Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sriwijaya, Poros Maritim dan Asian Games 2018

10 Agustus 2018   13:21 Diperbarui: 11 Agustus 2018   06:25 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asian Games 2018 diadakan di Jakarta dan Palembang, bertepatan dengan 100 tahun George Coedes  menyatakan Sriwijaya adalah nama sebuah kedatuaan / kerajaan. Dalam jurnal yang berjudul Le Royaume De Crivijaya yang terbit pada 1918.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan call of paper dan Seminar Kesejarahan Sriwijaya  dan Poros Maritim Dunia. Seminar  berlangsung di Palembang, sebagai kandidat terkuat situs pusat kerajaan Sriwijaya.

Sejak ditemukanya prasasti Kota kapur- Bangka pada tahun 1892, Sriwijaya sudah menjadi obyek penelitian para ahlli sejarah ,arkeologi dan antropologi. Umumnya penelitian tersebut, terkotak dalam bidang studinya masing-masing. 

Sehingga perlu mengadakan  seminar, yang  terintegrasi. Melibatkan pihak-pihak dari berbagai komunitas dan disiplin ilmu.  Untuk menyusun keping-keping puzel sejarah Sriwijaya, menjadi sebuah gambaran yang lebih jelas.  Kemudian dapat digunakan sebagai bahan ajar, dan dasar dalam pengambilan keputusan pemanfaatan dan pengembangan hasil penelitian.

Foto: donapalembang
Foto: donapalembang
Dibuka Hilmar Farid-Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Hotel Aryaduta-Palembang. Berlangsung dari 7 sampai dengan 8 Agustus 2018. Dihadiri tak kurang dari 300 peneliti,akademisi,mahasiswa,sejarawan dan perwakilan dari  instansi  dan  Universitas seluruh Indonesia.

Tujuan dilaksanakanya seminar ini adalah :

  • Mengungkap sejarah peradaban Sriwijaya di kawasan asia Tenggara dan Asia Selatan dalam kaitanya dengan masa sekarang
  • Mengungkapkan kejayaan sejarah peradaban Sriwijaya dalam bidang kemaritiman dalam rangka mengumpulkan memori kolektif masyarakat akan kejayaan maritim kerajaan-kerajaan nusantara
  • Menunjang program Nawacita Presiden Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia

Terkumpul 62  makalah dibahas dalam 6 panel diskusi dibagi menjadi   2 sesi.  Setiap panel  dalam waktu 1,5 jam harus  membahas  3-4  makalah. Makalah yang terkumpul, dapat dikelompokan dalam kategori pembahasan :

1.Maritim pada masa Sriwijaya dalam perspektif arkeologi

  • Pemukiman lahan basah
  • Teknologi moda Transportasi air
  • Ekonomi perdagangan

2. Maritim pada masa Sriwijaya dalam perspektif sejarah

  • Catatan pelawat asing pada masa sriwijaya
  • Sumber-sumber tertulis tentang aturan kemaritiman Sriwijaya
  • Peran Sriwijaya dalam hubungan internasional

3. Maritim pada masa Sriwijaya dan kini dalam perspektif Antropologi

  • Kehidupan orang Suku Bahari pada masa Sriwijaya
  • Peran Suku laut pada masa Sriwijaya
  • Organisasi sosial pada suku laut

Menarik juga untuk dicermati, ada  beberapa sudut pandang baru yang selama ini luput dari perhatian. Sriwijaya dikenal sebagai  kerajaan Budha dengan pengaruh Hindu.  Interaksi aktif  yang tercatat  dengan kerajaan  Hindu , Budha di seluruh Asia Tenggara dan India. Beberapa catatan, bahkan menghubungkan Sriwijaya dengan saudagar-saudagar dari Timur Tengah.

Blasius Suprapta  dalam makalah  Kadatuan Sriwijaya Sebagai Poros Maritim Dunia Pada Masa Misi Gereja Katolik Suriah Timur Awal Abad VII - XIV menelusuri bukti bahwa  komunitas Katolik sudah dikenal masyarakat Sriwijaya.  Terjadi kontak antara penduduk  Sriwijaya dengan para misionaris/penginjil dapat dibuktikan dengan pengunaan Kemenyan dan Gharu yang merupakan komoditas asli Sriwijaya dalam ritual di Gereja Katolik.

Foto: donapalembang
Foto: donapalembang
Nampaknya   sudah perlu diadakan standarisasi penulisan nama-nama  yang digunakan sebagai kutipan dari sebuah prasasti. Entah karena lembar makalah hasil scan atau typo, ada perbedaan yang cukup mengangu. Nama lokasi yang disebut dalam prasasti Kedukan Bukit bertanggal 16 Juni 682, dapat dijadikan contoh.

Dr.Mhd.Nur,M.S   dari Universitas Andalas-Padang mengutip, Dapunta Hyang berangkat dengan perahu-perahu dari Minanga dengan membawa 20.000 pasukan dan 200 peti perbekalan dalam makalahnya  Peran Sriwijaya dalam hubungan internasional di kawasan Asia Tenggara

Haris Zaky Mubarak MA  mengutip dalam makalahnya  Kontribusi Sriwijaya dari Abad ke-7 sampai abad ke-14  Dalam Interaksi Ekonomi  Global ,Dapunta Hyang berangkat dari Minana ( dengan tanda koma di atas n terakhir)  dengan membawa 20.000 pasukan dan 200 peti perbekalan.

 Sementara  Tri Yuli Praptiningsih-Guru  SMA Katolik St.Louis 1 Surabaya dalam makalahnya  Peran kerajaan Maritim Sriwijaya Di Kancah Internasional pada Abad Ke-7  sampai ke-13 ,mengutip dari prasasti yang sama nama Minagatamwan.

