Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aroma Perang Bintang Dalam Penangkapan Djoko Tjandra

2 Agustus 2020   10:03 Diperbarui: 2 Agustus 2020   10:11 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Djoko Djandra ditangkap, acungan jempol pantas dialamatkan kepada  Polri, terutama kepada Kabareskrim Irjen Polisi Listyo Sigit Prabowo. Beliau, membentuk tim khusus, untuk melacak dan menangkap buronan kasus hak tagih Bank Bali ini. Beliau juga yang langsung turun menjemput Djoko Chandra di Negeri Jiran Malaysia.

Djoko Djandra,inisial DD, memang dikenal sebagai sosok yang licin. Bagaimana tidak, sebelum kasusnya inkracht pada tahun  2009, buronan ini, mampu berkelit sebanyak  3 kali dari tuntutan jaksa dalam kasus yang sama. Kelicinan DD ini, membuat namanya sering muncul di media, terakhir, sebelum penangkapan ini, kabarnya DD sudah menjadi warga negara Papua Nugini, berkat portofolio pejabat tinggi negeri sana.

Dalam 11 tahun masa pelariannya,DD memang terkenal licin. Dia pernah mengubah namanya,Djoko, belum tersentuh ejaan yang disempurnakan (EYD), menjadi Joko, untuk memuluskan pelariannya ke Papua Nugini. 

Nah, kejadian terakhir, pria yang bernama China -Tjan Kok Hui- ini, malah berhasil memperdaya 3 orang Jendral Polisi, sekali lagi, 3 orang Jendral Polisi dan 1 orang Lurah, hebat  ya. Bayangkan saja, kalau seorang yang berpangkat Jendral Polisi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten/kota, sudah bisa dipastikan seluruh  jajaran Polres di daerah tersebut,  repot selama 7 hari 7 malam, untuk mempersiapkan penyambutannya. 

Layaknya skenario cerita film, kisah DD berakhir indah bagi Polri, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, sepandai-pandai Djoko Djandra berlari akhirnya ketangkap juga lu.  

Tetapi, dibalik tertangkapnya DD, menarik untuk mengulas sosok sentral penangkapan ini, Irjen Listyo Sigit Prabowo. Sosok ini jadi menarik, karena beliau digadang-gadang untuk menggantikan Kapolri sekarang, Jendral Idham Aziz yang akan memasuki usia pensiun.  

Disamping pangkat beliau sudah memenuhi syarat, posisi beliau sekarang, sebagai Kabareskrim, sudah seperti menjadi tradisi di Polri, berpeluang besar diangkat menjadi Kapolri.  Tidak heran, Indonesia Police Watch (IPW) dalam rilisnya, mengikut sertakan nama beliau diantara 8 orang petinggi Polri, yang dianggap layak diangkat menjadi Kapolri.

Data dan fakta ini, membuat penulis teringat akan pesan Kapolri Idham Azis dalam sebuah pertemuan yang ditujukan kepada para petinggi Polri. 

 Jangan SMS, jangan senang melihat teman susah, jangan susah melihat teman senang. Gantungkan harapanmu setinggi langit, lalu biarkan nanti Tuhan yang memilih siapa di antara rekan-rekan yang akan jadi Kapolri. Karena semua punya kesempatan yang sama untuk memimpin Polri.

Pesan beliau ini sangat positif, beliau ingin para kandidat Kapolri ini, harus menunjukkkan kinerja kalau mau diangkat menjadi Kapolri.

Nah, jangan-jangan penangkapan Djoko Djandra ini memang menjadi etalase bagi Kabareskrim untuk menunjukkan kinerjanya. Prestasi ini bagai sinyal Pak Listyo kepada kandidat yang lain, bahwa beliau sudah satu langkah di depan.

Aroma perang bintang di tubuh Polri (dalam arti positif, motivasi menunjukkan kinerja) memang terlihat dalam alur penangkapan Djoko Djandra ini. Asumsi ini menjadi beralasan karena :

- Mengingat  yang ditangkap adalah buronan kelas wahid alias "high profile" seharusnya yang melakukan konfrensi pers adalah Kapolri, bukan Kabareskrim. Kalau dikomparasi dengan penangkapan Samadikun, buronan kasus BLBI, pada saat itu, yang melakukan konfrensi pers adalah Sutiyoso, Kepala BIN, bukan deputinya. Tetapi di momen ini, Kapolri seperti memberikan panggung kepada Kabareskrim untuk menunjukkan kinerjanya.

- Seperti kebiasaan dalam hirarki kepemimpinan, yang mengkonfirmasi perintah adalah pimpinan, bukan anggota. Kelihatan jadi kurang elegan apabila Pak Listyo yang memberitahukan pembentukan tim pemburu Djoko Djandra ini adalah perintah dari Pak Jokowi cq. Kapolri. Lebih tepat apabila Pak Idham Aziz yang mengkonfirmasi kepada publik, karena faktanya beliau yang mendapat perintah langsung dari Presiden, bukan Kabareskrim.

- Penangkapan Napi yang sudah buron selama 11 tahun dalam jangka 11 hari, layaknya mendapat durian runtuh, kenapa tidak dari dulu.  Sepertinya Kabareskrim sangat termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya.

Tetapi apapun itu, Irjen Polisi Listyo Sigit Prabowo memang polisi berprestasi. Hal ini terbukti, ketika beliau dipercaya menjadi salah satu ajudan Presiden Jokowi, karena biasanya seorang Polisi atau Militer yang  dpercaya menjadi ajudan Presiden, sudah teruji kinerja dan integritasnya. Penangkapan Djoko Djandra ini akan menjadi pelecut bagi kandidat Kapolri yang lain untuk berkompetisi menunjukkan kinerja masing-masing, mumpung masih ada waktu sebelum Jendral Idham Azis pensiun.

Perang Bintang menuju Tribata-1 (TB-1), asalkan berada pada koridor yang benar dan sesuai dengan pesan Irjen Idham Azis yaitu berkompetisi menunjukkan kinerja, akan menjadi suguhan yang mengedukasi bagi masyarakat di masa pandemi ini. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun