Lidah paling sakti yang ditakuti Panembahan Senopati itu Bernama Baru Klinting. Jelmaan dari Naga yang ingin pengakuan dari sang ayah.
Baru Klinting tumbuh cepat sekali, ia tinggal di Bengawan Progo. Semakin hari tempat tinggalnya semakin tak muat. Sepanjang waktu hanya kerap bertemu dengan ibunya. Tak sekalipun ia menjumpai ayahnya. Ia bertanya pada ibunya kemana ayahnya, Ibunya menjawab sedang bertapa di Gunung Merbabu.
Pemimpin tertinggi Mangir memang pergi bertapa. Persis saat usia ketujuh kandungan, memohon petunjuk pada leluhur atas takdir yang digariskan.
Setelah lebih dari 12 purnama bertapa, Ki Ageng Wanabaya pulang ke Mangir. Tepat 𝘸𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘸𝘦 Ki Demang Taliwangsa memberi laporan bahwa sekitar Kali Progo sering longsor, tempat tinggal Baru Klinting '𝘢𝘯𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢', seiring pertumbuhan yang makin hari makin membesar.
Sejurus kemudian, Wanabaya menuju sungai yang berhulu di gunung Sindoro. Ia menjumpai 𝘣𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘳𝘰𝘬 dari longsor tanggul kali hingga menghambat sarana irigasi warga.
Baru Klinting senang sekali. Akhirnya ia menjumpai ayahnya.
" Ayah, akhirnya aku bisa memandang parasmu. Kenapa kau tak pernah nampak sejak aku lahir?"
"Kau bukan anakku. Sebab anakku pasti pilih tanding. Ia sakti dan sanggup melingkari gunung Merapi."
"Aku anakmu. Aku sanggup untuk melakukan itu sebagai bukti akulah darah dagingmu!" ungkap Baru Klinting yakin.
Ia beringsut cepat. Menyusuri kali Progo hingga menemui sungai Bedog naik ke Utara sampai gunung Merapi.
Ki Ageng Wanabaya pun bersicepat. Rapalan ajian tatar bayu memindah tempat ia berdiri sampai ke desa tempat keramat; Sela.
Baru Klinting berselang tunggang gunung di belakang.
Baru Klinting langsung melingkari Condrogeni. Tubuhnya merentang panjang merangkul Mandrageni. Jenjang tubuhnya kurang sedikit.
"Kurang sedikit ayah, kau akan segera mengakui aku anakmu!" Teriaknya gembira.
Wanabaya menyahut sambil menyesap secangkir kopi, "Jika melingkari Meru Api saja tak sanggup, jangan panggil aku Ayah!"
Baru Klinting mencoba lagi melingkari gunung keramat itu. Tapi lagi lagi masih kurang sedikit. Padahal napasnya sudah ia tahan. Tak kurang akal, dijulurkannya lidahnya untuk menyentuh ekornya.
Tepat saat lidahnya berpaut dengan ekor, Ki Ageng membabat pengecap Baru Klinting tepat dipangkalnya. Seketika Baru Klinting hilang.
Lidahnya menjelma menjadi mata tombak. Badannya hanyut begitu cepat mengikuti arus air sungai Bedog tembus Sungai Progo. Derasnya arus yang tiba tiba datang begitu kuat menghantarkan sampai ke pantai selatan. Ki Ageng mengejarnya cepat. Ajian sepi angin membuat lima ribu tombak ditempuh dalam waktu singkat. Begitu tergulung ombak, badannya Baru Klinting berubah menjadi gagang kayu panjang.
Ki Ageng menyatukan keduanya. Mata tombak jelmaan dari lidah Sang Naga dan gagang kayu pegangan yang mengecil jadi tiga depa adalah dari badan yang terbawa arus sampai ke segara kidul.
Sejak saat itu, Baru Klinting menjadi pusaka kebesaran Perdikan Mangir. Daerah mahardika di sekitar tempuran sungai Bedog dan Progo yang dikenal kesaktiannya, sampai Raja Mataram pun gamang.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H