Sri Baginda Maharaja Babi minum kopi dua kali sehari. Saat pagi hari, dan menjelang petang saat santai di beranda belakang Istana. Kanjeng Padmarini senantiasa menjadi teman berbincang dalam dua momen itu.
Praktis segala hal yang terjadi di Rimba Raya tak luput sedikitpun dari jangkauan Padmarini. Ia bahkan mengutip 5 persen dari setiap proyek yang muncul dari kesepakatan minum kopi Bersama Baginda siapapun tanpa terkecuali. Tidak peduli golongan ikan, burung, reptil, ampibi, mamalia semua sama wajib menyetorkan 5 persen atas nilai keseluruhan dalam bentuk kepingan emas. Itulah sebabnya, ia dikenal sebagai Kanjeng Wiyasa Putri, merujuk lima persen potongan untuk celengan raja brana.
Kanjeng Padmarini punya tiga orang anak dari Baginda. Sulung Perempuan, Kanjeng Putri Hamsa yang bersuami Tumenggung Werok, Lelaki pertama Tumenggung Curut, dan bungsu putra keduanya saudagar Pisang Bernama Rakryan Wanara. Ketiganya sama sama rakus seperti ibunya. Perangainya seperti peribahasa air cucuran atap jatuh ke pelimbahan juga.
Sebelas dua belas.
Saat mendengar Lanang Musang menjadi Patih menggantikan Gagak Slewah, yang pertama kali protes adalah Rakryan Wanara. Sebab ia merasa sudah melangkahi dirinya secara posisi. Wanara merajuk pada ibunya untuk meminta Baginda merubah keputusannya di rapat terbatas mentri Rimba Raya kemarin hari.
Sore itu sebelum Mentri Kepala Kuskus tiba di meja perjamuan kopi, Wanara merajuk pada ibunya.
"Ibu Kanjeng Ratu tersayang, Lanang Musang sepertinya menjadi anak muda paling gemilang yang akan meredupkan Kangmas Tumenggung Curut lelaki kesayangan Kanjeng Mami. Jangan sampai pamor Kakang nanti terang laras sehingga kandas tak jadi menggantikan Ayahanda Babiwi"
Kanjeng Padmarini tercenung. Tak kuasa ia menampik pandangan anak bungsunya. Benar, bila tak dijaga, bisa saja nanti malah Musang Lanang yang dipilih rakyat menggantikan suaminya yang sudah harus lengser keprabon tahun ini. Sembari menyeruput perlahan kopi susu yang ditaburi bubuk kayu manis, Kanjeng Padmarini memandang Sri Baginda Maharaja Babi yang hanya mengangguk angguk.
"Bapak kali ini tidak punya pilihan Nak, kita harus menyelamatkan hal yang lebih besar ketimbang menjawab ratapan kecemasanmu. Peristiwa bocornya titah Raja kepada masyarakat sudah dalam taraf tak terkendali. Kita harus atur posisi. Bapak pikir ini yang paling baik" Tukas Baginda menjawab kegudahan Wanara.
Kanjeng Padmarini menyahut, "Aku rasa Curut harus kita bangun posisi juga. Buatkan banyak panggung supaya ia tidak tergulung dari kabar burung, Mami akan siapkan anggaran berapapun juga. Kekuasaan di keluarga kita tidak boleh terlepas!"