Mohon tunggu...
Aqil thea
Aqil thea Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

Memungut kata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

PD 1982: Pesona Class of '82 Si Raja Tanpa Mahkota

16 Januari 2020   11:46 Diperbarui: 16 Januari 2020   14:37 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PAGELARAN Piala Dunia 1982 yang diselenggarakan di Negeri Matador Spanyol, timnas Italia tercatat dalam sejarah sepak bola sebagai juara dunia untuk ketiga kalinya.

Hasil ini menjadikan Gli Azzuri mampu mensejajarkan diri dengan peraih titel tiga kali juara dunia sebelumnya, Brasil. Tim Samba meraih ketiga titel juaranya pada tahun 1958, 1962 dan 1970.

Sedangkan timnas Italia, sebelum menjadi kampiun di Spanyol, pernah dua kali merasakan gelar juara dunia pada tahun 1934 dan 1938.

Juaranya anak asuh Enzo Bearzot pada perhelatan Piala Dunia pada tahun 1982 boleh disebut sebuah kejutan. Pasalnya, Dino Zoff dan kolega waktu tidak begitu diunggulkan.

Kala itu, para pengamat bola lebih cenderung menjagokan Jerman Barat yang memang dikenal sebagai tim spesialis turnamen, Argentina sebagai juara bertahan dan Brasil yang kala itu diisi oleh pemain-pemain kelas dunia di berbagai lini.

Bahkan, tidak hanya karena skuadnya yang merupakan gabungan pemain-pemain top dunia. Saat itu, Brasil merupakan sebuah tim yang mampu menampilkan permainan jogo bonito dengan sempurna.

Jogo Bonito sendiri bila diartikan dalam bahasa Inggris berarti play beautifully, merupakan permainan ciri khas Brasil yang mengandalkan teknik dan kemampuan skill individu pemainnya.

Sayang, untuk saat ini jogo bonitonya Brasil sudah tidak tampak lagi. Karena kecenderungan yang diterapkan tim samba saat ini lebih bermain pragmatis dan mengutamakan kemenangan.

Para pencinta bola tentunya masih ingat, bahwa Manchester United pernah begitu berjaya di tangan dingin Sir Alex Perguson yang mengandalkan generasi emas yang kemudian disebut Class of '92.

Nah, 10 tahun sebelumnya, Brasil pun memiliki generasi emas yang diberi nama Class of'82. Generasi ini sangat mengemparkan dunia dengan pola permainan Jogo bonitonya.

Tim dari Class of'82 inilah yang diboyong pelatih Brasil kala itu, Tele Santana ke putaran final Piala Dunia 1982 di Spanyol. Tele Santana adalah pelatih yang dikenal menganut permainan menyerang.

Lalu, siapa saja pemain-pemain yang termasuk dalam Class of'82 tersebut?
Di barisan bertahan, ada nama Leandro dan Junior yang tidak hanya kuat dalam bertahan, melainkan juga cepat dan rajin membantu serangan. Lalu di posisi bek tengah, ada nama Oscar dan Luizinho. Duet ini cukup tangguh karena di fase grup Brasil hanya kebobolan 2 gol dari 3 laga.

Sementara di sektor gelandang, terdapat nama Zico yang dijuluki pele putih. Zico sukses menunjukan kapasitasnya sebagai pemain nomor 10 dengan permainan yang sangat cemerlang. Selama pagelaran Piala Dunia 1982, si pele putih sukses mencetak 4 gol yang seluruhnya dihasilkan dengan cara-cara mencetak gol yang indah.

Tepat di belakang Zico, diisi oleh Cerezo dan Falcao. Cerezo yang memiliki stamina dan daya jelajah tinggi lebih bermain bertahan dan memberikan covet ke seluruh lebar lapangan.

Sementara Falcao yang dijuluki The Eight King of Rome diposisikan sebagai playmaker untuk menjaga kedalaman lapangan di sektor tengah. Kendati demikian, produktifitasnya cukup baik. Dia mencetak tiga gol sepanjang Piala Dunia 1982.

Di sektor sayap, Tele Santana menempatkan Elder di sektor kiri dan Socrates di kanan. Elder merupakan pemain yang memiliki kecepatan lari luar biasa dan tendangan kaki kiri mematikan. Sedangkan Socrates yang didapuk sebagai sebagai kapten kesebelasan, memiliki daya jelajah tinggi, gocekan bola yang aduhai dan tendangan keras akurat.

Kelima gelandang milik Tele Santana ini benar-benar berkolaborasi dengan baik dan pergerakannya dinamis. Mereka mampu saling mengisi satu sama lain.

Kedinamisan dan kekompakan di lini tengah ini dilengkapi dengan striker haus gol yang ada pada diri Serginho. Dia mampu mencetak dua gol sepanjang perjalanan Brasil pada turnamen ini.

Sayang, meski diisi pemain-pemain kelas dunia serta permainan rancak yang sangat menghibur tidak berbanding lurus dengan hasil akhir. Brasil yang sejak awal digadang-gadang sebagai kandidat kuat turnamen Piala Dunia edisi ke 13 malah harus angkat koper lebih cepat, setelah dikandaskan tim non unggulan, Italia.

Timnas Italia dengan pertahanan grendelnya atau dikenal dengan Catenaccio mampu menjungkir balikan prediksi semua pihak. Paolo Rossi yang sebelumnya dianggap "musuh" rakyat Italia karena dugaan kasus pengaturan skor di Liga Serie A Italia dua tahun sebelumnya justeru menjelama jadi penghancur mimpi tim samba.

Rossi yang saat itu sudah terdaftar sebagai pemain Juventus mampu menciptakan hattrick untuk membawa kemenangan bagi timnya 3-2, sekaligus meloloskan Dino Zoff dan kolega ke babak Semi Final. Dan, selanjutnya, sejarah mencatat, Gli Azzuri keluar sebagai juara dunia Piala Dunia 1982 di Spanyol.

Kendati, Brasil dengan class of ' 82-nya tidak mampu mempersembahkan tropy juara, permainan anak asuh Tele Santana tetap dikenang oleh seluruh pencinta bola. Karena, mereka mampu mempertontonkan permainan indah dan menyerang disertai skill individu yang luar biasa pada diri para pemainnya.

Tergabung di Grup 6 fase pertama bersama Uni Soviet, Skotlandia dan Selandia Baru Zico dan kawan-kawan mampu melahap seluruh pertandingan dengan kemenangan. Mereka sukses melesakan 10 gol dan hanya kemasukan sebiji gol saja.

Lolos dari fase grup pertama, Brasil tergabung dalam "grup neraka" bersama Argentina dan Italia.

Awalnya, rintangan pertama di penyisihan grup fase kedua mampu dilewati Brasil dengan mulus. Mereka mampu menundukan Argentina yang kala itu diperkuat pemain muda hebat, Diego Armando Maradona dengan skor 3-1.

Hingga pada saat melawan Italia yang hanya mampu menundukan Argentina 2-1, Brasil cukup bermain imbang jika ingin lolos ke semi final. Namun, faktanya berkata lain. Brasil yang telah mampu menggebrak dunia dengan Jogo bonitonya tidak mampu menaklukan Catenaccio milik Italia. Zico dan kolega harus menyerah dengan skor 2-3.

Kendati banyak yang kecewa atas kandasnya Brasil, namun tidak sedikit pula yang memuji kualitas permainan Brasil. Bahkan, sebab permainan tim samba yang sangat menghibur, banyak pihak tak segan menyebut timnas Brasil 1982 sebagai raja tanpa mahkota. Sebutan serupa pernah juga disematkan pada Hunggaria pada Piala Dunia 1954 (Magycal Magyars) dan Belanda pada Piala Dunia 1974 (Total Football).

Gelar raja tanpa mahkota memang sangat pantas disematkan pada tim Brasil kala itu. Bahkan, Tele Santana dalam sebuah wawancaranya mengatakan, bahwa mereka tidak perlu kecewa dengan hasil yang dicapai. Lantaran, seluruh dunia sudah terpesona dan kagum dengan cara bermain sepak bola Brasil dengan Jogo Bonitonya.

Piala Dunia memang mencatat Italia sebagai juara dunianya. Tapi, sejarah juga mencatat bahwa Brasil merupakan salah satu tim nasional terbaik yang pernah bermain di Piala Dunia.

Benar, raja memang diidentikan dengan mahkota. Namun tidak tidak berarti mahkota menunjukan identitas seorang raja. Raja sesungguhnya adalah bagaimana cara melakukan rakyatnya. Tat kala rakyat sudah begitu kagum dan terpesona dengan seorang raja, masih pentingkah mahkota tersebut?

Referensi: satu, dua, tiga, empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun