Mohon tunggu...
Dongeng Kopi
Dongeng Kopi Mohon Tunggu... Pramusaji - Berbiji baik, tumbuh baik!

Kedai Kopi yang terintegrasi dengan Taman Baca Alimin, serta Rumah Sangrai yang menghasilkan aneka kopi biji dan bubuk. Ruang paling pas untuk buku, kopi dan komunitas. Hadir di Umbulmartani, berada di kaki Merapi, dan Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery di Tirtomartani, 700 meter dari Candi Kedulan, 5 Kilometer dari Candi Prambanan. Keduanya ada di Sleman Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Baru Klinting, Lidah Sakti Jelmaan Naga Dongeng Kopi

26 Desember 2023   22:25 Diperbarui: 26 Desember 2023   22:33 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baru Klinting, Anak Mangir, Naga yang bisa bicara suka kopi aseli Merapi. Sumber Gambar: Dongeng Kopi

Pada zaman dahulu kala di daerah Mangir, berkuasa Ki Ageng Wanabaya. Keturunan Brawijaya yang dari putra ke 43 dari jumlah putranya yang sampai 117.

Keputusan membuka daerah perdikan Mangir ia dapat setelah selesai bertapa lama di Gunung Merbabu. Lewat wangsit untuk membuka daerah di selatan Merapi, sekitar tempuran Kali Progo yang terhampar hutan kelapa.

Kelapa dalam budaya Jawa merupakan pralambang alam semesta.

Sebagaimana para ksatria mendapat gaman dan ajian setelah bertapa, bekal babat perdikan ia dapat sebilah keris sakti pemberian Sang Hyang Bahurekso Damalung.

Keris yang dapat membakar kulit meski tak sempat bersentuhan dengan hanya mencabut warangka.

Bersama sejumlah pengikutnya, Ki Ageng membangun peradaban di tepi timur kali Progo. Tanahnya yang subur, air yang cukup menjadikan bumi Mangir gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kertaraharja.


Setiap menjelang purnama, warga berduyun duyun menyambut dengan gegap gempita. Biasanya selain cawis sesaji, ungkapan rasa syukur lewat upacara adat, beberapa pusaka juga dihadirkan.

Tradisi Mangir, purnama penuh merupakan waktu istimewa. Simbol bersatunya mikrokosmos & makrokosmos, dimana saat energi dari Sang Hyang Murbeng Dumadi memancar sangat kuat.

Tersebutlah Endang Sawitri, putri Ki Demang Taliwangsa kadapuk mengambil beberapa pusaka di kediaman Ki Ageng atas perintah Sang Ayah.

Kehadiran pusaka memang wajib sebagai bagian ritual. Saat Sawitri menerima pusaka, Ki Ageng berpesan, jangan menaruh dipangkuan.

Sawitri lalai, ia menaruhnya di pangkuan. Seketika pusaka lenyap. Selang berapa waktu perutnya membesar. Ia hamil tanpa ada yang menyentuhnya.

Ki Ageng tahu, ini akibat melanggar wewaler setelah tahu dari Taliwangsa. Ia pun bertanggungjawab menikahi meski berjanji tidak akan menyentuhnya.

Begitu lahir rupa-rupanya bukan bayi manusia yang keluar. Seekor naga kecil dengan genta dileher yang langsung bisa bicara. Dinamai Baru(na) Klinting. Tersebab serupa algojo kosmik dewa Baruna, penguasa langit dan air. Klinting berasal dari suara atas kalung genta di lehernya.

-bersambung -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun