Bila di sidang paripurna dewan rakyat ada yang tidur, jangan buru-buru menyalahkan. Tolong hentikan segenap caci maki & umpatan soal kontra produktif. Bisa jadi, itu bagian dari aksi tapa nendra atas kemuakan angkara murka, nafsu yang meraja.
Persis Kumbokarno.
Putra Resi Wisrawa & Dewi Sukesi ini memilih tidur atas sikap Dasamuka kakaknya yang lewat batas. Sudah berulangkali diingatkan soal kendali pusar ke bawah harus dijaga. Malah mangugung adiguna, adigang, adigung.
Bagi Kumbokarno tidur adalah bagian aksi diam, aksi bisu, aksi tidak sepakat dari politik rezim sewenang wenang. Manjauhi diri dari gemuruh riuh urusan negara otoriter karena penguasanya hanya mau menang sendiri.
Tidurnya lama sekali, sampai perang sudah menghabisi para ksatria Alengka, ia masih pulas tidur. Pasukan terompet, pasukan tambur, pasukan meriam sampai dengan petasan bergantian membangunkan Kumbakarna. Namun Kumbakarna tak jua terjaga.
Saat wulu cumbu, bulu kaki jempol kiri ditarik tak jua bikin bangun, Indrajit yang diperintah ayahnya, Dasamuka, itu gagal ia lalu berpikir keras.
Diseduhnya kopi untuk mengail Ilham. Kopi dari umbul Jumprit yang aromanya menyeruak tajam adalah kopi pilihannya.
Duduk di dekat kaki panjang sang paman, seruputan dari cangkirnya mengalir menyebar ke seluruh langit-langit mulut menyentuh setiap syaraf dan mengirim pesan ke pusat di kepala, amboi nikmatnya.
Kepul asap dari cangkir berpadu dengan aroma kopi segar menguar ke berbagai penjuru. Kuat sekali aroma itu hingga menusuk indera penciuman ksatria yang lahir dari mendaras Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.
Kumbakarna bangun. Aroma kopi dari keponakannya, pemilik nagapasa berhasil menghentikan dengkurnya.