dalam kategori bid'ah hasanah.
Hikmah Kehidupan yang Bisa Diperoleh dari Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw dibekali dengan sederet sifat-sifat terpuji. Tugas kita adalah meneladani dan menginterpretasikan sifat-sifat tersebut di dalam kehidupan agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan memiliki bekal yang cukup untuk menapaki keselamatan hidup di akhirat. Di antara sifat-sifat terpuji tersebut adalah cerdas (fatanah), jujur dan berintegritas (siddiq), menjaga kepercayaan (amanah) dan komunikatif (tabligh).
Cerdas (Fatanah)
Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada kita agar cerdas dalam urusan dunia dan akhirat. Cerdas dalam menuntut ilmu, bergaul dalam masyarakat, bekerja, berbisnis dan beribadah. Kecerdasan bukan hanya bentuk akumulasi dari ilmu pengetahuan serta kemampuan untuk berkarya an sich, tetapi kecerdasan adalah buah atau hasil dari iman, ilmu dan amal soleh yang ditujukan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, sehingga meletakkan urusan dunia bukan sebagai tujuan tetapi sebagai proses dan sarana mencapai tujuan hakiki. Nabi Muhammad saw, bersabda, "Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk (kehidupan) setelah kematian." (HR Tirmidzi).
Di masa sekarang kita membutuhkan kecerdasan dalam bekerja agar mampu berkompetisi dalam dunia kerja. Agar memperoleh hasil yang diinginkan maka banyak bekerja (kuantitas) saja tidak cukup tetapi harus cerdas dalam bekerja (kualitas). Di samping itu, orang yang cerdas dalam bekerja tidak akan sombong karena dia mengakui bahwa di balik keberhasilannya ada peran orang lain yang mendukungnya, sehingga semakin orang tersebut cerdas maka akan semakin tinggi kepedulian sosialnya kepada orang lain yang ada di sekitarnya.
Jujur dan Berintegritas (Siddiq)
Jujur sering diartikan apa adanya, sedangkan integritas adalah menyatunya pikiran dan perbuatan dalam bentuk komitmen dan konsistensi sehingga menghasilkan reputasi, kewibawaan dan kejujuran. Maka orang yang memiliki integritas adalah orang yang paling layak diberikan kepercayaan, karena dia sanggup menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, objektif dan transparan.Â
Alloh swt berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab / 33: 71 bahwa, "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (di antara perkataan yang benar adalah jujur)." Nabi Muhammad saw, bersabda, "Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." (H.R. Muslim).
Dengan bersikap jujur maka kita dapat menyelesaikan perkerjaan atau masalah dalam kehidupan dengan baik dan tidak akan merugikan siapapun. Ketika ditimpa masalah, kita cukup menganalisis letak kesalahannya tanpa harus membuat alasan-alasan pembelaan diri, sehingga masalah yang dihadapi akan cepat selesai. Di samping itu, jujur akan membawa ketenangan hati, karena kita tidak perlu menyimpan dan menyembunyikan sesuatu yang bisa menimbulkan perasaan bersalah dalam diri. Nabi Muhammad saw, bersabda, "Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa." (H.R. Tirmizi).
Menjaga Kepercayaan (Amanah)
Nabi Muhammad saw selama hidupnya digelari Al-'Amin baik oleh kawan maupun musuhnya, karena selama hidupnya Beliau selalu menunaikan janji atau kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Lawan dari amanah adalah khianat, maka umat Islam harus menjaga amanah kepada Alloh swt, Nabi Muhammad saw, dan kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Alloh swt berfirman dalam Q.S Al-Anfal / 8 : 27 bahwa, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui."Â
Amanah kepada Alloh swt, maksudnya kita bertanggung jawab untuk melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam kehidupan, Amanah kepada Nabi Muhammad saw, berarti kita harus meneladani dan menjadikan sunnahnya sebagai tata cara dalam kehidupan. Amanah kepada orang lain, berarti kita harus menunaikan kewajiban yang diberikan kepada kita dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Sikap amanah sangat diperlukan dalam dunia kerja dan pergaulan sehari-hari. Ketika kita diberikan tanggung jawab, maka kita harus mengukur kapasitas diri kita untuk menerima tanggung jawab tersebut agar nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apabila kita merasa sanggup menerima tanggung jawab tersebut, maka kita harus mengerjakan dan menyelesaikannya dengan profesional, detail dan teliti. Hubungan akan berjalan harmonis dan dinamis jika kita mampu menjaga amanah. Nabi Muhammad saw, bersabda: "Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberikanmu amanah, dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu." (HR. Abu Daud).
Komunikatif (Tabligh)
Tabligh artinya menyampaikan sesuatu. Hal yang disampaikan berupa mengajak kebenaran dan menolak keburukan ('amar ma'ruf nahi munkar). Setelah mengetahui kebenaran, tugas berikutnya adalah menyeru atau menyampaikan kepada orang lain tanpa harus menyembunyikannya. Untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang memiliki karakter dan pola pikir yang berbeda maka dibutuhkan bahasa komunikatif agar dapat dipahami atau diterima maknanya dengan baik. Alloh swt, berfirman dalam Q.S. At-Thaha / 20: 44, "Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang layyin (lemah lembut), Mudah-mudahan ia sadar atau takut."
Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada kita untuk berkata-kata santun, lembut dan tidak menyinggung perasaan orang lain, bahkan kepada orang kafir sakalipun. Nabi Muhammad saw selalu menyesuaikan kapasitas pembicaraan sesuai dengan orang yang mendengarkannya (audiensi). Maka sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan yang disampaikan (massage) dapat diterima dengan baik oleh pendengarnya, maka kita harus menyampaikannya dengan perkataan yang lembut dan santun (qaulan layyin).
Dengan demikian dalam berkomunikasi sudah seharusnya kita tidak menggunakan kata-kata mengejek atau kasar, menghindarkan intonasi suara yang merendahkan orang lain terutama bagi orang yang usianya lebih tua dari kita, selalu menghargai orang yang menjadi teman bicara, mengatur waktu kapan harus berbicara dan kapan harus mendengar, berbicara apa adanya tanpa harus mengubah nada dan susunan kata agar terlihat berwibawa dan berwawasan serta tidak memaksakan kemauan kita agar diterima orang lain. Apabila kita sudah berusaha maksimal untuk menyampaikan kebenaran kepada orang lain tetapi dia tidak mau menerimanya.Â
Pada prinsipnya, tugas kita sudah selesai, karena semuanya sudah kita sampaikan kepadanya, maka tugas kita yang berikutnya adalah berdoa kepada Alloh swt agar hatinya dilunakkan untuk menerima kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H