Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mensos Juliari P. Batubara Ditangkap, Aksi "Comeback" KPK Pasca Penetapan UU KPK

6 Desember 2020   11:59 Diperbarui: 6 Desember 2020   22:46 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber : solopos.com)

Ditengah carut marut penegakan hukum di negeri ini, KPK seperti oase yang memberikan harapan baru kepada masyarakat.Institusi yang dibentuk di era Presiden Megawati ini mampu membuktikan bahwa stigma  penegakan hukum yang tajam kebawah, tumpul keatas tidak berlaku bila berurusan dengan KPK.

Namun begitu, gonjang-ganjing penetapan Undang-undang KPK, banyak menimbulkan rasa skeptis dari masyarakat. Materi undang-undang yang membatasi gerak langkah KPK dalam melakukan penyadapan, tak urung membuat masyarakat dan penggiat antikorupsi dihinggapi keraguan.

 Tambahan pula, beberapa waktu kebelakang, KPK terlihat mati suri. Tidak seperti dulu, pasca penetapan UU KPK, masyarakat tidak melihat lagi berita penangkapan dan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh institusi ini. Malah, berita yang muncul dari KPK adalah tentang aktifitas Ketua KPK yang melanggar kode etik KPK karena terlihat berinteraksi dengan klien yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan dengan posisinya sebagai ketua KPK. Hal ini ditambah lagi dengan aksi Firli Bahuri yang dianggap bergaya hidup mewah, ketika beliau menggunakan helikopter sebagai alat transport yang mengantarkan beliau ke suatu pertemuan. 

Miris, padahal sebelumnya KPK adalah institusi yang sangat ditakuti para koruptor. Survey membuktikan, sebelum UU KPK disahkan, institusi anti korupsi ini  merupakan institusi yang paling dipercaya oleh masyarakat. Tidak perlu heran, kala itu, warga  selalu menunggu "Jumat Keramat". Hari yang sudah dianggap sebagai mitos, hari yang dianggap sebagai hari sakral bagi KPK melakukan OTT dan menjebloskan para tikus-tikus berdasi ke hotel prodeo. 

Memang kinerja KPK belum boleh dibilang sempurna. Banyak pengamat mengkritik bahwa KPK hanya bisa melakukan OTT, sementara kasus-kasus besar seperti Bank Century, BLBI dan kasus-kasus besar lainnya tidak bisa disingkap oleh KPK. Tambahan lagi, KPK dianggap tidak berhasil menjalankan fungsi pencegahan korupsi dan koordinasi supervisi dengan institusi penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Kendatipun begitu, setidaknya kinerja KPK yang berani menangkap para pejabat tinggi dan pengusaha hitam di negeri ini mampu membangkitkan harapan warga yang sudah muak dicekoki penegakan hukum yang dipenuhi sandiwara dan kepura-puraan.

Tapi semua harapan itu seakan sirna ketika UU tentang KPK disahkan. Bagaimana tidak, KPK mengamanatkan bahwa setiap penyadapan harus mendapat izin dari Dewan Pengawas. Artinya senjata yang menjadi andalan KPK ini, sontak kehilangan kesaktiannya dalam menguping percakapan dan transaksi gelap para koruptor.  Kekhawatiran ini beralasan.  Setelah pemberlakukan aturan baru ini, aksi penyadapan terduga korupsi dikhawatirkan rawan bocor, bila melibatkan pihak ketiga seperti Dewan Pengawas.

Keraguan tentang materi UU KPK yang dianggap melemahkan ini tidak juga sirna kendatipun  para petinggi negeri ini sudah menyerukan bahwa tujuan UU KPK adalah demi memperkuat institusi pemberantas korupsi ini. Keraguan ini kemudian terbukti setelah Harun Masiku, lolos dari kejaran KPK.  Oknum yang diduga sebagai otak pemberi suap demi memuluskan ambisinya menjadi anggota legislatif dari Partai PDIP melalui skema Pergantian Antar Waktu (PAW) ini, berhasil melarikan diri. Kegagalan penangkapan Harun Masiku disinyalir akibat dari rencana operasi dan penyadapan yang sudah bocor duluan.

Ditengah rasa skeptis, rupa-rupanya para komisioner KPK masih punya sisi idealisme ketika para koruptor berpesta pora pasca UU KPK di berlakukan. Secara diam-diam mereka mengincar para koruptor yang sudah lupa diri dan merasa diatas angin, karena mengganggap sudah tidak ada lagi yang mengawasi dan menghalangi aksi mereka.

Aksi perdana Firli Bahuri dkk setelah diangkat menjadi Komisioner KPK adalah menciduk Bos  Kementerian Kelautan dan Perikanan. Edhy Prabowo, diciduk karena memanfaatkan bayi lobster untuk korupsi, demi memuaskan hasratnya duniawinya membeli barang-barang mewah. Akan tetapi OTT ini belum membuat para penggiat korupsi percaya sepenuhnya dengan kinerja KPK. OTT KPK kali ini masih dicibir sebagai sesuatu hal yang berbau politis. 

Banyak pengamat yang mendadak menjadi profesor dengan menciptakan teori baru. Teori baru yang sayangnya penuh dengan teori "cucokologi". Mereka mengatakan bahwa penangkapan Edhy Prabowo bertujuan untuk merusak nama baik Prabowo Soebianto, Ketua Partai Gerindra, partai yang menaungi Edhy Prabowo. Teori cucokologi para profesor dadakan ini mengaitkannya dengan niat mantan menantu Presiden Soeharto ini, yang memang memiliki rencana untuk maju lagi dalam Pemilihan Presiden Tahun 2024. 

Reaksi yang berbeda kemudian muncul ketika KPK menangkap Bupati Banggai Laut Sulawesi Tengah. Aksi OTT terbaru ini berhasil membuat para penggiat korupsi memperhatikan lagi sepak terjang para punggawa KPK. Iya, seperti itulah manusia, seeing is believing. Insan yang baru percaya setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Jangankan manusia biasa, Thomas saja, seorang Rasul dan murid Yesus, baru percaya kalau Yesus bangkit dari kematian, setelah Yesus memperlihat bekas paku yang meninggalkan bekas bolong di telapak tangannya.

Kembali lagi ke aksi comeback KPK. Nah, rupa-rupanya tidak semua orang "ngeh" dengan aksi "comeback" KPK yang mulai serius ini. Di sisi lain, komunitas ........... sekelompok kecil gerombolan maling di Kementerian Sosial seolah tidak peduli. Mungkin mereka beranggapan, Edhy Prabowo dan Bupati Banggai Laut hanya bernasib sial. Lagipula bos kita kan kader dari PDIP, Partai Pemenang Pemilu, gak mungkinlah KPK berani menyentuhnya, mungkin begitu anggapan yang ada di pikiran mereka saat itu. Padahal kalau mereka ingin merenung lagi, aksi  ciduk menciduk KPK kali ini adalah bentuk peringatan keras dari Firli Bahuri dkk bagi siapapun oknum yang masih berniat korupsi agar segera mengubur niatnya jauh-jauh.

Kebebalan tikus-tikus ini kantor akhirnya mendapat ganjaran setimpal. Jumat malam, tanggal 04 Desember 2020, KPK bergerak cepat menangkap pejabat Kemensos dan pengusaha yang diduga memberikan suap atas balas jasa setelah ditunjuk menjadi vendor pengadaan barang/jasa dalam rangka pengadaan Bansos bagi masyarakat terdampak covid19.

Menteri Sosial Juliari P. Batubara (via Kompas.com)
Menteri Sosial Juliari P. Batubara (via Kompas.com)

Tidak puas dengan mereka, yang hanya berstatus sebagai "pion"alias orang suruhan, KPK kemudian mewanti-wanti agar Menteri Sosial, Juliari Batubara agar segera menyerahkan diri. Orang nomor satu di Kementerian Sosial, jabatan yang memiliki kewenangan sangat besar. Saking berwenangnya, beliau bisa memecat dan menentukan nasib pendamping PKH dan pekerja sosial lainnya dengan hanya menggoreskan tanda tangannya.

Sekarang terimalah akibatnya. Presiden Jokowi sudah pernah mengingatkan, jangan pernah coba-coba korupsi dana Bansos. Presiden Jokowi sudah menjanjikan akan memberikan hukuman seberat-beratnya bagi koruptor dana bansos. Peringatan Presiden ini sangat wajar. Bagaimanapun juga, Bansos Covid19 adalah bantuan sosial yang yang ditujukan bagi masyarakat kelas terbawah negeri ini, yang sudah sesak nafas terdampak Covid19. 

Terima Kasih KPK. Anda "comeback" lagi untuk membangkitkan lagi harapan seluruh masyarakat Indonesia. Harapan untuk memberantas korupsi yang masih merajalela di negeri ini. Bagi yang ingin coba-coba korupsi, hentikan niatmu saat ini juga. KPK lagi mengintaimu.

Salam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun