Tabuik adalah sebuah tradisi unik yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia. Tradisi ini umumnya dilaksanakan di Kota Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia.Â
Upacara Tabuik digelar setiap tahun pada tanggal 1-10 Muharram dalam kalender Islam untuk memperingati kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, dalam Perang Karbala pada 10 Muharram.Â
Tabuik merupakan keramaian besar di Padang Pariaman dan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak lain di luar daerah Pariaman. Tabuik berasal dari bahasa Arab, yakni tabut yang memiliki makna peti kayu. Orang Pariaman melafalkan menjadi Tabuik, hal ini karena pengaruh dialek Minang, dimana konsonan yang berakhiran t akan dilafalkan menjadi ik.Â
Contohnya, takut menjadi takuik. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang munculnya makhluk kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq. Berdasarkan legenda itu, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan buraq yang tengah mengusung tabut di punggungnya berbentuk menara belasan meter dan dikenal sebagai Tabuik.
Tabuik memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengenang peristiwa penting dalam sejarah Islam dan sebagai ajang silaturahmi antarwarga. Selain itu, Tabuik juga memiliki manfaat sebagai daya tarik wisata yang dapat meningkatkan perekonomian daerah, tradisi tabuik merupakan salah satu ciri khas budaya Minangkabau.Â
Melalui pelaksanaan tradisi ini, masyarakat memperkuat identitas budaya mereka dan menjaga keberlanjutan nilai-nilai leluhur, tabuik juga mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan kepedulian sosial. Masyarakat bekerja sama dalam persiapan dan pelaksanaan tabuik, memperkuat hubungan antarwarga dan memupuk rasa kebersamaan.
Disamping itu Tabuik juga memberikan banyak manfaat sosial budaya di sumatera barat diantaranya:
1. Melestarikan Warisan Budaya
Dengan melibatkan generasi muda dalam pelaksanaan Tabuik, tradisi ini membantu melestarikan warisan budaya dan tradisi Minangkabau untuk generasi mendatang.
2. Memupuk Rasa Kebersamaan