Jumat (25/05), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan mengundang komunitas di lingkungan Obyek Dan Daya Tarik Wisata(ODTW),Himpunan Pramuwisata Indonesia(HPI) dan  Komunitas Blogger di acara Peningkatan Kapasitas SDM Pariwisata di Destinasi Wisata Sejarah Religi, Tradisi dan Seni Budaya. Diselengarakan di Rumah Kapitan 7 ulu Palembang.
Memasuki ruang tamu sang Kapitan yang luas, terbaca backdrop ternyata ada tambahan kata Pelatihan di awal judul acara. Meskipun tanpa selembar kertas,sebatang pena, atau printout materi yang normalnya dibagikan dalam pelatihan,saya berharap banyak dari kata Pelatihan di backdrop itu. Apalagi, melihat  beberapa pentolan Himpunan Pramuwisata Indonesia(HPI), Warga  Kampung Arab Al Munawar, Pengelola Rumah Al-quran, dan para pengurus Forum Pesona Sriwijaya hadir.
Bersama Ibu Irene hadir, Bu Tuti dan Pak Tendi dari Kementrian kepariwisataan yang khusus menangani Percepatan Pengembangan Pembangunan Obyek Wisata Sejarah Religi, Tradisi dan Seni Budaya, juga ada Pak Amir - CEO Palembang In Your Hand yang dalam rundown acara akan memberikan materi juga sore itu. Sayang seribu sayang, Pak CEO sudah menghilang tanpa pesan dari ruangan sebelum sempat menerangkan kepada kami mahluk macam apa  Palembang in your hand itu, sungguh megah kedengaranya.
Diawali dengan presentasi singkat dari Bu Tuti dan Pak Tendi dengan kata bijak bestari tetapi saya faham maksudnya lumayan kecewa dan agak cemas dengan kondisi Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dan SDM yang terlibat dalam pengelolaan ODTW Kota Palembang.Â
Bisa dimaklumi, meski Pak Tendi dan Bu Tuti selalu tersenyum selama acara tapi hatinya kecut luar biasa.Â
Lah kok bisa, kurang tiga bulan lagi event besar Asian Games 2018 akan berlangsung, jalan-jalan kota Palembang masih semerawut.
ODTW yang semestinya, sudah siap sejak lama ternyata juga masih kosong melompong.
3 ODTW unggulan Kota Palembang, Kampung Kapitan China, Kampung Arab Al Munawar dan Bait Al Quran - Al Quran Raksasa yang saya tahu sekali sudah  dihoji percepatan pengembanganya sejak beberapa tahun terakhir ternyata ibarat buah masih mengkal-belum siap panen.Â
Pernah berkecimpung dalam bidang tour and travel, jadi lumayan mengerti bagaimana kondsi ODTW.Â
Karena acaranya di Rumah Kapitan, saya akan mengulas sedikit mengenai ODTW ini.
Banyak juga yang salah kira, bahwa Kampung Kapitan itu adalah nama Restoran  yang kebetulan dibuat sama namanya dengan nama kampung dan berlokasi tepat di depan Rumah Kapitan .Tidak pula ada penunjuk dari arah Dermaga 7 ulu Sungai Musi dimana lokasi Rumah Kapitan.Â
Komplek perumahan keluarga Kapitan berada di area seluas 165,9 x 85,6 meter persegi. Tjoa Ham Hin, adalah generasi ke sepuluh keluarga Tjoa yang pada tahun 1880 diangkat pemerintah kolonial menjadi Kapiten untuk komunitas Tionghoa.Â
Dahulu, kampung ini berada di atas air karena tepat berada di tepi Sungai Musi. Sampai saat ini, kedua rumah peninggalan Kapitan Tjoa masih dihuni oleh keluarganya. Hanya bagian depan dan beberapa kamar yang dilengkapi perabot seadanya yang terbuka untuk umum.
Rumah Kapitan sekarang sudah amat sangat lebih baik kondisinya setelah renovasi dan pembangunan taman dan pagoda di halamanya. Beberapa event yang mengambil moment hari besar Tionghoa pernah diadakan di sini. Sudah pula dibangun kios kuliner dan souvenir di selatan rumah. Sejak dibangun sampai saat tulisan ini tayang menurut masyarakat yang berdomisili di sekitar tidak ada kegiatan apapun.
Kemacetan, sulit akses masuk dan resiko keamanan membuat banyak warga Palembang yang belum pernah berkunjung ke Rumah kapitan meskipun tanpa tiket alias gratis.
Tidak ada gimic pendukung seperti perabot rumah tangga atau atraksi reguler yang membuat orang tertarik berkunjung.
Kurang agresifnya pemilik ODTW dan instansi terkait dalam mengarahkan wisatawan yang mampir ke Benteng Kuto Besak untuk berkunjung ke Rumah Kapitan.
 Pada hal diakhir pekan dan musim liburan sekolah Benteng Kuto besak yang berada di seberang Rumah Kapitan penuh sesak dengan wisatawan terutama anak sekolah.Â
Masalah yang kurang lebih sama juga ditemui di Kampung Al Munawar dan Bait Al QuranÂ
Semua kekurangan itu bisa diatasi, oleh seorang Pramuwisata yang tahu tugasnya. Sebuah mangkok nasi bisa diolah jadi cerita menarik.Cerita yang melibatkan pengrajinya di negeri China, para saudagar Arab yang membawanya ke Palembang dan tadisi kuliner Palembang. Lalu diakhiri dengan cerita epik runtuhnya Kesultanan Palembang. Wow para wisatawan akan terpesona dan punya oleh-oleh cerita menarik tentang sebuah mangkok nasi  dari Palembang.
Lalu bayangkan gimana rasanya melihat Guide yang dibayar untuk memandu, ternyata selama perjalanan kerjanya main HP doang. Atau Guide  yang duduk manis di Museum  Taman Purbakala Sriwijaya, sementara tetamu dibiarkan keliling sendiri, alasanya karena  kan sudah ada keterangan pada setiap benda. Â
Juga Pramuwisata sejak mendarat sampai kembali naik Getek di Pulau Kemaro, sama sekali tidak ngomong apapun pada wisatawan. Karena tak mau  wisatawan melanga-melongo sendiri di ODTW, saya langsung ambil alih memandu mereka. Dan lucunya Guide itu tetep diam saja, seolah tidak merasa bahwa harusnya itu tugasnya. Yang saya ceritakan ini Guide yang sudah terdaftar loh.
Rasanya sudah cukuplah, segala macam pelatihan yang diberikan Disbudpar kepada para Pramuwisata.Tetapi kenapa zonk saat dilapangan ?
Dapat berbahasa asing dengan baik, itu modal menjadi guide.Tetapi mengerti dan tahu bagaimana menarik minat dan membuat wisatawan terkesan itu soal lain. Â Menjadi Pramuwisata, ibarat kata kita menjadi aktor dan aktris drama. Kita harus menghidupkan sebuah cerita. Karena kesal dan yakin saya bisa lebih baik, saya berniat mengurus lisensi Guide resmi.
Empat tahun lalu, saya mencoba mencari informasi kepada Ketua HPI sekarang (yang kebetulan juga PNS Disbudpar Sumsel sekaligus pemilik sebuah Biro perjalanan) tentang kapan recruitmen atau sarat untuk mendapat lisensi Pemandu Wisata Palembang. Tanpa salam penutup, telepon saya langsung diputus begitu saja tanpa informasi.
Kesan yang saya dapat adalah HPI di Palembang atau Sumsel pada umumnya itu semacam club eksklusif. Hanya orang dalam atau koleganya saja yang tahu. Tak ada pengumuman recruitment dan sulit sekali mendapat formulir pendaftaran.
Dengan situasi seperti itu, bagaimana bisa mengharapkan di Palembang ketemu Guide yang benar-benar punya passion di bidang ini.Â
Seorang pemandu yang bisa diajak berdiskusi, bagaimana cara mengembangkan ODTW.Â
Guide kreatif yang bisa dengan menarik bercerita tentang sejarah sesuatu yang biasa saja menjadi luar biasa.
Setelah presentasi dari tiga komunitas plus blogger, acara ditutup dengan pesan untuk lebih keras menyiapkan ODTW menyambut Asian Games yang akan tiba 80 hari lagi.
Cuma itu saja ?
Nampaknya ODTW dan SDM Kepariwisataan Palembang perlu dikarbit selama 80 hari.Â
Berharap, sudah bisa dimakan pada bulan Agustus nanti.Â
Mekordinasikan sekian banyak orang dengan latar belakang kepentingan yang berbeda bukan hal yang mudah. Tetapi menemukan orang yang tepat disaat yang tepat itu lebih susah.Â
Well anak muda, mari berprasangka baik bahwa kegiatan hari itu adalah pemanasan saja. Dalam waktu dekat orang-orang kunci, yang terlibat langsung dalam industri Pariwisata Palembang akan benar-benar dilatih agar berdaya guna dan berhasil guna di Asian Games 2018 nanti****donaPalembang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H