Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelisik Motivasi Gatot Nurmantyo Menghembuskan Isu PKI

26 September 2020   06:00 Diperbarui: 26 September 2020   19:18 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi, Pak Gatot seharusnya tidak boleh lupa juga, sejarah selalu berulang.  Sejak era LB Moerdani, memang sudah menjadi seperti tradisi, bahwa orang Nomor 1 di ABRI atau TNI, pasti digadang-gadang berpotensi menjadi Presiden atau wakil Presiden.

Tetapi begitu menanggalkan jabatan Panglima TNI yang secara otomatis mempreteli segala kewenangannya, kepopularan dan kekuatan para mantan panglima TNI ini, perlahan-lahan semakin tergerus dan tenggelam. 

Kalau memang Gatot Nurmantyo ingin bersaing menjadi calon Presiden di Tahun 2024, langkah yang ditempuh oleh SBY, Wiranto dan Prabowo bisa menjadi acuan. Para mantan Jendral ini meraih cita-cita politiknya dengan mendirikan partai politik, wadah yang ideal untuk dijadikan kendaraan politik.

Isu PKI Sebagai Alat Politik

Seiring berakhirnya rezim orde baru, kebenaran sejarah G30 S PKI memang kembali dipertanyakan. Tambahan pula, penetrasi internet mempermudah para penggiat sejarah untuk mendapat dan menggali informasi dari berbagai sumber. Malah informasi yang tergolong rahasia dari CIA, badan intelijen Amerika Serikat dapat diperoleh dengan mudah.

Tidak heran, kesimpangsiuran sejarah G30 S PKI menjadi bahan bagi sebagian politikus untuk meraih kepopuleran. Makin kesini, malah digunakan sebagai senjata untuk meyerang lawan politik.

Periku stigmatisasi PKI sangat berbahaya, apalagi hanya sebatas menuduh tanpa didasari fakta yang relevan. Motifnya malah seperti mengulang perilaku yang lazim dilakukan rezim orde baru, yakni menuduh lawan politik sebagai penganut paham komunis (ekstrim kiri) atau penganut paham agama fundamentalis (ekstrim kanan) untuk membungkam kritik terhadap keburukan pemerintah. 

Akhir kata, dengan kondisi bangsa yang masih rawan terpecah akibat residu Pilpres 2019, hendaknya para politikus dapat menahan syahwat politiknya barang sejenak, cobalah menghindari mengangkat isu-isu politik yang berpotensi membingungkan dan memecah belah bangsa. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun