Setelah dilantik menjadi Menteri Pertahanan, segala aktivitas Menteri Pertahanan Prabowo Soebianto selalu menjadi incaran media. Begitu juga dengan kunjungan beliau ke luar negeri selalu dikaitkan dengan pembelian alutsista. Ketika beliau berkunjung ke Rusia, media akan membahas pembelian Sukhoi SU 35, ke Prancis, rencana pembelian Jet Tempur Rafale dan kapal selam Scorpene menjadi pembahasan.Â
Nah, ketika beliau berkunjung ke Turki, dikaitkan lagi dengan pembelian Fregat Gowind Class.  Ini masalahnya apa ya, media dan netizen sepertinya menjadi autis ketika membahas alutsista  atau dalam kerangka berpikir positif, hal ini merupakan perwujudan kerinduan media dan netizen yang menginginkan pembelian alutsista gahar dan bertekhnologi canggih.
Di masa pandemi ini, Kementerian Pertahanan tidak bosan-bosannya memberikan kejutan, setelah rencana pembelian Pesawat Tempur Typhoon bekas, pesawat tilt rotor MV-22 Osprey, sekarang netizen dikejutkan lagi dengan rencana akuisisi Fregat AL Jerman, dari kelas Bremen. Pelan-pelan Pak Prabowo, awas netizen terkena serangan jantung.. he.he.he.
Dikutip dari media yang khusus membahas seluk beluk dunia militer, Janes Defence, ketertarikan Indonesia  mengakuisisi fregat ini adalah, demi menjaga tingkat kesiapan Armada AL Indonesia, untuk sementara, sebelum pembangunan kapal pengganti selesai.
Seperti penulis sudah bahas sebelumnya di artikel Menuju TNI 4.0 dan Frigate Pengganti Van Speijk Class, kalau  membandingkan tingkat ancaman aktual saat ini, harus diakui tingkat kesiapan armada laut TNI, terutama kapal perang jenis pemukul memang sangat rendah. Hal ini disebabkan proses akuisisi alutsista yang lambat dan tidak sesuai dengan rencana yang sudah tercantum di Daftar Belanja Minimum Essential Force (MEF) tahap 2, dalam hal ini, merujuk pengadaan alutsista di matra laut.
Sebagai contoh, pengadaan light fregat jenis Sigma PKR 105 m sebanyak 20 unit, yang direncanakan sebagai pengganti Fregat  Kelas Ahmad Yani sebanyak 6 unit dan korvet kelas Parchim sebanyak 14 unit, hanya 2 kapal yang terealisasi yaitu KRI RE. Martadinata dan KRI I Gusti Ngurah Rai, sampai saat ini belum ada kabar penambahan. Demikian juga dengan kontrak kapal selam Batch 2 dari jenis Improved Changbogo dari Korea Selatan, masih belum ada kejelasan sampai dengan saat ini.
Penulis yakin, saat ini, Pak Prabowo pasti merutuk dalam hati, apa sih kerjaan Menhan yang dulu, kok macet semua nih, fokusnya sih cuma Bela Negara doang... ha.ha.ha. Bagaimana tidak, semua permasalahan di MEF II, dengan time line tahun 2014 - 2019, ditimpakan ke Menhan yang baru, Pak Prabowo. Â Semangat dong Pak Prabowo, lah namanya kerjaan, harus selesai, begitu :-).
Tingkat kesiapan kapal perang berjenis kapal pemukul, yang dimiliki TNI AL saat ini, memang sangat rendah. Fregat kelas  Ahmad Yani yang dulunya berjumlah 6 unit, sekarang tinggal 5 kapal, kapal ini seharusnya sudah pensiun semua, karena sangat tidak ekonomis memelihara kapal yang sudah berusia 60 tahun. Begitu juga dengan armada anti kapal selam, jenis Parchim class, yang dulunya 16 unit, sekarang hanya tinggal 14 unit, dengan catatan, sebagian besar kapal yang tersisa tidak lagi mempunyai kemampuan perang anti anti kapal selam.
Melihat tingkat ancaman aktual saat ini, yaitu semakin asertifnya China di Laut China Selatan, membuat TNI AL harus menyiapkan contingency plan, dalam rangka menghadapi potensi konflik terbuka disana. Apalagi berita terbaru, seiring peningkatan teknologi China, kemampuan kapal selam nuklir China juga meningkat pesat.Â
Kabarnya, China sudah menyelesaikan masalah tingkat kebisingan, yang menjadi momok bagi kapal selam China selama ini, artinya dengan kemampuan nuklir dan jarak jelajah yang tidak terbatas, TNI AL harus bersiap menghadapi kapal selam nuklir China yang menyusup masuk ke perairan Indonesia atau hanya sekedar melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).