Oktober 2022 nanti, Dongeng Kopi genap satu dekade. Sebelumnya kami hadir di dunia maya. Dari akun twitter, lantas webblog, kemudian menjadi kedai dan sampai sekarang. Juru cerita Dongeng Kopi, Renggo Darsono membagikan sekilas perjalanan Dongeng Kopi dari pertama sampai jelang tahun ke sepuluh di tanggal 7 bulan depan melalui laman Instagram kami.
Baca: Bundel Darma Dasa Dirgasana, 10 Tahun Berbagi Kebaikan di Dongeng Kopi
Dari maya ke nyata, dari cerita nyata ke dunia maya, lantas menjelma menjadi kedai tempat beranjangsana, ruang bersama buat kopi darat.Â
Menempati ruko yang kapasitas parkirnya dibagi-bagi dengan tetangga, kunjungan Dongeng Kopi pertama didominasi rasa penasaran seperti apa wajah Praba Kejora, tente yang menyaru menjadi mimin puitis, tomantis, ramah sekali menyapa para warganet di ranah maya bersama akun @dongengkopi.
Itulah sebabnya barista awal kami kebanyakan perempuan. Sebagai bagian dari membikin bingung yang mana mimin sebenarnya. Sebagaimana salah satu pepatah kuno, Curiousity killed the cat rasa penasaran akan membunuh kucing, keingintahuan akan membuat bertandang ke kedai sebagai bagian dari kopi darat.Â
Proses menghimpun garda depan dongeng kopi juga tidak sebentar. Renggo mencari dari berbagai tempat, berbagai kedai yang ada di Jogja untuk diajak bergabung. Terutama soal imaji Praba Kejora menjadi syarat utama. Hingga mendapat beberapa orang baru kemudian diwawancarai di sebuah kedai di daerah Tugu Jogja. The Beans Lab namanya.Â
Kedai kopi yang merupakan anak perusahaan dari Coffindo, eksportir kopi yang kini sudah tutup digantikan kedai kolega milik Dagadu. Jenama buah tangan khas Jogja.Â
Kedai Pertama Dongeng Kopi juga bukan dari tanah kosong yang dibangun dari nol. Tempat yang ada di Jalan Kyai Mojo, Bener , Tegalrejo Kota Yogyakarta ini, sebelumnya adalah kedai kopi milik Dinka. Warga Madiun yang saat itu sedang kuliah di Universitas Islam Indonesia.Â
Namanya Home Coffee, usianya tidak lebih panjang dari penjajahan Jepang di Indonesia. Ia menjualnya kepada kami berikut isinya. Lantaran konsepnya tidak sesuai yang kami inginkan, kami merombaknya. Beberapa bagian kaca dilepas.Â
Kursi-kursi pendek kami singkirkan. Meja bar yang sebelumnya konsepnya liliput kami reparasi, ditinggikan dengan tukang di Wonosari. Kami mengundang seniman untuk merespon ruang. Nama nama seperti Andek, dan dan beberapa nama lain turut serta memberi warna pada ruang yang berukuran sepertiga dari kedai Dongeng Kopi sekarang.Â
Tetangga di ruko yang kami tempati ada 3. Sebelah persis adalah Spa yang mengusung konsep sunda yang nampak dari irama lantunan musik instrumental yang kerap kita dengar saat kita makan di restoran khas Jawa Barat. Sebelahnya lagi ada Toko Perkakas Pertukangan yang menginduk pada Kawan Lama Grup, sementara bagian pojok digunakan sebagai kantor cabang pembantu BRI unit Pingit. Empat ruko yang berdempetan berbagi parkir untuk pelanggannya masing-masing.Â
Tidak sampai enam bulan kunjungan kedai kami bertumbuh sangat signifikan. Selain dorongan rasa penasaran akan Praba Kejora, rekomendasi kawan, getok tular, membuat parkiran kami sarat muat dan membuat tetangga mengajukan keluhan atas keadaan. Belum lagi alasan kunjungan kami menurunkan tingkat lawatan pengguna jasa spa membuat kami berpikir keras bagaimana jalan keluar yang sama sama tidak merugikan.Â
Akhirnya tidak sampai penuh satu tahun sewa kami tunai, kami putuskan pindah untuk kebaikan bersama. Kebaikan bagi kami adalah untuk kenyamanan pelanggan, kebaikan bagi tetangga adalah tidak menyumbat jalan rejeki menjalankan usahanya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H