Apakah ada perbedaan maksud  atara ketiga nama tersebut ?

Sejarawan tentu paham, bahwa nama-nama dalam suatu prasasti perlu  ditulis dengan benar hingga dapat ditelusuri  lebih jauh.

Setelah membaca bundel 50 makalah seberat 1 kilo 750 gram ini , saya mendapati 80%  pemakalah dalam daftar pustakanya memakai sumber buku refrensi yang sama.  Sebenarnya sah-sah saja, karena sejarah memang harus ada barang bukti untuk validasi. Tetapi, bila makalah 16  halaman dengan daftar pustaka 6 halaman mungkin pembaca awam akan meragukan orisinalitas dari  buah pikiran sang penulis.

Saya sempat ngobrol dengan beberapa mahasiswa pemakalah,  ingin tahu bagaimana mereka melakukan riset untuk menguatkan argumen dalam tulisan mereka. U la la , semua menjawab mereka hanya baca buku dan mencari -cari  kutipan dari sumber-sumber berbahasa asing melalui internett.

Pantas saja saat saya bertanya pada pemakalah dengan judul Refleksi Kejayaan Sriwijaya terhadap Strategi Pembangunan Dunia Maritim Dibawah Pemerintahan Sukarno, tentang apa ada  bukti prasasti atau catatan perjalanan siapa yang membuat ia bisa menuliskan  bahwa sistem pemerintahan Sriwijaya itu otoriter. Tidak ada kutipan tentang prasasti atau catatan perjalanan  yang mendukung pernyataan dalam makalah itu.

Dengan santai ia menjawab, mengutip dari buku Nugroho Noto Susanto terbitan Balai Pustaka dengan tahun cetak 2010. Mahasiswi ini tanpa merasa sungkan  berkelit  bahwa untuk mengumpulkan  bukti tentang pernyataan yang ia tulis dalam makalah akan memerlukan riset bertahun-tahun. Singkat kata, tidak ada waktu untuk chek dan rechek  karena sudah diburu waktu batas akhir pengiriman call for paper.  

Foto: donapalembang
Foto: donapalembang
RISET itulah yang membedakan antara SEJARAH  dan DONGENG. Coedes tak dikenal sebagai  Coedes yang sekarang kalu dia hanya copas dari apa saja yang ditulis  H.Kern tentang Sriwijaya  adalah nama seorang Raja. Kalian  itu, sejarawan bukan pustakawan.

Hari terakhir ditutup dengan pembacaan rumusan berdasarkan hasil dari diskusi pleno dan panel selama kegiatan berlangsung. Tim perumus yang terdiri dari Kasijanto Sastrodinomo (UI) sebagai ketua, Farida Ratu Wargadalem (MSI Sumsel) sebagai sekretaris, dan 4 orang anggota yang terdiri dari Agus Widiatmoko (Direktorat Sejarah), Didik Pradjoko (UI), Budi Wiyana (Balar Sumatera Selatan), dan Anastasia Swastiwi (BPNB Tanjung Pinang) berhasil membuat 7 rumusan yang perlu ditindaklanjuti berdasarkan hasil dari diskusi pleno dan panel selama kegiatan berlangsung.

Adapun rumusan tersebut adalah:

  • Perlu pembentukan pusat studi Sriwijaya.
  • Perlu penggalian sumber-sumber asing di berbagai negara.
  • Perlu peraturan daerah yang mengatur tentang penyelamatan cagar budaya.
  • Perlu penguatan tindakan penyelamatan cagar budaya dan lingkungan.
  • Perlu pengkajian nilai-nilai budaya komunitas indigenous.
  • Perlu penyebarluasan pengetahuan sejarah melalui teknologi dan media digital.
  • Perlu pengkajian lebih intensif tentang kemaritiman.

 Saya berharap dapat bertemu  dan mendengar  paparan  Arkelogis  John Norman Miksic.  Beliau, contoh  yang bagus bagi  sejarawan dan arkeologist muda. Mantan tentara ini, amat tekun menelusuri sajarah Sumatra dari  Aceh sampai Lampung. Nama besarnya tidak didapat dari nongkrong saja di depan komputer, tapi menebas hutan dan menggali tanah untuk menemukan bukti yang bisa dipertangung jawabkan.

Foto: donapalembang
Foto: donapalembang
Tidak beruntung,  Professor SEAS- national Univ Of Singapore ini  tak dapat hadir karena tak enak badan.  Alhasil, makalah yang harusnya beliau bawakan dibacakan oleh arkeologist yang tak kalah hebatnya Dr. Edward McKinnon  dari Nalanda Sriwijaya Center ISEAS Singapura.

Meskipun  belum tahu, bagaimana  makalah-makalah dalam seminar ini bisa digunakan dalam menunjang program Nawacita Presiden Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Setidaknya ada secercah harapan, tahun ini orang dari seluruh penjuru Asia datang lagi ke Palembang. Ekspansi militer dan jurus dagang Sriwijaya berganti dengan Diplomasi Olahraga Asian Games 2018. Setelah ratusan tahun tersembunyi sekali lagi Sriwijaya, sekali lagi Palembang kembali dicari orang di peta dunia. Pertempuran laut, beralih adu cepat,adu kuat,adu tinggi di Jakabaring.

Asian Games 2018  Jakarta -Palembang, menjadi pertanda baik  untuk kebangkitan Indonesia menjadi  Poros Maritim Dunia **** donapalembang 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun