"Know your enemy and know yourself and you can fight a hundred battles without disaster."
Kalimat ini merupakan salah satu nasihat yang tertulis di dalam buku The Art of War yang diciptakan oleh filsuf dan juga ahli strategi dari zaman China kuno yang bernama Sun Tzu. Pemikirannya telah menginspirasi banyak fenomena perang di dunia dan bahkan masih diterapkan sampai saat ini dalam menghadapi persaingan ekonomi modern. Sun Tzu menciptakan The Art of War yang merupakan sebuah pemikiran yang menawarkan konsep untuk menghadapi konflik atau perang dengan cara yang unik. Sun Tzu sendiri adalah Seorang jendral perang tiongkok, ahli strategi dan juga filsuf yang hidup pada zaman China kuno. Karyanya bernama “The Art of War” secara signifikan mempengaruhi filosofi dan pemikiran militer Barat dan Asia Timur. (GILES, 1994)
Kombinasi kelicikan, kebijaksanaan, dan kekuatan telah menampilkan pasukan yang gigih, tak terkalahkan di medan pertempuran. Semboyan The Art of War yang ditulis oleh Sun Tzu telah memanifestasikan manuver yang rumit melalui ilustrasi yang paling jelas dan ringkas. Dalam buku ini, dia secara mengesankan mengoordinasikan berbagai dimensi perang, perang dengan mempertimbangkan berbagai kompleksitas dan situasi kritis dari medan pertempuran, durasi perang, dan ciri-ciri seorang jenderal yang ideal. Dia sangat menekankan pada manajemen penipuan dan persepsi melalui penggunaan utusan rahasia dan kecerdasan yang baik. Memahami siasat musuh, dan membangun manuver yang tidak dapat dipahami juga merupakan fitur yang sangat diperlukan untuk menjadi seorang jenderal yang ideal. Ketangkasan dan kepiawaian berperang dalam memimpin, manajemen krisis dan penanganan kejadian kritis di medan pertempuran telah menggambarkan kehebatan jendral sun Tzu. (GILES, 1994)
Perang Vietnam adalah konflik yang panjang, mahal, memecah belah dan mengadu pemerintah komunis Vietnam Utara melawan Vietnam Selatan dan sekutu utamanya, Amerika Serikat. Konflik tersebut diperparah dengan berlangsungnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Lebih dari 3 juta orang (termasuk lebih dari 58.000 orang Amerika) tewas dalam Perang Vietnam, dan lebih dari setengahnya adalah warga sipil Vietnam. (Spector, 2021)
Vietnam, merupakan sebuah negara di kawasan Asia Tenggara di tepi timur semenanjung Indochina, telah berada di bawah kekuasaan kolonial Prancis sejak abad ke-19. Selama Perang Dunia II, pasukan Jepang menyerbu Vietnam. Untuk melawan penjajah Jepang dan pemerintah kolonial Prancis, pemimpin politik Vietnam Ho Chi Minh terinspirasi oleh komunisme Tiongkok maupun Soviet dan membentuk Viet Minh yang merupakan koalisi dalam mewujudkan kemerdekaan Vietnam.
Setelah kekalahannya pada tahun 1945 dalam Perang Dunia II, Jepang menarik pasukannya dari Vietnam, meninggalkan Kaisar Bao Dai yang berpendidikan Prancis yang memegang kendali. Melihat peluang untuk merebut kendali, pasukan Viet Minh yang di nahkodai Ho Chi Minh segera bangkit, lalu mengambil alih kota utara Hanoi dan mendeklarasikan Republik Demokratik Vietnam dengan Ho Chi Minh sebagai presiden.
Viet minh ingin menyatukan negara di bawah pemimpin komunis Ho Chi Minh. Banyak orang Vietnam Selatan mendukung Ho Chi Minh karena mereka tidak senang dengan kepemimpinan Ngo Dinh Diem sebelumnya yang lebih pro kepada prancis. Melihat kesempatan untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah Vietnam, Prancis mendukung Kaisar Bao dan mendirikan negara Vietnam pada Juli 1949, dengan kota Saigon sebagai ibu kotanya. Kedua belah pihak menginginkan hal yang sama yaitu membentuk Vietnam yang bersatu. Tetapi terdapat pula perbedaan pula pendapat dalam jalan pemerintahan kedua kubu. sementara Ho Chi Minh dan para pendukungnya menginginkan sebuah negara yang meniru negara-negara komunis lainnya, Bao dan para sekutunya menginginkan Vietnam dengan ikatan ekonomi dan budaya yang dekat dengan Barat.
Perang pecah antara Utara dan Selatan. Sejak tahun 1958 dan seterusnya, Selatan mendapat serangan yang meningkat dari komunis di Vietnam Selatan sendiri. Mereka disebut Front Pembebasan Nasional (National Liberation Front).. Amerika Serikat takut komunisme akan menyebar ke Vietnam Selatan dan kemudian ke seluruh Asia, Ini adalah kepercayaan dari efek domino dimana jika satu negara jatuh ke komunisme, kemungkinan negara tetangga juga akan ikut terpengaruh. Ini terjadi di Eropa Timur setelah 1945. Cina menjadi komunis pada 1949 dan komunis menguasai Vietnam Utara. Amerika Serikat memutuskan untuk mengirim uang, perbekalan, dan penasihat militer untuk membantu Pemerintah Vietnam Selatan dan sekutunya Prancis.
Amerika Serikat memulai keterlibatannya di Vietnam sejak tahun 1950 untuk membantu Prancis dalam Perang Indocina Pertama. Menyusul kekalahan Prancis pada Pertempuran Dien Bien Phu pada 1 November 1955, Presiden Dwight D. Eisenhower mereorganisasi Kelompok Penasihat Bantuan Militer Indochina (MAAG) menjadi MAAG khusus, untuk mendukung Republik Vietnam (ROV) dalam perang mereka melawan komunis Utara. Terlepas dari bantuan ekonomi dan militer AS, pemerintah Vietnam Selatan pada umumnya dan Tentara Republik Viet Nam (ARVN) pada khususnya tidak menunjukkan bahwa mereka mampu menangani Viet Cong (Front Pembebasan Nasional).
Tentara AS menggunakan beberapa strategi yang ternyata tidak efektif dalam menghentikan kemajuan musuh di Vietnam.
Strategi Perpindahan rakyat
Ini adalah upaya untuk menghentikan Vietcong menggunakan penduduk desa selatan yang simpatik untuk membantu mereka bersembunyi di pedesaan.
Petani Vietnam dikeluarkan dari desa mereka dan dipaksa tinggal di dusun-dusun strategis yang dipertahankan di daerah-daerah yang netral. Orang-orang yang dipaksa dari tanah mereka malah menjadi bumerang dan menciptakan oposisi besar, kerusuhan dan kebencian terhadap selatan dan Amerika Serikat.
Juga sulit untuk mengidentifikasi potensi Vietcong dari petani, artinya Vietcong bisa menyusup ke daerah-daerah yang Netral.
Operasi Rolling Thunder
Angkatan Udara AS mengorganisir kampanye pengeboman Vietnam Utara dari tahun 1965-1972. Tujuannya adalah untuk menghancurkan target militer dan industri di utara dan mencapai target strategis di kota-kota Vietnam.
Serangan ini menghasilkan peningkatan sukarelawan untuk Vietkong. Utara juga memiliki sedikit industri untuk dihancurkan. Sebagian besar infrastruktur militer berada di bawah tanah atau di dalam gua.
Napalm
Napalm kimia adalah kombinasi dari agen pembentuk gel dan minyak bumi. Ini menyebabkan luka bakar yang mengerikan karena menempel pada kulit manusia dan tidak dapat dengan mudah dihilangkan. Ini juga meningkatkan panas di atmosfer dan menyebabkan tersedak.
Dijatuhkan dari udara, senjata anti-personil ini digunakan untuk menyerang sekelompok besar tentara. Namun, warga sipil sering terjebak dalam serangan. Ini membuat banyak orang Vietnam menentang AS dan meningkatkan oposisi di dalam negeri.
Operasi Cari dan hancurkan ( Search and Destroy )
Sering diangkut dengan helikopter, pasukan AS memasuki desa-desa Vietnam untuk mencari Vietkong yang dicurigai bersembunyi di antara para petani. Korban sipil dari serangan ini seringkali tinggi, mengasingkan penduduk.
Pada 16 Maret 1968, tentara AS membunuh beberapa ratus warga sipil Vietnam dalam apa yang dikenal sebagai pembantaian My Lai. (Gawthorpe, 2017)
Tentara Amerika Serikat memiliki senjata konvensional yang unggul tetapi tidak efektif melawan negara yang tidak terindustrialisasi dan tentara yang menggunakan taktik gerilya dan menggunakan hutan lebat sebagai perlindungan. Tentara Vietnam Utara berdedikasi untuk memperjuangkan kemerdekaan dan komunisme. Mereka sangat setia pada kepemimpinan mereka, yang telah memberikan reformasi tanah di utara. Prajurit-prajurit ini wajib militer dan menjalani tugas tugas yang panjang. Akibatnya, Vietcong menjadi sangat berpengalaman dan berpengetahuan tentang taktik Amerika.
Cara-cara menangani konflik harus direncanakan dan diperhitungkan dengan cermat. Dalam pertimbangan ini, Panglima harus memiliki kebijaksanaan karena di tangan perwira inilah masa depan bangsa berada. Komandan harus tahu kapan harus bertarung dan kapan tidak bertarung. “Ketika itu menguntungkan mereka, mereka bergerak maju; ketika sebaliknya, mereka berhenti.” Komandan harus tenang, berpengetahuan luas tentang taktik dan manuver, dan penuh kebijaksanaan. Dia harus tahu bagaimana menggabungkan energi anak buahnya, dan menggunakannya untuk keuntungan mereka. (Yuen, 2014)
Jenderal William Westmoreland sebagai pemimpin pasukan Utara menghiasi medan pertempuran dengan paradigma strategi papan catur yang berusaha memusnahkan kepingan musuh untuk menaklukkannya. pandangan Sun Tzu berpendapat bahwa dengan hanya menggunakan kekuatan dan kekerasan tidak cukup untuk menang dalam perang. Karena dibutuhkan strategi yang jauh lebih rumit dan licik. Sayangnya, dia enggan untuk melihat lingkungan nyata, dan kondisi musuh dalam hal potensi serangan. disisi lain
Pasukan Vietcong jelas akan kalah jika mereka menghadapi pasukan Amerika secara langsung karena mereka tidak memiliki persenjataan yang cangih seperti yang dimiliki oleh Amerika. Jenderal perang di pihak Vietcong Vo Nguyen Giap telah mempelajari prinsip Sun Tzu bahwa lebih penting untuk mensiasati musuh daripada mengalahkannya dan dalam setiap tindakan harus memiliki taktik atau strategi yang matang, bukan dari persenjataan yang lebih kuat. Penyerangan tanpa strategi dan tanpa mensiasati musuh malah akan menuntun alur peperangan kepada kekalahan, ini merupakan kerugian yang diprediksi Sun Tzu ribuan tahun sebelumnya. Dengan mengikuti prinsip Sun Tzu, Jenderal Giap Vietnam menggunakan penipuan dan kerahasiaan sebagai strategi perang mereka yang memaksa tentara Amerika untuk menyerang tanpa menemukan tujuan tertentu. Ini telah membantu jenderal untuk mengambil kesempatan perang dan mengurangi dukungan Amerika mengenai aksi militer di Vietnam antara tahun 1965 dan 1967 (Summers, 1981). Ini adalah hasil yang sangat penting dari salah satu prinsip terpenting Sun Tzu yaitu “Biarkan rencana mu menjadi gelap seperti malam. Kemudian seranglah seperti halilintar.” Dengan taktik gerilya. Pasukan utara menghindari pertempuran terbuka dengan musuh dan untuk melancarkan serangan dan serangan mendadak. Vietkong memiliki pengalaman melakukan ini saat melawan Jepang dan Prancis setelah Perang Dunia Kedua, mereka sangat akrab dengan medan dan iklim. Mereka menggunakan Jalur Ho Chi Minh, yang membentang dari Vietnam Utara ke Selatan, untuk menjaga pasokan pasukan mereka. Jenderal Giap juga memanfaatkan cuaca, medan, kepemimpinan, doktrin militer, dan pengaruh moral. Kelima hal ini telah digambarkan sebagai lima faktor fundamental perang dalam sebuah prinsip oleh Sun Tzu.
Sun Tzu juga memberikan saran untuk mengubah taktik agar sulit ditebak oleh pihak musuh. Pada tanggal 31 Januari 1968, selama perayaan Tahun Baru Vietnam (dikenal sebagai Tet), Vietnam Utara, didukung oleh Vietnam Selatan Vietkong meluncurkan serangan mendadak di kota-kota di wilayah yang dikuasai AS di Vietnam Selatan. Mereka menguasai sebagian Saigon dan kota-kota lain, yang paling sukses di ibukota kuno Vietnam, Hue. Satu kelompok berhasil melubangi tembok di sekitar Kedutaan Besar AS di Saigon. (Yuen, 2014)
Vietkong tidak bertahan lama di salah satu wilayah yang diperoleh. Mereka menderita banyak korban dan Serangan Tet adalah kekalahan militer bagi mereka.
Serangan itu gagal tetapi telah dipandang sebagai titik balik. Itu memiliki dua efek penting:
-Hilangnya nyawa tentara Amerika, tekad dan keganasan serangan Vietcong, dan liputan respon brutal (termasuk penangkapan di kamera seorang tersangka perwira Vietcong yang dieksekusi di jalan Saigong) membuat banyak orang Amerika menyimpulkan bahwa mereka tidak bisa memenangkan perang melawan musuh yang begitu berdedikasi dan tersebar luas. Dibutuhkan lebih banyak kerusakan pada warga sipil dan pasukan Amerika daripada yang siap ditanggung AS.
-Presiden Johnson berhenti mengebom Vietnam Utara sebagai imbalan atas pembicaraan damai di Paris.
Pengunduran diri Presiden Nixon juga melemahkan semangat AS untuk terlibat di Vietnam.
Pada tahun 1975, Vietnam Utara melancarkan serangan besar dan menguasai serangkaian benteng Vietnam Selatan. Pada Mei 1975 pasukan komunis merebut Saigon. Pada tahun 1976 dua bagian Vietnam disatukan dalam satu Republik Sosialis.
Perang berakhir pada tahun 1975 dan Amerika Serikat memiliki banyak pelajaran untuk dipelajari dalam hal perang, strategi militer, dan kebijakan luar negeri. Banyak politisi Amerika mengacu pada The Art of War karya Sun Tzu, tetapi tidak pasti bahwa pelajaran ini benar-benar telah dilaksanakan dengan benar atau akan digunakan untuk operasi militer di masa depan.
Kesimpulan
Perang Vietnam adalah perjuangan terbesar era Perang Dingin dan satu-satunya kekalahan militer besar dalam sejarah Amerika Serikat. Keberhasilan Vietnam Utara dalam menghadapi perang saudara melawan Vietnam Selatan beserta sekutu utamanya Amerika Serikat tidak lepas dari kepiawaian jenderal Vo Nguyen Giap dalam memimpin pasukannya dengan menerapkan strategi Sun Tzu sehingga pasukannya dalam mengatur alur perang seperti yang mereka inginkan. Pemimpin yang baik mengenal diri mereka sendiri dengan sangat baik; mereka memahami kekuatan dan kelemahan mereka sendiri dan mereka membangun tim di sekitar pemahaman itu. Sehingga dengan memahami setiap faktor-faktor perang dan mensiasati musuh seperti apa yang diajarkan oleh Sun Tzu, Vietnam dapat mendapatkan kemenangan perang melalui taktik gerilya dan kebijaksanaan dalam berperang.
Referensi :
Gawthorpe, A. (2017). the Vietnam War, and the purpose of history. Journal of Strategic Studies, 154-169.
GILES, L. (1994). SUN TZU ON THE ART OF WAR. Britain: The Project Gutenberg.
Spector, R. H. (2021, Juli 06). Vietnam War. Retrieved from Britannica: https://www.britannica.com/event/Vietnam-War
Summers, H. G. (1981). On Strategy: The Vietnam War in Context. Pennsylvania: Strategic Studies Institute.
Yuen, D. M. (2014). Deciphering Sun Tzu: How to Read The Art of War. United Kingdom: Oxford University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H