Penghulu sufi, itu dekat sekali dengan buku. Satu pernyataan dari beliau adalah bahwa buku itu selain sumber pengetahuan, ia juga punya fungsi untuk menghibur dan menjauhkan dari kesedihan.
Sebagaimana kaum sufi yang sangat menyukai minuman kopi, buku dan kopi itu memang sejatinya pencipta kebahagiaan. Tidak berlebihan memang bila @dongengkopi konsisten sejak pertama kali buka mengawinkannya bersama komunitas.Â
Baca:Â TB Alimin, Taman Baca yang hadir bersama Dongeng Kopi
Perjalanan Dongeng Kopi secara embrio memang sangat panjang. Itu dimulai dari mimpi kecil sang juru cerita, Renggo Darsono saat masih aktif di kampus.Â
Mengenyam bangku kuliah di Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Yogyakarta, Renggo sangat aktif di berbagai organisasi. Sempat aktif di organisasi Ekstra dan Intra Kampus, dengan batasan jam malam, menjadikan kedai kopi sebagai tempat melanjutkan sekian rapat dan pertemuan. Sejak itulah terpancang cita-cita untuk mendirikan kedai kopi.
"Saya dulu aktif hampir di seluruh organisasi, jadi soal ruang paling terbuka untuk berbagai agenda manakala kampus dibatasi oleh jam malam, ya jadinya kedai kopi yang jadi jujugan."Â
terang Lelaki alumnus jurusan Ilmu Administrasi Bisnis ini.
Sempat bekerja di penerbitan buku, dan menjadi jurnalis di Warta Pasar, serta merawat komunitas sastra di Kampus dengan nama Gang Pitu, Renggo lantas punya mimpi mengawinkan kopi buku dan komunitas untuk tempat yang ingin ia wujudkan tersebut.
"Skripsi saya itu soal komunitas konsumen, entah bagaimana muasalnya, dulu itu di halaman persembahan saya sempat menulis dengan kalimat - untuk mimpi membuka kedai kopi dan toko buku kelak -. Alhamdulillah kemudian terwujud. Jadi angan-angan saya itu dimulai dari tahun 2007"
Tahun 2011 Renggo mendapat pekerjaan sebagai tim supervisi bibit kopi dari kementrian Pertanian. Itulah kontak pertama bagian hulu yang kemudian hari menjadi faktor pendukung rantai pasokan untuk kedainya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!