Lintang kemukus dan upas marga naja, menjadi bahan dasar keris pesanan Arok. Wesi, juga Waja, dipadu ditempa berulang dilipat sampai dua ratus kali.
Lima purnama berlalu, baru setengah jadi pesanan dari lelaki berjuluk hantu padang karautan.
Masih sangat kasar.
Sebagai pusaka bertuah, memang tidak sembarang waktu mengerjakan. Selama sebulan tidak setiap hari dicandak.
Hanya pada Jumat Kliwon, Selasa Kliwon, dan Jumat Wage pada tabuh waktu malam saat semua orang sedang terlelap hebat dan selesai menjelang fajar menyingsing.
Keris pesanan anak angkat Bango Samparan, nama lain Lembong adalah pusaka terakhir yang Gandring buat. Ia harus pegat dengan wadagnya menjadi uji tuah kesaktian pusaka kali pertama.
Setelah tiga dasa warsa kutukannya berakhir, menghabisi tujuh turunan, keris itu lenyap. Ada yang bilang menghilang misterius, ada cerita ditanam di dalam Candi Anusapati, ada juga yang mengatakan berada di dasar Kelud, ada kisah lain tenggelam di laut kidul dan menjelma menjadi Naga.
Meski sudah beribu tahun berlalu, Gandring tetap menjadi dongeng panjang tentang kekuasaan. Dongeng intrik politik, dimana orang baik seperti Kiai Sumelang Gandring jadi tumbal ambisi merebut kursi.
Andai saja Gandring tidak membuat pesanan Arok, bisa jadi padepokannya sudah menjelma menjadi universitas setara Cambridge University berdasar tarikh yang sezaman. Menjadi guru besar di bidang tosan aji, kanuragan, perbintangan dan kasusastraan.