Mohon tunggu...
Dongeng Kopi
Dongeng Kopi Mohon Tunggu... Pramusaji - Berbiji baik, tumbuh baik!

Kedai Kopi yang terintegrasi dengan Taman Baca Alimin, serta Rumah Sangrai yang menghasilkan aneka kopi biji dan bubuk. Ruang paling pas untuk buku, kopi dan komunitas. Hadir di Umbulmartani, berada di kaki Merapi, dan Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery di Tirtomartani, 700 meter dari Candi Kedulan, 5 Kilometer dari Candi Prambanan. Keduanya ada di Sleman Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kopi Jogja, Dahulu dan Sekarang Sebait Dongeng Kopi

20 Juli 2023   19:28 Diperbarui: 24 Juli 2023   11:41 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angkut Karung, Angkat Sumber Penerang Hidup Bersama Komoditas Kopi. Sumber GambarWujud Sutrisno

Komoditas kopi, sejak dahulu telah menjadi minuman yang mengikat rasa dan semangat bagi banyak orang di seluruh dunia. Tak heran bila komoditas ini sempat menjadi monopoli Arab berabad abad. Sempat dikenal sebagai emas hitam lantaran nilainya yang sangat tinggi, Bandar Yaman tumbang setelah ulah para maling kopi beraksi dan tersebar ke banyak penjuru. Baba Budan, Pieter van den Broecke, Gabriel-Mathieu Francois D'ceus de Clieu, Francisco de Mello Palheta adalah para pencuri kopi yang namanya sangat harum di kalangan pecinta kopi pelengkap sisi gelap dunia hitam; kopi. 

Baca: Maling Kopi yang Jadi Bapak Kopi Amerika

            Pencuri yang Mengubah Ibukota Kopi

            

Kopi di Indonesia, melekat erat dengan budaya keseharian masyarakat. Kopi dihadirkan sebagai bagian perjumpaan, perekat silaturahmi. Komoditas andalan ini secara catatan terstruktur hadir sejak zaman Kongsi Dagang Belanda. Kopi menjadi komoditas andalan selain tebu dan rempah-rempah. Kedatangannya yang berangsur-angsur dibudidayakan di Kedawung lantas tersebar ke beberapa titik di hindia Belanda. 

Persebaran kopi sebagai lahan budidaya juga tersebar di Jogjakarta. Setidaknya ada dua titik di Jogja yakni di Kaki Merapi dan di Perbukitan Menoreh di Puncak Suroloyo. Catatan tradisi kopi di Jogja memang sangat minim sekali bila dibandingkan dengan tradisi ngeteh yang sedemikian mengakar bersama Karaton Ngayogjakarta. Dalam tulisan ini, kami akan mengupas sejarah kopi di Jogja, melacak perjalanan biji kopi dari tanah hingga menjadi minuman yang menggugah selera di kota ini.

1. Jejak Pertama Biji Kopi di Jogja

Kisah kopi di Jogja berawal dari perjalanan biji kopi Arabika yang tiba di Indonesia pada awal abad ke-17 melalui program tanam paksa. Orang-orang Belanda mencoba menanam pohon kopi disekitar lereng Merapi tersebab memiliki hawa sejuk. Meskipun sudah diperkenalkan sejak zaman kolonial Belanda, Selepas kemerdekaan kopi, tidak lagi massif dan baru kembali dintensifkan pada tahun 1984. Kopi Merapi punya kendala terbesarnya adalah alam. Tiap kali terkena erupsi, lahan kopi kembali hilang dan harus kembali ditanam ulang. Oleh sebab itu budidaya kembali diupayakan pada tahun 1992, 2004, dan 2012 pasca erupsi besar pada tahun 2010. 

Selain Merapi, sentra kopi di Jogjakarta juga dibudidayakan di Perbukitan Menoreh. Pada tahun 1825-1830 di Perbukitan Menoreh Belanda melakukan tanam paksa untuk varietas Kopi dan Kakao. Beberapa daerah yang menjadi areal penanaman kopi dan kakao diantaranya adalah Pedukuhan Kampong, Pedukuhan Tanjung, Pedukuhan Promasan, Kopeng, Pedukuhan Kajoran, Samigaluh, dll. Akibat dari tanam paksa tersebut maka terjadi persilangan akar antara kopi dan kakao sehingga hasilnya sekarang diberi nama sebagai kopi Moka yang juga menjadi produk andalan penduduk Pegunungan Menoreh. 

Setelah sempat mengalami pasang surut, kini kopi Menoreh memiliki beberapa brand diantaranya  Kopi Suralaya, dan Kopi tumpangsari.

2. Berdampingan dengan Tebu, Kopi di Jogja Lebih Sebagai Pelengkap

Penting untuk dicatat bahwa peran kopi di Jogja pada masa Kolonial tidak sepesat komoditas tebu yang menopang 19 pabrik gula yang tersebar di tiga kabupaten: Bantul, Sleman, dan Kulon Progo. Nama nama Pabrik Gula itu diantaranya Pabrik Gula (PG) Pundong, PG Wonocatur, PG Padokan, PG Sedayu, PG Bantul, PG Gesikan, PG Gondanglipuro, PG Kedaton Plered, dan PG Barongan untuk kabupaten Bantul. Serta PG Rewulu, PG Demak Ijo, PG Klaci, PG Cebongan, PG Tanjungtirto, PG Sendangpitu, PG Beran, PG Randugunting, dan PG Medari untuk wilayah Sleman. 

Sedang di Kulon Progo hanya ada satu pabrik gula, yakni PG Sewugalur. Banyaknya pabrik gula di Jogja disinyalir menjadi salah satu penyebab mengapa banyak makanan aseli Jogja dikenal manis. Besar kemungkinan istilah nasgitel di kopi dan teh dimulai dari Jogjakarta. Akronim dari Panas Legi tur Kentel.

3. Kedai Kopi Tradisional di Jogja

Perkembangan kopi di Jogja juga terlihat dari hadirnya kedai-kedai kopi tradisional yang telah menjadi bagian dari warisan budaya kota ini. Kedai kopi tradisional yang masih eksis sampai sekarang ada dua. Yakni Kedai Kopi Blandongan, dan Kopi Jos di dekat stasiun Tugu. Lainnya baru muncul setelah era tahun 2012 keatas dimana gelombang kopi ketiga menjadi angin segar semangat pertumbuhan kedai kopi yang kini jumlahnya mencapai ribuan di kota wisata ini. 

Kedai-kedai kopi ini tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati secangkir kopi, tetapi juga sebagai tempat berkumpulnya para intelektual, seniman, dan aktivis sosial-politik. Beberapa kedai kopi ini telah bertahan hingga kini, mengusungsemangat masa lalu di tengah laju perkembangan zaman yang sedemikian pesat.

4. Wisata Ngopi: Fenomena Baru di Jogja

Dalam beberapa tahun terakhir, tren wisata ngopi telah menjadi fenomena populer di Jogja. Wisatawan dari berbagai penjuru datang untuk mencicipi kopi dari berbagai kedai di Jogja Jogja dan menikmati suasana kedai yang khas. Banyak kedai kopi yang menawarkan suasana kekinian dengan dekorasi unik dan menyajikan berbagai varian kopi spesial racikan khusus. Banyaknya jumlah kedai kopi yang ada di Jogja dengan berbagai keunikannya menjadikan Jogja sebagai kota wisata kopi semakin tidak terelakkan. 

Kedai kopi seperti Klinik Kopi, Dongeng Kopi, Tadasih, Pitutur, Lestari, Kopi Jos, Blandongan, Mato, Mari Ngopi adalah beberapa kedai yang punya tempat tersendiri dengan kesan yang mendalam manakala tandang kesana. Selain pilihan kedai kopi kebanyakanseperti di kota kota besar tentunya. Ragam pilihan kedai kopi berbagai genre di Jogja menjadi salah satu penyebab juga tumbuhnya rumah sangrai atau roastery yang mencapai angka tiga ratusan. Sbuah anomali mengingat Jogja kapasitas kopinya dari tiga daerah yakni Sleman: Kopi Merapi, KulonProgo; Kopi Menoreh, Gunung Kidul; Kopi gunung Gambar kapasitasnya tidak sebanyak jumlah kedai yang ada di Jogja.

Baca: Pilihan Ngopi di Jogja, Ada Banyak yang Wajib Disambangi

5. Dukungan Terhadap Kopi Lokal

Tren kesadaran akan pentingnya dukungan terhadap produk lokal juga berdampak pada industri kopi di Jogja. Semakin banyak kedai kopi yang mengutamakan biji kopi lokal dari perkebunan sekitar, mendukung petani kopi lokal dan memajukan industri kopi di tingkat lokal. Pemerintah melalui Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan baru-baru ini menyelenggarakan Business Matching di Hotel Grand Mercure 21 - 23 Juni 2023, yang mempertemukan segenap pelaku kopi dari hulu sampai ke hilir. Ini adalah wujud dari keberpihakan pemerintah untuk mendukung iklim industri Kopi yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca : Kemitraan Strategis Pada Kopi Kunci Maju Bersama 


6. Pendidikan dan Pelatihan Kopi

Peran penting lainnya dalam sejarah kopi di Jogja adalah upaya dalam pendidikan dan pelatihan tentang kopi. Beberapa kedai kopi dan lembaga telah memberikan pelatihan untuk para petani, barista, dan pecinta kopi agar dapat meningkatkan kualitas dan apresiasi terhadap kopi. Kedai kedai di Jogja seperti Wiki Kopi, Dongeng Kopi, Mari Ngopi, Masse adalah kedai yang rutin menggelar kelas untuk peningkatan kapasitas bagi barista selain komunitas seperti komunitas kopi nusantara, BKVR (barista Koffie Lover) yang kerap menggelar berbagaiworkshop dan juga sharing bersama.

Perjalanan Kopi di Jogja adalah cerita yang kaya akan perjalanan dari transisi budaya ngeteh, cerita soal biji kopi dari tanah kolonial hingga menjadi minuman yang kini digandrungi banyak orang menggantikan kebiasaan ngeteh nasgitel. Dari kedai kopi tradisional hingga tren wisata ngopi yang kekinian, kopi terus menjadi kisah yang mendalam bagi para pecinta kopi di kota budaya ini. Semoga cerita kopi di Jogja terus tumbuh dan memberi inspirasi bagi masa depan industri kopi lokal yang gemilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun