Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Era New Normal, Kinerja Jeblok Bersiaplah "Disemprot" Pak Jokowi

3 Juli 2020   15:30 Diperbarui: 3 Juli 2020   19:45 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Video kemarahan Pak Jokowi pada sidang paripurna kabinet, yang diunggah oleh Sekretariat Negara ke platform Youtube cukup mengundang tanda tanya dari masyarakat, kalau Pak Ahok atau Bu Risma marah  masyarakat sudah mahfum dan memang begitulah gaya beliau-beliau itu. Tetapi melihat Pak Jokowi marah adalah fenomena langka, karena yang masyarakat tahu selama ini, gaya kepemimpinan Pak Jokowi lekat  dengan ciri ke-Jawa-annya yang tenang dan identik dengan simbolisasi.

Tetapi kedepan, kita  harus membiasakan diri dengan kemarahan Presiden terhadap para menterinya. Kita tidak tahu apakah sikap marah Pak Jokowi  merupakan penerapan gaya hidup "New Normal"?.

Tanpa perlu menutup-nutupi, kondisi ekonomi kita memang lagi tertekan. Akibat pembatasan aktivitas yang diberlakukan oleh Pemerintah, ditambah imbas perang dagang mengakibatkan kinerja sektor ekonomi melambat.  Data Sosial Ekonomi bulan Juni yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2020 sebesar 2.97% melambat dibandingkan capaian triwulan I-2019 yang mampu mencatat pertumbuhan sebesar 5,07 persen, 

Nilai  ekspor  bulan April  2020 juga menurun   13,33  persen   dibandingkan ekspor Maret 2020 dan turun 7,02 persen dibandingkan ekspor April 2019. Rilis Kementerian Keuangan juga menyebutkan konsumsi rumah tangga turun sebanyak 2,84 % di bulan Mei. Penurunan tingkat konsumsi merupakan warning bagi Pemerintah, konsumsi Rumah Tangga merupakan tulang punggung Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kita, pada 2019  Konsumsi menyumbang 57%  dari komponen  pembentuk PDB.

Salah satu solusi cepat yang dapat dilakukan Pemerintah dalam menjaga likuiditas dan daya beli masyarakat adalah dengan mempercepat belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sangat beralasan apabila Pak Jokowi mengkritisi kinerja Kementerian Sosial untuk segera menggelontorkan Bantuan Sosial Tunai (BST),  yang akan menyasar 9 juta keluarga penerima manfaat (KPM), sesuai data yang disebutkan Kementerian Sosial progres pencairan sudah mencapai 73%.  

Sesuai perencanaan penyaluran BST ini ditargetkan selesai di bulan Juni, keterlambatan penyaluran disebabkan kelemahan dalam pemuktahiran Data Terpadu Kesejahteraan Terpadu (DTKS) di Kemensos yang menyebabkan pemerintah desa sebagai ujung tombak penyaluran dan pendataan menjadi sasaran protes dan keluhan  masyarakat. 

 Kementerian Koperasi dan UKM juga terlambat dalam melakukan sosialisasi kepada UKM dan UMKM untuk memanfaatkan stimulus yang disediakan oleh Pemerintah, yaitu relaksasi dan restrukturisasi kredit, seyogyanya stimulus ini harus cepat direalisasikan mengingat karakter UKM yang rentan terhadap goncangan ekonomi.

Kinerja Kementerian di sektor yang terdampak langsung dengan pandemi ini memang terlihat jomplang ketika dikomparasi dengan kinerja Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

Setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, KSSK  langsung menerbitkan 3 jenis stimulus untuk memitigasi dampak ekonomi akibat pandemi ini yaitu : stimulus fiskal, stimulus non fiskal dan stimulus sektor keuangan. Kabar terbaru juga menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan sebagai perwakilan Pemerintah sudah menempatkan 30 T rupiah ke Bank Pemerintah sebagai penambahan modal  Bank melakukan ekspansi  kredit bagi UKM dan korporasi.

Didalam video tersebut, kemarahan Presiden terlihat semakin meningkat ketika membahas sektor kesehatan, dari awal kementerian ini terlihat keteteran menangani pandemi ini,  Menteri Kesehatan terlihat tidak tanggap situasi dengan mengeluarkan penyataan yang agak meremehkan keganasan pandemi covid19. Kementerian ini juga terlambat melakukan investasi awal dalam penyiapan sarana dan prasarana pendukung penanggulangan covid 19, sebagai contoh Kementerian Kesehatan terlambat  menambah jumlah Laboratorium yang berwenang dalam pemeriksaan sampel  covid19, sampai dengan dengan bulan April 2020 tingkat pengujian covid19 masih sangat rendah, yaitu diangka 7,2 sampel per 100 ribu penduduk, jauh melenceng dari target  10 ribu pengujian perhari. 

Masalah Kementerian ini semakin bertambah, tenaga mengeluh kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) dan keterlambatan pencairan insentif bagi tenaga medis. Menteri Kesehatan seharusnya malu melihat tingkat kematian tenaga medis Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.  Sampai dengan saat ini kementerian kesehatan belum punya solusi dalam penyediaan akses yang memadai bagi masyarakat miskin yang memerlukan pengujian (testing) gratis. Data terakhir yang dikeluarkan oleh worldometers.info,  tingkat penambahan kematian harian dan  pasien positif masih menunjukkan grafik peningkatan.

Indikator Ekonomi dan Kesehatan sudah menggambarkan kondisi yang memburuk, hal ini merupakan  warning kepada para pembantu Menteri agar tidak bersikap biasa saja, segera mengeksekusi program yang sudah direncanakan. Demi mempercepat eksekusi program, Presiden sudah mengambil langkah politik untuk melindungi para pengambil kebijakan dengan mengeluarkan Perppu.  Nah, sekarang bola di tangan para Menteri, masih ada tersisa waktu sampai Semester 2 tahun 2020 untuk membenahi kinerja. Kali ini Pak Jokowi sudah tidak main-main lagi, beliau tidak akan segan-segan melakukan reshuffle dan membubarkan lembaga. Para Menteri seharusnya belajar dari sejarah, Bos-nya adalah seorang  koppig, makin ngeyel makin keras.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun