Mohon tunggu...
Dongeng Kopi
Dongeng Kopi Mohon Tunggu... Pramusaji - Berbiji baik, tumbuh baik!

Kedai Kopi yang terintegrasi dengan Taman Baca Alimin, serta Rumah Sangrai yang menghasilkan aneka kopi biji dan bubuk. Ruang paling pas untuk buku, kopi dan komunitas. Hadir di Umbulmartani, berada di kaki Merapi, dan Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery di Tirtomartani, 700 meter dari Candi Kedulan, 5 Kilometer dari Candi Prambanan. Keduanya ada di Sleman Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Hobby

"Setop Kopi Sobek" Jargon yang Melahirkan #MakeYourOwnCoffee

22 Desember 2020   10:30 Diperbarui: 22 Desember 2020   10:52 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesi Make Your Own Coffee di Dongeng Kopi/dokpri

Awal Dongeng Kopi buka sebagai kedai, pasar belum semeriah sekarang. Pasar kopi spesiality masih belum matang. Orang-orang masih senang tandang di burjo, angkringan, warkop model girasan, khas Jawa Timuran, dan lebih banyak datang saat petang hingga malam berpulang. 

Saat itu kedai pertama kami buka di barat tugu pal putih. Menempati ruko kecil berderet antara BRI Pingit, Spa dan toko peralatan pertukangan. Setiap kali kopi kami sajikan, menurut mereka kurang nendang. Karena kekentalannya kurang ekstra, pahitnya kurang terasa. Ya, pasar saat itu masih belum cukup teredukasi bersama jenis kopi dengan derajat sangrai yang tidak gelap. Sebagian besar lidah adalah penikmat robusta karena memang jarang arabika beredar dipasaran. Masih asing. 

Hanya sedikit sekali yang mengapresiasi jenis kopi yang tersaji dari berbagai golongan asal. Masih bisa dihitung jari. 

Tak patah asa, kami kemudian bikin jargon untuk mencuri perhatian dengan kampanye massif. Menggembar-gemborkan ke seluruh kanal social media, menggaungkan di berbagai ruang lewat aneka media. 

Jargon itu cukup pendek, tapi terus kami ulang, kami ulang, kami ulang terus terusan. Kami memakai tagar #StopKopiSobek. Sebuah jargon pendek yang mencoba untuk mengambil atensi atas posisioning kedai kami yang berbeda dengan kedai-kedai yang sudah ada. Sekaligus menegaskan bahwa kopi yang kami sajikan adalah kopi dari biji pilihan yang terintegrasi dari kebun ke cangkir. 

Stop Kopi Sobek kami dengungkan dalam saluran yang paling ekstrim adalah dengan aksi vandalisme. Ribuan stiker kami cetak, kami tempel dimana-mana, utamanya ruang publik. Kami bagi-bagikan ke semua orang tiap kali seluruh penjaja kami jalan-jalan kemana-mana. Di kedai kami, kami hampar di depan bar dalam wadah. Setiap orang kami daulat untuk mengambilnya biar di tempel suka-suka.

Entah di helm, di cermin kos, di pintu rumah, atau di slebor motor biar dilihat para pengguna jalan saat berhenti di lampu merah. Tak cukup itu, kami bikin selebaran poster kami tempel di berbagai tempat. Tulisannya cuma satu tagar stop kopi sobek. Sungguh aksi propaganda yang tujuannya semata-mata sejatinya adalah merebut perhatian saja, bahwa kami kedai kopi yang berbeda. Sungguh berbeda dengan sekarang yang modelnya belanja buzzer agar segera viral atau masuk trending topik. 

Jargon itu menggelinding, membesar dan beberapa mulai menggunakan tagar tersebut. Bahkan ada yang menambahkan dengan kalimat, kopi itu digiling, bukan digunting. Sebuah kalimat penjelas bahwa itu merujuk pada kopi renceng yang hadir di tempat-tempat jualan. Padahal kalau kita telaah, semua kopi sebenarnya juga dikemas dalam bungkus rapat, kalau tidak disobek ya digunting, atau pakai pisau juga bisa. digigit juga bisa. Mau itu kopi biji mau kopi bubuk semua wadahnya sama, kecuali pada wadah kaleng atau toples. Baru pakainya diputar untuk membukanya. 

Tak ingin menjadi jargon kosong saja kami akhirnya merealisasikan kampanye tersebut menjadi satu program bernama #MakeYourOwnCoffee. Satu sesi seduh kopi sendiri yang didampingi barista kami dengan tajuk Seduh Suka Suka Bayar Suka Suka. 

Ruang tempat belajar membikin secangkir kopi, sekaligus mengasah ketrampilan dan menyesap pengetahuan soal kopi bersama barista kami di tiap pagi sampai siang hari. Sesi ini adalah sesi yang selalu dinanti oleh para pelanggan yang penasaran bagaimana bikin kopi yang layak, serta ajang bagi pengunjung untuk ngopi bayar sesukanya. Bayar yang dimasukkan ke dalam kaleng kami labeli 'umplung cemplung'. Wadah tempat membayar yang hanya diketahui oleh yang bayar dan Tuhan saja. 

Program ini sesungguhnya juga bagian dari kami menciptakan iklim ngopi pagi yang masih jarang saat itu di Jogja. Sebab ngopi selalu identik dengan begadang, tandang malam dan menghabiskan waktu begitu saja suka suka sampai pagi tiba. 

Saat ini program MYOC telah berusia lima tahun. Setengah dekade lamanya kami menjadi kawan minum kopi pagi sampai siang, dan bayar suka-suka. Selama pandemi ini, karena jam buka kami bikin pendek, kawan kawan bisa ikutan sesi ini pada pukul 10.00 s.d 14.00 pada Senin sampai Jumat, dan pada pukul 08.00 s.d 12.00 pada Sabtu Minggu. 

Seduh suka suka bayar suka suka!

Pantik Pagi bersama #MakeYourOwnCoffee

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun