Jadi menurut hemat saya, silahkan saja membuat sekolah dengan kecenderungan diperuntukkan bagi kelompok tertentu berdasarkan persamaan tertentu pula, namun jangan sampai hal tersebut justru mengakibatkan masalah baru karena anak-anak malah tidak terbiasa dengan perbedaan, seakan dipaksakan memiliki persamaan sudut pandang, dan pada akhirnya berpotensi menumbuhsuburkan sikap ego golongan.
Apa jadinya bila anak-anak di pedalaman Papua dilarang masuk sekolah Islam/Kristen  lantaran orang tuanya beda agama dengan pihak sekolah, padahal hanya ada satu sekolah di tempat tersebut? Atau anak usia 5 tahun ditolak masuk TK oleh pihak sekolah lantaran orang tuanya meyakini Ahmadiyah atau Syiah sebagai keyakinannya? Itu pun bila memang terbukti, tetapi kalau hanya isyu dan fitnah? Atau orang tua salafi yang marah dan memindahkan anaknya dari sekolah lantaran tidak terima anaknya diajarkan sholat dengan qunut oleh guru agamanya di sekolah? Atau orang tua yang marah lantaran anaknya pulang dengan membawa souvenir yang dibagikan di sekolah berupa stiker dan atribut  partai politik tertentu yang berbeda dengan pilihan orang tuanya?  Â
Bila itu yang terjadi, maka disadari atau tidak kita telah mengajarkan masyarakat untuk membenci perbedaan dan mengkotak-kotakkan diri mereka bahkan sejak masih kanak-kanak…….
Â
12 Oktober 2015
Doni Swadarma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H