Kedua. Kata fitri berasal dari kata "afthara", "yufhtiru", artinya berbuka atau tidak berpuasa lagi. Setelah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan, maka tepat pada tanggal 1 Syawal, yaitu hari raya 'Idul Fitri, umat Islam diharamkan untuk berpuasa, sehingga terbukalah kesempatan kepadanya untuk makan dan minum seperti biasa.
Makna kata "'Idul Fitri"
Dengan menggabungkan dua kata 'Id dan Fitri, maka 'Idul Fitri adalah hari raya yang dilakukan setelah umat Islam menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan, yang jatuh pada tanggal 1 Syawal.Â
Makna yang terkandung di dalamnya adalah umat Islam yang telah melakukan puasa, ibadah wajib dan sunnah, tadarus Alquran dan menahan hawa nafsu dengan ikhlas, maka dia telah berhasil menyucikan dan memurnikan penghambaannya kepada Alloh swt.Â
Dengan demikian, 'Idul Fitri tidak hanya dilihat dari aspek eksoteris, berupa segala sesuatu yang serba baru dan transaksional, tetapi harus dilihat dari aspek esoteris, berupa kedewasaan dalam beribadah kepada Alloh swt., bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik serta terbentuknya konsistensi (istiqomah) untuk menjalankan perintah dan menjauhkan segala larangan Alloh swt.
Agar nilai kesucian tetap bertahan pada kualitas "taqwa" sepanjang masa, maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya:
Pertama. Tidak meninggalkan kebiasaan ibadah yang sudah dibentuk pada bulan Ramadan, tetap menghidupkan kebiasaan ibadah tersebut di bulan-bulan lainnya sampai bertemu dengan bulan Ramadan berikutnya.Â
Menyadarkan diri bahwa kesempatan terbaik untuk mengumpulkan bekal perjalanan panjang menuju ke kampung akhirat adalah sekarang selagi hidup, dengan cara menjadikan setiap langkah kehidupan adalah kebaikan.
Kedua. Di Indonesia, hari raya 'Idul Fitri dikenal dengan tradisi lebaran atau halal bil halal. Makna yang terkandung di dalamnya adalah merekatkan kembali jalinan silaturahim, di antara sesama manusia.
 Apabila manusia berbuat dosa kepada Alloh swt., maka dia harus bertobat kepada-Nya, sehingga dia memiliki peluang untuk diampunkan, tetapi apabila manusia tersebut memiliki kesalahan kepada sesama manusia maka dia memiliki kewajiban untuk meminta maaf kepada manusia tersebut.Â
Dengan demikian, pola kehidupan manusia berada pada garis vertical yang terhubung langsung kepada Alloh swt. (hablun minallah), dan horizontal (hablun minannas) yang terhubung langsung kepada sesama manusia. Pola hubungan kepada Alloh swt., akan terganggu apabila hubungan kepada manusia tidak berjalan dengan baik.