Dia adalah yang terbuang mengetuk pintuku Penuh luka dipunggungnya merah-hitam Dia menjadi terbuang setelah harapannya dibuang Bapaknya pegawai kecil kelas sendal jepit yang kini didalam penjara sebab bela anaknya Untuk darah daging yang tercinta selesaikan sekolah Sahabatku gantikan bapaknya coba mencari kerja Namun yang didapat cemooh, harga dirinya berontak Lalu dia tetapkan hati hancurkan sang pembuang..... (Dia Adalah Sahabatku-Iwan Fals)
Tan Hok Liang lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 1 Oktober 1957 anak ke-2 dari 17 bersaudara. Ia hanya mengenyam pendidikan bangku SD selama tujuh bulan karena keadaan yang tak memungkinkan. Umur 12 tahun ia sudah menjadi tulang punggung keluarga sebagai calo terminal. Usia 13 tahun ia mulai membunuh orang....
Sejak itu mulailah ia menjadi penjahat kambuhan yang melanglang buana menghabiskan kehidupan kelamnyadari satu penjara ke penjara lainnya. Total ia sudah merasakan kerasnya kehidupan di 14 penjara yang berbeda selama 18 tahun 7 bulan.
Namun itu hanyalah masa lalunya, ia kini pemilik Pesantren At-Taibin dan Masjid Tan Hok Liang yang banyak membantu para mantan narapidana seperti dirinya.
Penjahat kambuhan itu adalah Anton Medan.
Anton Medan hanyalah salah satu dari sekian banyak penjahat kambuhan lainnya di negeri ini. Mereka yang mencuri, menjambret, merampok bahkan membunuh karena hak-haknya dikebiri. Ingin menjadi petani sudah tak ada sawah lagi. Ingin menjadi pedagang digusur sana sini. Ingin melamar pekerjaan, yang didapat malah cibiran. Akhirnya terpaksa jadi penjahat lagi.
Memang susah menjadi orang baik, di tengah sistem yang jahat.
Untuk itulah sangat beralasan bila mereka membutuhkan second chance, kesempatan kedua. Bukankah setiap orang pernah melakukan kesalahan? Namun janganlah kesalahan yang pernah diperbuat menjadikan alasan pembenaran untuk bertindak laksana hakim bagi mereka padahal kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan semata.
Semua orang butuh second chance, kesempatan kedua, agar dapat memperbaiki diri untuk lebih baik lagi. Apalagi penjahat kambuhan. Hal tersebut pernah diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam beberapa bait puisinya yangberjudul “Doa”.
Tuhanku Aku hilang bentuk remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling
Yah, penjahat kambuhan juga manusia yang pernah merasakan hilang bentuk, remuk dan jauh menyimpang mengembara bergelut dengan dosa. Namun pada satu titik, di saat hati kecil nurani tersadarkan, maka ia akan mengetuk pintu Tuhan. Di saat itulah timbul kesadaran bahwa manusia tak bisa berpaling dari jalan kebenaran. Itulah kesempatan kedua yang sangat berharga dan tak boleh disia-siakan.
Pada saat seperti itu seharusnya para penjahat kambuhan tersebut diberikan dukungan dan kesempatan. Bukan malah sebaliknya dicibir dan dicemooh sambil mengatakan “tak ada tempat bagi penjahat kambuhan seperti mereka selain di neraka!”
Dalam bahasa yang berbeda Willebrord Snellius si pencetus hukum Snellius mengatakan “cahaya pada dasarnya merambat dengan arah yang lurus”. “Namun pada saat terbentur medium yang rapat, ia akan berbelok arah”. “Seandainyaia dapat melewati keadaan genting tersebut maka akan kembali merambat lurus seperti awal mulanya.”
Jadi hukum Snellius di atas telah mengajarkan kita bahwa manusia pada dasarnya adalah pribadi yang lurus. Namun kehidupan gila di dunia yang penuh tekanan terkadang membuat jalannya menjadi bengkok.Hanya manusia berkarakter kuatlah yang pada akhirnya dapat menemukan kembali jalan lurusnya. Oleh karenanya berikanlah kesempatan kedua pada mereka............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H